Jakarta -Calon hakim agung, Mohamad Puguh Haryogi, ditanyai penguji Aidul Fitriciada Azhari mengenai masalah pencalonan anggota DPD Oesman Sapta Odang (OSO). Puguh menilai seharusnya perselisihan pemilu ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Aidul menanyakan soal judicial review yang dilakukan salah seorang calon anggota DPD terhadap peraturan KPU. Aidul mengatakan, dalam putusan judicial review itu, disebutkan putusan tersebut tidak berlawanan dengan putusan MK yang menetapkan bahwa salah satu syarat menjadi calon anggota DPD itu harus dihentikan berprofesi lain, termasuk dihentikan sebagai pengurus parpol.
"Di dalam putusan judicial review yang dilakukan MA terhadap KPU, dikatakan bahwa putusan tersebut tidak berlaku surut. Nah berdasarkan Anda dengan melihat konsep negara aturan tadi apakah putusan MA sanggup menetapkan hal tersebut terkait dengan proses demokrasi padahal sebelumnya sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi?" tanya pewawancara Aidul, dalam wawancara terbuka seleksi calon hakim agung di KY, Jl Kramat Raya, Senin (7/1/2019).
Baca juga: Pusako: KPU dan Bawaslu Lalai di Kasus OSO |
Merespons hal tersebut, Puguh menilai masalah itu merupakan ranah pemilu. Dengan demikian, sepatutnya mengikuti ketentuan yang ada di MK.
"Pada dikala dibawa ke Mahkamah Agung, putusannya bertolak belakang. Maka pendapat yang perlu harus segera diselesaikan saya berpikir ini dalam ranah apa? Kalau ini dalam ranah pemilu, maka itu harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam MK. Karena perselisihan terhadap pemilu yang harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
Pewawancara kembali menanyai Puguh mengenai putusan Mahkamah Agung terhadap judicial review yang menyebut tak berlaku surut. Aidul menanyai apakah tak berlaku surut merupakan hal mutlak atau tidak dalam aturan pidana.
Sementara itu, Puguh berpendapat, dalam ketentuan tertentu, tak berlaku surut itu sanggup diabaikan. Menurutnya, harus ada aturan yang sanggup menafsirkan masalah itu biar tidak bias.
"Secara umum aturan ya Pak, saya katakan aturan tidak berlaku surut itu mutlak berlaku di negara kita sebagai suatu konstitusi yang disepakati. Namun, dalam hal tertentu masih dimungkinkan adanya yang berlaku surut itu diabaikan dengan batasan-batasan tertentu apabila politik negara/ kepentingan negara menghendaki hal itu. Nah, untuk menafsiri politik negara menghendaki demikian perlu dirumuskan dalam suatu aturan sehingga tidak terjadi biasa menyerupai yang terjadi dikala ini," ujarnya.
Ia menambahkan, ketentuan aturan yang berlaku surut berlaku untuk tindak pidana HAM. Misalnya masalah pembunuhan massal.
Saksikan juga video 'Formappi: Pencoretan OSO dari DCT Itu Tepat':
Sumber detik.com