Tadi saya ketemu dengan teman usang seorang aktifis kemanusiaan. Dulu 8 tahun kemudian saya pernah satu team dengan ia di China western development program. Di usia kepala empat ia nampak lebih muda dari usianya. Dia tiba ke indonesia menemui kawan kerjannya. Sore hari ia sempatkan bertemu saya. “ Kamu kan kesepakatan akan undang saya dinner. Kemana kita pergi ? Katanya saat bertemu di loby hotel. Saya ajak ia ke tempat Pecenongan makan seafood di restoran kaki lima. Dia menikmati suasana tempat kami nongkrong. “ Hampir semua Sino Indo ya. “ Katanya.
“ Ya ini tempat China town di Jakarta. “
“ Oh Ya. “
Seorang pengamen tiba membawakan lagu. Saya minta pengamen itu membawakan lagu “ You Liang Dai “ dari Teresa Tang. Kebetulan pengamen sanggup membawakan dengan baik. Usai menyanyi itu, saya beri tip. Dia tersenyum. “ Indonesia nampak pesat sekali pembangunan. Itu saya tahu dari media massa. Moga besok saya ada kesempatan ke Yogya dan kemudian ke Pontianak. “
“ Besok saya ke Hong Kong. Hati hati di jalan ya.” Kata saya.
“ Untung saja saya tiba lebih awal. Aku sanggup ketemu kamu. Walau hanya sebentar. “
“ 10 tahun ya kita ketemu sanggup dihitung jari.”
Dia tersenyum.
“ Saya membayangkan betapa hebatnya Indonesia. Dari data ekonomi yang saya baca,luar biasa sekali pencapaiannya dalam tiga tahun terakhir. China butuh 10 tahun untuk meletakan pondasi reformasi ekonomi. Ketika Deng memulai reformasi , kami diuntungkan pasar dunia sedang bergairah. Tetapi Presiden anda memulai reformasi ditengah krisis global dan defisit anggaran. Dan sukses melewati goncangan demi goncangan. Tentu yang terberat ialah tahun tahun awal ia berkuasa. Bagaimana itu sanggup terjadi ?
“ Sebagian besar rakyat Indonesia memang tidak berharap banyak kepada Presiden terpilih. Kami hanya ingin jangan lagi ada pemimpin yang masih ada kaitannya dengan masa lalu. Kami ingin mengubur masa kemudian semoga kami sanggup melihat ke masa depan. Itu sebabnya presiden kami pilih. Setelah itu kami siap mendapatkan perubahan walau harus menyakitkan. Kami sadar itu.”
“ Luar biasa. Tanpa revolusi kebudayaan, rakyat anda sanggup memaklumi perubahan. Bagaimana sanggup ?
“ Karena kami negara religius. Kami percaya kepada Tuhan dan sadar bahwa Tuhan tidak akan menolong kami bila kami tidak sanggup menolong diri kami sendiri. Pemimpin hanya mengatakan arah kemana kami harus melangkah. Dia bekerja keras melakukan amanah dengan rendah hati dan kami percaya itu. Selebihnya kamilah yang harus berbuat apa saja semoga negeri ini bergerak kedepan untuk anak cucu kami.”
Dia nampak terpesona dengan ucapan saya. “ GNP indonesia telah tembus USD 1 tiliun. Indonesia masuk kelompok negara USD 1 triliun GNP. Tidak biisa dibayangkan indonesia akan seperkasa ini jika melihat kejatuhan ekonomi tahun 1998. Tapi benar katamu. Semua lantaran pemimpin yang amanah dan rakyat yang sadar untuk berubah dan berdamai dengan masa lalu. Damai itu lebih baik walau memang menyakitkan. Ya, kan “ Katanya tersenyum.
Saya mengangguk.
“ Eh. tahun depan akan ada election ya. Kira kira gimana peluang MR. Jokowi ?
“ Kemungkinan akan terpilih lagi. Tetapi para oposan selalu mengangkat issue klassik soal kemiskinan dan harga naik. “ Kata saya dengan wajah sendu.
“ Bro, dengar ya. Penyakit kebudayaan negara yang pernah terjajah oleh kaum feodal selalu tidak ingin ada orang baik membela kepentingan orang banyak. Bagi mereka negara dan bangsa itu hanya sebatas bungkus namun hakikatnya ialah bagaimana mengekalkan budaya feodal. Budaya menjajah. Padahal kemiskinan itu akan selalu ada. Harga akan selalu naik. Siapapun presidennya. Tidak ada sistem negara yang sempurna. Tuhan pun tidak membuat insan semua kaya dan longgar. Ya, kan.
“ Siapapun calon pemimpin seharusnya tidak lagi memakai retorika kemiskinan untuk mendekati simiskin. Tetapi bagaimana mendelivery solusi untuk akrab kepada rakyat. Didalam sistem demokrasi yang saya perhatikan, kadang banyak pemimpin populis justru tiba dari kaum feodal yang tidak pernah berbuat aktual ditengah rakyat. Mereka berada di istana gading feodalisme. Hadir ditengah seminar kemiskinan tetapi mereka tidak pernah akrab dengan orang miksin. Bahkan makan sesuai sajian orang miskin pun hanya dilakukan saat kampanye. Ini penyakit kebudayaan.
“ Untunglah lebih banyak didominasi rakyat Indonesia menyadari ini. Mereka cerdas menentukan orang yang tepat untuk memimpin mereka. Jokowi orang yang tepat tentunya. Saya yakin dengan pencapaian yang dilakukan Jokowi selama periode kepempinannya tidak sulit baginya untuk mendapatkan proteksi lebih banyak didominasi rakyat Indonesia. Kalian akan baik baik saja. Indonesia akan menjadi negara hebat. Menjadi insprasi dunia islam bagaimana pemimpin muslim itu seharusnya. Menjadi ilham bagi negara demokrasi bagaimana melakukan demokrasi dengan benar atas dasar nilai nilai kebebasan, kesetaraan dan perdamaian” Katanya.
“ Saya harap juga begitu. Eh gimana dengan China ?
“ Kami sedang berhadapan dengan kepongahan AS. Tetapi itu tidak terlalu mengkawatirkan. Karena sektor manufaktur hanya menyumbang 17 % terhadap GNP kami. Yang terkena kan sektor manufaktur akhir perang dagang. Sektor pertanian masih lebih banyak didominasi penyumbang GNP. Data terakhir tingkat kepuasaan rumah tangga China semakin meningkat lantaran perluasan pemerintah dalam stimulus ekonomi untuk pembangunan pedesaan dilakukan secara meluas. Dan lagi perang dagang tidak akan berlansung lama. Ini hanya pencitraan Trumps saja hingga rakyat AS lupa harga naik dan kesepakatan populisnya. Bagaimanapun AS ialah penyokong perdagangan bebas. Itu tidak akan berubah. “
“ Kamu selalu optimis?
“ Justru kau yang optimis. Seperti indonesia itu tidak simpel loh. Musuhnya bukan orang abnormal tetapi dari dalam negeri sendiri. Mereka yang haus akan kekuasaan. Sementara china , kami hanya menghadapi musuh dari luar. Itu lebih jelas. Lebih terang menghadapinya. Semoga kalian baik baik saja. “ katanya dengan tersenyum.
Kami akhiri pertemuan itu sambil berjanji akan bertemu kembali. Sebelum keluar dari restoran itu anak kecil mengatakan tissue. Dia membeli satu dengan mengatakan pecahan Rp. 100.000 kepada anak kecil sambil membelai kepala anak itu dengan cinta layaknya seorang ibu. “ semoga kelak anak ini jadi presiden Indonesia. Presiden yang lahir dari wong cilik yang tahu arti kerja keras dan menyebarkan tentunya.” katanya melirik kearah saya.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/