"Kalau sudah kekuatan bersenjata, sudah merasa jago mereka. Kalau mereka sadar, ya, syukur, tapi jika tidak, ya, dilawan dengan senjata (operasi militer). Undang-undang memperbolehkan, bahkan aturan internasional juga," kata Wiranto, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin, 17 Desember 2018.
Mantan Panglima ABRI ini menyampaikan ulah KKB terhadap belasan pekerja infrastruktur di Nduga, Papua, sudah amat keterlaluan. Aksi itu, berdasarkan dia, merupakan suatu bentuk bahaya terhadap negara.
"Kita tidak ada kompromi dengan kelompok itu. NKRI sebagai negara sah tidak sanggup menempatkan diri sejajar dengan mereka," kata Wiranto.
Menurutnya, pemberontak merupakan orang yang khilaf, tidak sadar, dan tersesat. Pemerintah akan mendapatkan mereka apabila sudah sadar dari kekhilafannya tersebut.
"Sebagai negara yang berdaulat, tentu kita akan mendapatkan jika mereka insyaf dan sadar. Tapi, bukan dalam bentuk negosiasi, tidak ada negosiasi," ucapnya.
Ia juga meminta pelopor hak asasi insan (HAM) sanggup menilai secara adil duduk kasus di Papua. "Jika Tentara Nasional Indonesia dan polisi sudah bertindak, jangan kemudian negara disalahkan. Kita punya kewajiban yang sama untuk membela negara ini," kata dia.
Penembakan terhadap warga sipil terjadi pada Sabtu 1 Desember dan Minggu 2 Desember 2018 di Papua. KKB menyerang belasan karyawan PT Istaka Karya yang sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Aurak, Nduga, Papua. Jembatan itu merupakan bab dari jadwal pembangunan Trans-Papua. [medcom.id]