Sri Mulyani Bawa Buah Tangan Hasil Pertemuan G20


Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tingkat pimpinan negara (leaders) telah berlangsung sepanjang 30 November 2018 sampai 1 Desember di Buenos Aires, Argentina. Selama dua hari para pemimpin negara-negara anggota G201 mendiskusikan sejumlah persoalan ekonomi global.

Perwakilan Indonesia yakni Wapres Jusuf Kalla dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Usai pertemuan tersebut, Bendahara Negara tersebut memberikan sejumlah komitmen yang dihasilkan dari pertemuan tahunan itu.

Sri Mulyani mengisahkan pertemuan G20 kali ini berbeda dari pertemuan pertama G20 tingkat pimpinan negara pada tahun 2008. Pada tahun itu, pertemuan berada ditengah situasi krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) dengan bangkrutnya Lehman Brothers dan perusahaan asuransi dunia AIG yang memicu kepanikan dan krisis keuangan seluruh dunia.

“Sebagai Menteri Keuangan pada masa itu, saya melihat jatuhnya perekonomian Amerika Serikat menjalar ke Eropa yang menjadikan kepanikan global. Semua negara di dunia berupaya melindungi perekonomiannya, melalui banyak sekali kebijakan yang tidak bisa (luar biasa). Bank Sentral Amerika Serikat (Fed) menurunkan suku bunga secara drastis dari diatas 5 persen menjadi mendekati nol persen, dan masih ditambah dengan Quantitative easing - injeksi likuiditas melalui pembelian surat berharga,” ujar Sri Mulyani menyerupai dikutip dalam laman akun resmi Facebook-nya, Minggu (2/12/2018).

Pemerintah AS melaksanakan talangan (bail out) ke sektor riil dari perusshaan kendaraan beroda empat sampai properti dengan pembelian aset macet dan surat berharga. Inggris dan European Union (EU) melaksanakan hal yang sama yaitu melaksanakan penalangan bank yang gagal untuk menghentikan kepanikan publik dan menginjeksi sektor riil dengan perluasan fiskal.

Seluruh negara di dunia mengalami akhir krisis tersebut, di mana semua negara Asean, Australia dan Selandia Baru melaksanakan kebijakan “blanket guarantee” dengan menjamin penuh sektor perbankan untuk meredakan kepanikan dan ketidakpastian. Dalam situasi kepanikan global itu, terbentuklah lembaga G20 Leaders.

Pertemuan pertama G20 Leaders 2008 di Washington DC Amerika Serikat dan pertemuan kedua 2009 di London Inggris para pemimpin dunia bersepakat untuk bahu-membahu menyelamatkan ekonomi dunia dari kehancuran dengan kebijakan moneter, fiskal dan mendorong sektor riil untuk mengembalikan stabilitas dan kembali mendorong pertumbuhan ekonomi. Fokus lain yang sangat penting ialah melaksanakan reformasi regulasi dan kebijakan sektor perbankan dan keuangan untuk menghindarkan krisis keuangan kembali terjadi.

“Pada tahun 2008, semua pemimpin negara G20 kompak setuju menyelamatkan ekonomi dunia dengan kebijakan ekonomi satu arah dan saling mendukung, alasannya ialah mereka percaya bahwa ekonomi global harus dijaga bersama,” katanya.

Indonesia, pada dikala itu juga melaksanakan banyak sekali langkah startegis di bidang perbankan dan kebijakan fiskal yang supportif untuk menyelamatkan ekonomi domestik biar tak kena dampak negatif keguncangan ekonomi global. Pada akhirnya, Indonesia bisa keluar dari krisis itu dan termasuk dalam kategori sebagian kecil dari negara emerging yang masih mempunyai pertumbuhan relatif tinggi dan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. [okezone.com]

Artikel Terkait