Petani

Pada satu wilayah yang dihuni sebagian besar petani, kehidupan sangat makmur dan sejahtera. Mengapa? Karena petani bisa mengorganisir dirinya menurut system yang dibangun oleh Negara.  Ketika panen, biasanya harga akan jatuh dan pada waktu bersamaan petani dituntut untuk mendapat uang tunai guna membayar hutang hutangnya. Pada posisi ini petani dalam keadaan terjepit. Bila beliau tidak jual maka beliau akan mengalami kesulitan memenuhi likuiditasnya namun jikalau dijual , petani akan mengalami kerugian. BIasanya petani tidak punya pilihan kecuali melepas hasil produksinya dengan harga berapapun. Itulah sebabnya petani selalu lemah dan terlemahkan. Namun dengan adanya system yang terbangun dalam bentuk Resi gudang, petani bisa menahan hasil produksinya untuk tidak dijual jikalau harga jatuh dan tetap mendapat uang tunai melalui penjaminan atas barang yang ditempatkannya  digudang. Petani akan melepas barangnya kapan saja jikalau harga dirasa membaik dan menguntungkan.

Dalam system ini tentu ada tiga pihak yang terlibat , yaitu petani itu sendiri,  pengelola Gudang yang terdaftar di Lembag Pengawas dan Lembaga Penjamin Ganti Rugi. Ketiga pihak ini bekerja sesuai hukum yang berlaku dimana Negara sebagai forum pengawas satu satunya untuk memastikan system itu bekerja efektif. Lembaga pengelola Gudang juga dilengkapi kemampuan market analisis yang terhubung dengan market domestic network ( MDN) dan bursa internasional . Data dan gosip pasar ini dengan system IT sanggup di access oleh petani sampai memungkinkan mereka punya kekuatan tawar dihadapan pasar uang untuk memilih value resi gudangnya. Artinya petani sanggup melepas resi gudangnya sebagai jaminan hutangnya kepada forum keuangan yang mau memperlihatkan proteksi menurut value yang diyakini. Di sisi lain,  forum keuanganpun harus mempunya kemampuan analisa pasar yang solid untuk melaksanakan deal dengan petani.

Berdasarkan komitmen dengan petani, forum keuangan sanggup menerbitkan warkat sesuai jangka waktu tertentu. Warkat ini sanggup lagi diturunkan dalam bentuk warkat lain atau dikenal dengan derivative. Inilah yang akan beredar dipasar uang. Semua itu bermuara kepada harga masa depan sesuai kontrak. BIla harga jatuh maka pasar  dirugikan tapi tidak bagi petani yang sudah lebih dulu mendapat uang dari hasil penjaminan resi gudangnya.  Namun jikalau harga naik dimasa depan, petani akan mendapat yield komplemen sesuai kontrak harga yang ditetapkannya. Makara benar benar petani bertindak sebagai price maket , bukan prica taker. Dengan system tersebut diatas, tengkulak terkapar, tukang ijon terkapar. Keadilan tercipta. Petani sejahtera.

Sebetulnya Resi Gudang ini sudah diterapkan usang di Eropa, AS yang dikenal sebagai Negara kapitalis namun tetap melindungi  petani yang lemah untuk mempunya posisi tawar dihadapan financial resource lantaran  ketidak pastian harga pasar. Bahkan di China, Resi Gudang sudah menjadi belahan dari platform usaha petani melawan hegemoni pemodal yang kadang bermain dengan demand and supply untuk menekan harga produksi petani.  Keberadaan Resi Gudang dinegara tersebut telah meramaikan produk pasar uang dengan likuiditas yang sangat tinggi. Derivative Resi Gudang berkembang pesat seiring meluasnya sumber keuangan yang siap menyerap produk investasi Resi Gudang ini. Akibatnya kehidupan petani di negara tersebut bukanlah second class tapi menjadi prime class. Mereka berdaya lantaran diberdayakan oleh kekuatan system yang di create oleh negara. 

Mungkin lantaran itulah tahun 2006 dewan perwakilan rakyat membahas  RUU Resi Gudang dan kesannya disyahkan oleh dewan perwakilan rakyat ( UU N0.9/2006). Namun sayangnya semenjak di syahkannya UU itu, keberadaan Resi Gudang tidak efektif. Karena memang visi nya terang namun tidak terang bagaimana imlementasinya. Barulah tahun 2011 bulan Juni , UU ini direvisi oleh dewan perwakilan rakyat dengan masuknya ketentuan keharusan pemerintah membentuk Lembaga Penjamin. Kalau dulu hak petani tidak ada dalam memilih timing menjual namun dengan revisi UU ini ketentuan hak petani dilindungi khususnya timing menjual barang. Artinya, jikalau panen, harga jatuh petani berhak untuk tidak menjual barangnya dan gres akan dijualnya jikalau harga mulai membaik. Hal ini sanggup dilaksanakan lantaran tersedianya forum penjamin. Dengan demikian Resi Gudang sanggup dijadikan salah satu financial resource bagi petani.

Kita berharap revisi UU Resi gudang ini sanggup segera ditindak lanjuti dengan membentuk Lembaga Penjamin, Lembaga Pengelola Gudang , dan yang lebih penting lagi yakni bagaimana mendidik petani memahami UU ini dan ketersediaan akan jalan masuk IT untuk memungkinkan petani dan kelompoknya bisa melaksanakan analisa harga sebelum mereka melaksanakan kontrak dengan pasar uang yang berbasis komoditi. Yang jadi pertanyaan sekarang yakni apakah forum keuangan atau Bank mau terlibat dalam denah pembiayaan ini ? Karena mereka juga harus mempunya kemampuan analisa pasar yang besar lengan berkuasa dan juga mau menyebabkan petani sebagai nasabah pontesial penyaluran kredit. BI , juga harus menyikapi UU ini dengan memperlihatkan kelonggaran hukum mengenai assessment credit yang sesuai dengan kelembagaan Resi Gudang. Semoga cita-cita  menjadikan UU SRG ( system Resi Gudang ) sebagai cara petani mendapat keadilan dan kesejahteraan sanggup terjelma.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait