Rekam Jejak Prabowo...

Tahun 2009 Sekjen Dewan Pertimbangan Organisasi HKTI LBP sadar bahwa PS dan Hashim tidak komit. Dia mengundurkan diri sebagai Dirut. Benarlah, setahun kemudian, ada tagihan antar bank ke bank Mandiri dan BI menyatakan posisi transaksi antar bank itu ialah potential loss. BI eksklusif mendebit rekening Bank Mandiri di BI untuk melunasi komitmen ke bank di Singapore. Dampaknya Dirut Mandiri masuk penjara dan beberapa direksi diberhentikan.

Nama Hashim dan Prabowo higienis dari aturan pidana atas kasus default itu. Karena yang melaksanakan perikatan aturan ialah PT. Anugra Cipta Investa dimana baik Hashim maunpun Prabowo tidak ada namanya di perusahaan itu. Mengapa PT. Energi Nusantara tidak melaksanakan skenario ( exit  strategy )  melepas saham ke jepang biar sanggup bayar hutang PT. Anugra Cipta Investa dan menyelamatkan Bank Mandiri dari default dengan bank di singapore ? Kita tidak tahu. Yang terang ada pihak jadi korban dan ada pihak yang berpesta dari transaksi ini. Tapi lantaran Neraca Kiani sudah bolong akhir dipreteli maka Kiani dalam kondisi Insolvent atau hutang melebihi asset yang ada. Babak pertikaian dengan kreditur memasuki babak gres lagi. Kasus dimulai dengan ketidaksanggupan PT Kiani Kertas membayar utangnya kepada PT Multi Alphabet Dinamika. Penundaan pembayaran utang kemudian disetujui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diumumkan di harian KOMPAS dan Kaltim Pos pada tanggal 20 Juni 2011.

Masalah besar terjadi, pengumuman itu berakibat pada munculnya 191 pihak kreditur yang mengklaim PT Kiani Kertas gagal bayar atas utang-utangnya. Empat dari 191 kreditur tersebut ternyata ialah perusahaan-perusahaan asing. Mereka ialah perusahaan raksasa internasional J.P. Morgan, Boschendal Investments Limited, Langass Offshore Inc, dan Credit Suisse. Keempat perusahaan abnormal tersebut bersama 3 perusahaan lokal memperlihatkan utang senilai lebih dari Rp 7,9 triliun. Ketiga perusahaan abnormal tersebut termasuk sebagai kreditur separatis dengan tagihan separatis. Utang tersebut akan terus menjerat PT Kiani Kertas hingga tahun 2025. Bahkan sisa utang senilai USD 139 juta akan diselesaikan dengan dukungan gres mulai tahun 2026 hingga ketika yang belum ditentukan. Dengan demikian, belum diketahui niscaya kapan jerat utang ini akan selesai, mengingat kondisi keuangan PT Kiani Kertas yang belum membaik hingga ketika ini, terbukti dengan adanya demo karyawan yang di PHK dan tuntutan  pajak kawasan yang belum dibayar, dengan alasan kondisi keuangan yang belum memungkinkan.

Menurut sobat saya, seharusnya kasus ini tidak perlu terjadi kalau commit melepas saham KK kepada exit buyer ( Marubeni ) sehabis diambil alih. Tetapi lantaran rakus dan merasa tidak ada tanggung jawab atas denah financing maka menganggap asset yang dibeli dari utang itu dianggap asset pribadi.  Secara moral sulit dibenarkan. Apalagi lantaran kasus ini ada direktur bank hingga jadi korban.

Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
Awal tahun ada gosip besar wacana Honggo Wendratno (HW) yang hilang begitu saja. Padahal tadinya beliau kondusif saja di Singapore walau kasus beliau termasuk mega skandal di kala Gus Dur, Megawati , kemudian SBY. Ya sebabnya lantaran tidak ada perintah pengadilan memastikan beliau tersangka. Kasus seputar HW berkaitan dengan Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Ceritanya begini. TPPI didirikan tahun 1995 Hashim Djojohadikusumo, bersama dengan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo dan Honggo Wendratno, dengan komposisi saham: Hashim Djojohadikusumo 50% di TPPI, sisanya dimiliki oleh Al Njoo dan Honggo. TPPI ini mendirikan proyek sentra petrokimia yang dananya dari bank milik Hashim sendiri. Ketika terjadi kasus KLBI , Bank Hashim termasuk yang ditutup, dan Hashim harus bertanggung jawab. Tahun 1998 Hashim menyerahkan seluruh saham milik di TPPI kepada BPPN.

Kemudian Pemerintah membentuk Tuban Petro sebagai holding untuk membawahi 3 perusahaan milik Hashim Djojohadikusumo, yang salah satunya TPPI. Struktur saham TPPI menjadi Turban Petro (59%), Pertamina (15%) dan sisanya oleh kreditur asing. Di Tuban Petro Holding ada saham pemerintah sebesar 70% dan sisanya perwakilan pemilik lama, Honggo Wendratno. Tetapi hebatnya Hashim tidak begitu tulus assetnya diambil pemerintah. Makanya HW yang merupakan orang kepercayaannya di tempatkan di Tuban dengan menguasai sebagian kecil saham.Uang pembelian saham itu berasal dari utang kepada Bank Century yang balasannya macet.

Hashim bertekad untuk membeli balik asset tersebut melalui BPPN, tapi pemerintah tak bersedia bernegoisasi dengan dirinya. Karena secara formal pemilik usang dihentikan melaksanakan pembelian ulang. Tetapi HW yang telah ada didalam PT Tuban bersama pemerintah selalu menghambat setiap upaya konversi saham Tuban Petro atas TPPI. Karena HW berjanji akan melunasi hutang TPPI Rp 17,8 triliun termasuk Rp 6,6 triliun utang kepada Pertamina, Rp 1,54 triliun kepada Perusahan Pengelola Aset qq Menteri Keuangan, dan Rp 1, 35 triliun kepada BP Migas. Sehingga proses pengambil alihan TPPI tidak pernah settle.

Di kala SBY, lantaran posisi HW ada di dalam Tuban holding yang bermitra dengan pemeritnah, dengan gampang beliau mendapat kontrak Tahun 2009, SKK Migas melaksanakan proses penunjukan eksklusif penjualan kondensat potongan negara kepada PT TPPI. Ini terang melanggar procedure. Karena tidak melalui ketentuan yakni Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-20/BP0000/2003-SO wacana Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-SO wacana Pembentukan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara.

Sebetulnya kontrak ini untuk kerjasama memproduksi BBM untuk dijual kepada Pertamina, tetapi PT TPPI mengolah menjadi LPG. Hasil penjualan tidak pernah disetor ke kas negara, tetapi dianggap sebagai pelunasan hutang TPPI kepada Pertamina dengan harga mark up. Hebat ya. Negara punya tagihan dibayar pakai barangnya sendiri dengan harga mark up. Selama 10 tahun, Pertamina sudah merugi 22 triliun. Itu lantaran kedekatan HW dengan Hatta Rajasa dan Murez, yang menempatkan Amir Sambodo, sebagai administrator Tuban Holding. Yang terang hutang HW di Bank Century tidak tersentuh hukum. Kasus seputar TPPI hanya dikenakan pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 wacana Tindak Pidana Pencucian Uang, yang sulit dibuktikan lantaran kita belum punya UU pembuktian terbalik. 

Silahkan anda nilai sendiri…Ingat " orang jahat sanggup menang lantaran orang baik diam." ( Edmund Burke)


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait