Rating...

Peringkat ( rating ) surat hutang Indonesia naik dari BB menjadi BBB. Ini luar biasa.! Karena pada waktu bersamaan Negara maju mengalami penurunan rating  (downgrade ) surat hutangnya. Menteri Perekonomian menyambut kenaikan rating itu dengan rasa percaya diri bahwa dalam jangka waktu bersahabat Indonesia akan dibanjiri investor asing. Kemudian, tidak bagi Amin Rais yang menyampaikan bahwa nasionalisme Indonesia sudah lumpuh alasannya yaitu arus investasi abnormal merupakan exploitasi sumber daya alam dan tak ubahnya dengan VOC. Sejarah berulang.  Pak Amin telah berkata dalam kapasitasnya sebagai politikus, sebagai cendekiawan, juga agamawan. Akankah didengar ? Walau Menko Perekonomian juga yaitu petinggi partai yang didirikannya. Mungkin Pak Amin hingga berkata ibarat itu alasannya yaitu sekedar penyambung pesan dari rakyat yang telah  kehabisan airmata dan kata kata. Ya, ada yang bahagia dan gembira dengan meningkatnya rating Indonesia tapi juga ada yang mulai kawatir nasionalisme akan larut dimakan arus globalisasi.

Pada jamuan makan malam dengan korelasi di Republik Plaza, Guangzhou, teman dari Canada  sempat mengomentari kehebatan Indonesia mengelola hutang. Namun teman dari China yang ikut dalam makan malam itu punya komentar lain. Menurutnya ,kalau memang peningkatan rating ini by design maka seharusnya pula peningkatan daya dukung infrastruktur ekonomi juga by design. Terutama lagi yaitu peningkatan Sumber Daya Manusia harus menjadi prioritas utama. Karena apa artinya peningkatan rating bila ternyata tidak efektif menarik investasi ke sector riel yang berdampak eksklusif kepada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Apa artinya peningkatan rating bila pada jadinya hanya memudahkan pemerintah menarik hutang keluar negeri. Apa gunanya peningkatan rating bila arus investasi hanya masuk ke wilayah yang tersedia infrastruktur ekonominya. Bagaimana dengan kawasan lain yang miskin infrastruktur ekonominya ? Dalam kala demokrasi , sudah seharusnya keterlibatan eksklusif rakyat banyak menjadi agenda utama ,bukan keterlibatan segelintir investor.

Ketika usai makan malam, aku sempat termenung. Apalagi saat membuka  kompas.com yang memberitakan insiden di Masuji Lampung. Siapapun yang masih punya hati akan merasa larut dalam emosi saat menyaksikan rakyat lemah dijadikan second class ditengah ambisi abnormal menguasai sumber daya alam. Sulit dibayangkan di negeri yang merdeka alasannya yaitu perang busuk anyir darah , yang berjihad demi tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan, pada jadinya tetap menumpahkan darah hingga kini. Kalau dulu rakyat mengorbankan darahnya untuk kemerdekaan negaranya namun sekarang mereka menjadi korban demi membela keadilan dirinya sendiri dihadapan Negara yang dincintainya.  Benarlah bahwa Nasionalisme sudah lumpuh. Nurani keadilan wacana Indonesia tidak lagi menjadi bab dari kebijakan nasional. Kebijakan Negara yaitu kebijakan untuk pemodal, untuk  mendatangkan  pajak supaya bisa membayar hutang luar negeri, termasuk membiayai pegawanegeri yang boros dan culas.

Peristiwa Masuji sekarang dan Papua sebelumnya , hanyalah pola kecil dan kasatmata yang dibentangkan dihadapan kita semua. Ini tidak hanya terjadi disektor perkebunan yang merampas tanah rakyat dengan cara cara kekerasaan busuk anyir darah dan bahkan menjadikan derita yang berkepanjangan bagi rakyat. Ini terjadi hampir disemua sector pembangunan yang meng exploitasi sumber daya alam, ibarat   pertambangan, dan lain sebagainya. Ketika insiden terjadi dan tersebar luas dimedia massa, pegawanegeri dengan cepat berkelit, para elite bersegera tampil didepan public dengan wajah duka dan peduli. Namun kita lupa bahwa semua itu terjadi tidak dengan begitu saja. Investor abnormal hanya berusaha membela haknya menurut legitimate yang didepatnya lewat system perizinan Negara. Maka tindak kekerasan penuh pelanggaran HAM berat dilaksanakan dengan cara membenturkan rakyat dengan rakyat. Benar benar konspirasi solid untuk menjadikan rakyat sebagai korban dan disalahkan.

Tak terhitung kalinya kita berteriak lantang supaya pemerintah membuka mata hatinya untuk peduli kepada rakyat yang lemah. Tapi bunyi kita ditelan oleh isu wacana kehebatan Indonesia memperbaiki surat Hutangnya dihadapan abnormal dan pertumbuhan ekonomi. Walau nyatanya semua tahu bahwa peningkatan rating dan pertumbuhan ekonomi itu tidak menurut sumber daya insan tapi menurut pada exploitasi sumber daya alam dan pemborosan belanja domestic yang dipicu oleh kebijakan moneter. Kalaulah rezim ini memang bekerja amanah untuk rakyat seharusnya peningkatan rating kepercayaan surat hutang juga yaitu peningkatan SDM dan ekspansi susukan investasi disemua wilayah , bagi semua orang, tidak hanya bagi orang abnormal yang berkemampuan modal dan tekhnologi. Ya, pemerintah nampak jago dan solid merancang peningkatan trust dihadapan abnormal namun tidak cukup pandai membangun trust dihadapan rakyat. Karena mindset culas dan korup. Itu saja.

Saya menghela nafas. Rasa kemanusiaan aku menjerit saat membayangkan badan insan harus berpisah dengan kepalanya. Saya yakin mereka yang menjadi korban itu yaitu simiskin yang lemah ,yang berusaha membela sejengkal tanah untuk hidupnya, untuk keluarganya. Tapi begitulah yang terjadi. Apa hendak dikata. System telah  terbangun lewat gedung DPR, lewat mereka yang kita pilih dengan sebuah hope for a better tomorrow dan pemerintah bekerja menurut system itu. Kita tertipu. Ternyata system harus membela pemilik modal entah darimanapun asalnya, Pemodal harus dibela dengan all at cost. Berdasarkan system pula , semua teriakan keadilan akan berakhir secara system pula. Ya semua sudah sesuai dengan procedure, kata mereka , yang salah yaitu rakyat. Investor tetap dipihak yang harus utama dibela, demi rating, demi trust dihadapan pemodal juga asing…

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait