Cafta



Tahun 2015 saya mendampingi kawan bisnis saya dari China berkunjung ke Indonesia untuk melaksanakan pembicaraan dengan KADIN. Hal ini berkaitan dengan CAFTA khususnya penjajakan kerjasama pembangunan tempat industry. Apa yang dimaksud dengan CAFTA?  CAFTA awal digagas pada  November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam. Pada tanggal 4 November 2002, pemerintah Republik Indonesia bersama negara-negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation antara the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China . Melalui perjanjian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) ini, maka ASEAN mulai melaksanakan pasar bebas di tempat China-ASEAN. 

Khusus negara ASEAN menyerupai Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai telah menerapkan bea masuk 0% per Januari 2004 untuk beberapa produk berkategori Early Harvest Program. Yang dimaksud dengan Early Harvest Program yaitu 14 item produk sektor pertanian yang dikeluarkan dari perjanjian perdagangan bebas. Ini berarti bahwa perpindahan barang, jasa, modal dan tenaga kerja antara ASEAN dan China bebas hambatan. Secara umum, dengan adanya kesepakatan CAFTA ini, maka kesempatan terbuka luas bagi Indonesia. Mengapa? Dengan adanya CAFTA susukan pasar bagi Indonesia akan terbuka luas, tidak hanya untuk produk pertanian dan pertambangan, tetapi juga jasa, menyerupai pariwisata, jasa keuangan, pendidikan, investasi, dan faktor-faktor lingkungan hidup serta HAM.

Bagaimana kemungkinan daya saing Indonesia terhadap China? Faktanya ketika kini terjadi ketimpangan neraca perdagangan non-migas antara China dan Indonesia. Karena tingkat kompetitif bisnis-ekonomi Indonesia yang rendah dibanding China. China unggul dalam aneka macam faktor produksi barang dan jasa dibanding Indonesia.Walau  upah tenaga kerja lebih tinggi, buruh China bekerja lebih efisien, giat dan telaten serta keahlian yang lebih memadai. 

Setidaknya, ada 12 faktor umum yang mempengaruhi kompetitif bisnis/ekonomi. Dan semua faktor kompetitif bisnis di Indonesia berada dibawah China kecuali faktor efisiensi pasar barang dan jasa. Sisanya menyerupai faktor sistem birokrasi yang cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, penemuan bisnis, efisiensi tenaga kerja, suku bunga perbankan dan ukuran pasar di Indonesia jauh tertinggal dibanding China. Bagaimanapun secara natural kita tidak akan bisa menyaingin China. Kita terlalu usang tidur dan karam dalam 3 decade. Sementara China  selama itu  bekerja keras untuk tampil memacu pertumbuhan dua digit. Karenanya membiarkan keadaan terus terbuka maka kemungkinan Indonesia akan digilas oleh kerakusan pengusaha China menelan segala  peluang pasar dan investasi di Indonesia. Lantas bagaimana solusi biar CAFTA ini sanggup dilewati oleh Indonesia ?

Ada baiknya kita memalsukan kecerdasan bangsa malayu ( Malaysia ) dalam menghadapi CAFTA ini. Bagaimana caranya ? Malaysia meminta biar China menciptakan tempat Industri bebas bea di China. Kawasan ini dibangun dalam kuridor CAFTA  dan pada waktu bersamaan China juga meminta biar Malaysia membangun tempat Industri bebas bea di Malaysia dalam kuridor CAFTA. Inisiatif ini ditanggapi oleh China dan Malaysia dengan ditandai pembangunan Industrial Park China –Malaysia di Qinzhou dengan luas 55 KM2. Pada waktu bersamaan China juga membangun Kawasan Industri China-Malaysia di Kuantan-Malaysia seluas 5000 Hektar. 

Apa laba Malaysia ? Pengusaha Malaysia sanggup membangun pabrik di Industrial Park China –Malaysia dengan memanfaatkan segala sumber daya China dibidang tekhnologi dan sumber daya insan serta kelengkapan infrastruktur logistik. Sehingga pengusaha Malaysia bisa mengolah materi baku yang mereka miliki untuk kepasar domestic di China dan juga menjual kembali ke pasar Malaysia dengan harga pasti bersaing dengan Produk China. 

Apa laba dari China?  Pengusaha China sanggup menciptakan pabrik di Industrial Park China –Malaysia, di Kuantan untuk membangun produk berbasis technology untuk menjual ke-pasar domestik Malaysia,juga kepasar China dan memanfaatkan sumber daya insan Malaysia. Dengan adanya Industrial Park China –Malaysia ini maka kedua belah pihak saling mengisi atas peluang dari potensi masing masing.Yang pasti kedua belah pihak bisa lebih transparansi mengelola neraca perdagangan kedua Negara dengan lebih adil.

Dapat dibayangkan apa yang terjadi atas solusi dari akhir ketimpangan tersebut? Terjadi relokasi pabrik dari China ke Kuantan ( Malaysia ) dan pada waktu bersamaan terjadi relokasi agro processing ke China ( Qinzhou ). China mendapat produk Malaysia yang efisien dan Malaysia mendapat produk tekhonologi China yang murah. Kedua belah pihak saling mendapat manfaat dibidang sumber daya masing masing. 

Singapore tahun kemudian sudah pula memanfaatkan pola yang sama dengan Malaysia dan kini sedang dalam tahap pembangunan di Qinzhou. Philipina dan Thailand dalam tahap negosiasi menuju kesepakatan final tahun ini telah dilaksanakan. Ah..saya terharu waktu berada di Qinzhou ketika bendera Malaysia dan Singapore berkibar di Qinzhou. Kedua Negara ini memang punya kualitas pengusaha berkelas dunia. Mereka smart.Tidak manja. Mereka tidak apriori dan tidak paranoid dengan segala perubahan. Mereka siap menjemput masa depan atas dasar persahabatan dunia untuk hari esok yang lebih baik. Sejak tahun 2004 pemerintah kita tidak tergerak untuk memanfaatkan peluang CAFTA ini. Kita tidur dan ribut dengan perilaku paranoid dan kebodohan yang dipelihara. Padahal Tujuan dari CAFTA yaitu untuk meningkatkan perdagangan yang akan meningkatkan efisiensi dalam produksi dan konsumsi di dua wilayah ini. Tujuan balasannya yaitu dilema kesejahteraan di dua kawasan. 

Usai  makan malam dengan kader partai yang juga Direktur otorita Qinzhou berbisik kepada saya “ berusahalah sadarkan pemerintah dengan sabar. Yakinlah pemerintah anda kini mau mendengar dan bekerja. Suka tidak suka, sejarah menandakan bahwa kita bersaudara. Kita akan selalu bersama sama.” Saya hanya melongo dan dalam hati saya berdoa semoga suatu ketika saya bisa mengibarkan merah putih di Qinzhou dan membangun Indonesia –China Industry Zone seluas Batam menjadi kota modern yang dilengkapi infrastruktur berkelas dunia, dan biar China juga membangun proyek sejenis di Indonesia sebagai pola bagaimana kota di berdiri secara modern yang berbasis pada produksi dan tekhnologi.”

Tahun 2015, Pak Jokowi mencanangkan Sei Mangkei- Sumatera Utara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dengan luas 5000 hektar. Target proyek ini yaitu dalam rangka CAFTA. Saat kini pembangunan terus berlangsung tiada henti. Proyek melibatkan konsorsium BUMN dan Asing. Kelak Kuala Tanjung akan jadi tempat modern dengan menampung industri berkelas dunia sebagai kawan lokal meningkatkan nilai tambah produks pertanian, tambang dan perkebunan. Kerjasama yaitu keniscayaan untuk tumbuh dan berkembang dalam putawan waktu, apalagi di abad globalisasi. Kalau kita menolak globalisasi maka kita akan mundur jauh kebelakang dan terisolasi dari kemakmuran masyarakat modern...

Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait