"Sekarang saya sanggup laporan sudah lebih Rp 5.000 triliun ya. Ini utang sektor publik sudah di atas 60%. Sekarang ditambah utang BUMN, it's worrying. Kita mestinya konsen, mestinya khawatir," kata Sandiaga Uno dalam diskusi bertema 'Selamatkan BUMN sebagai Benteng Ekonomi Nasional’. Apa yang dikawatirkan oleh Sandi ? “ Tapi bila ada eksternal dan internal shock gimana, gimana bila ada suatu perlambatan ekonomi, bagaimana kalau trade war berlanjut, gimana bila komoditas anjlok luar biasa," ujarnya. Menurut saya apa yang dikatakan Sandi tidak mencerminkan beliau sebagai seorang laki-laki risk taker yang punya visi dan financial knowledge. Mengapa ? resiko itu niscaya ada. Apalagi bila kita berpikir hal yang mengkawirkan yang belum terjadi , itu akan semakin banyak yang dikawatirkan. Makanya perlu jadi orang itu smart. Biar engga kawatir melulu.
Tetapi sepakat saya akan ulas apakah yang menjadi kekawatiran Sandi itu masuk logika atau tidak? Sandi menyampaikan bahwa utang BUMN sebesar Rp. 5000 triliun lebih. Itu utang akumalasi termasuk utang BUMN Perbankan yang memang bisnis jasa keuangan. Semakin besar dana pihak ketiga dibank semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepada Bank dan semakin pertanda bahwa ekonomi tumbuh dimasyarakat alasannya orang bisa menabung. Utang real yang berkaitan dengan agresi perusahaan untuk pengembangan bisnis yaitu sebesar Rp.1980 Triliun. Bandingkan dengan asset BUMN yang hingga final tahun 2017 telah mencapai Rp 7.200 triliun. Makara dengan aset sebesar itu dan utang real yang rendah, tidak ada resiko yang perlu dikawatirkan.
Apakah utang itu akan membebani negara. Apakah resiko utang itu ditanggung negara ? Berdasarkan pelaksanaan riil, dari sekitar 245 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dipercepat oleh pemerintah di bawah komando Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), masih sangat sedikit yang dijamin pemerintah. Sejauh ini, tercatat dua BUMN yang menerima kemudahan penjaminan derma tersebut yakni PT PLN (Persero) terkait proyek listrik 35.000 MW dan PT Hutama Karya (Persero) terkait proyek pembangunan jalan tol Trans Sumatra. Dan lagi rasio penjaminan itu hanya 6% dari PDB atau masih dibawah pagu UU sebesar 10%. Artinya dari utang sebesar Rp. 1980 Triliun itu, jaminan pemerintah hanya 6%. Apakah itu mengkawatirkan? Tentu tidak.
Bagaimana hutang BUMN perbankan yang mencapai sebesar Rp3.311 triliun? Apakah beresiko ? dari total utang sebesar Rp3.311 triliun, sebesar Rp2.448 triliun atau 74%-nya merupakan komponen DPK. Apa itu DPK? dana tabungan dan rekening koran. Ini tercatat sebagai utang tetapi bukan utang real. Itu justru jasa perbankan untuk dapatkan untung. Sebesar Rp335 triliun merupakan cadangan premi dan akumulasi iuran pensiun. Nah utang real dalam bentuk derma dan surat berharga hanya sebesar Rp529 triliun. Bandingkan asset BUMN perbankan hingga Juni 2018, mencatat rata rata total aset Rp 2.945 triliun. Artinya utang itu dijamin oleh lebih 4 kali lipat aset. Dimana harus mengkawatirkan.
Pertanyaannya yaitu mengapa BUMN harus berutang? Ya alasannya pemerintah engga cukup dana. 90% APBN habis untuk belanja rutin, investasi pendidikan dan tempat pinggiran luar jawa. Contoh tahun 2018 Kementerin Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapatkan alokasi anggaran tertinggi yaitu Rp 104,7 triliun. Sisanya, anggaran tersebut dialokasikan melalui Kementerian Perhubungan sebesar Rp 44,2 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 33,9 triliun, serta investasi pemerintah baik itu lewat PMN maupun LMAN sebesar Rp 41,5 triliun. Pemerintah hanya bisa menyediakan 8,7% dana dari total kebutuhan di sektor infrastruktur. Nah sisanya yaitu peluang bisnis bagi BUMN dalam denah PPP. Pemerintah memberi penugasan kepada BUMN untuk membangun. Perhatikan besarnya peluang. Pemerintah memperkirakan total investasi infrastruktur yang diperlukan semenjak tahun 2014-2019 sebesar 450 miliar dollar AS atau lebih Rp 6750 T. Pemerintah tidak bisa menanti swasta melakukannya. Karana kemampuan swasta terbatas. Sementara pemerintah hanya focus membangun infrastruktur khususnya tempat yang tingkat komersialnya masih rendah, yang tida menarik secara perbankan.
Coba dech anda bayangkan. Anda hanya punya uang sebesar 8,7% dari kebutuhan dana yang seharusnya. Gimana caranya supaya pembangunan tetap jalan. Apakah negara harus tarik utang untuk memenuhi semua biaya bangkit infrastruktur ? tidak bisa. Karena utang negara dibatasi rasionya oleh UU. Makara engga bisa pemerintah sembarangan main utang begitu saja. Lantas bagaiman solusinya? Ya pemerintah memakai BUMN/Swasta melaksanakan misi membangun proyek tersebut. BUMN/Swasta tentu tidak bisa menyediakan sendiri uang sebanyak itu. Mereka forum bisnis. Tentu harus menarik dana dari luar. Kalau swasta mungkin tidak ada hukum soal menari utang. Tetapi BUMN aturannya ketat. BUMN tidak bisa menggadaikan assetnya tanpa izin dari pemerintah. Pemerintah tidak bisa mengizinkan tanpa izin DPR. dewan perwakilan rakyat tidak bisa mengizinkan bila melanggar UU. Sampai sekarang UU yang mengatur rasio utang masih belum diubah. Makanya BUMN yang berhutang ke bank umumnya memakai denah non recourse loan atau EPC loan ( inkind loan ), yang sifatnya off balance sheet alasannya memakai SPC.
Namun untuk berhutang ke bank atau forum keuangan pun tidak mudah. BUMN harus dalam kondisi sehat secara financial. Makanya pemerintah menyehatkan dulu BUMN gres diberi tugas. Cara penyehatannya yaitu melalui PMN ( penyertaan modal negara ) supaya struktur permodalan BUMN semakin berpengaruh sehingga feasible menarik derma dari luar. Cukup? belum. pemerintah juga menyediakan denah PINA ( pembiayaan investasi non anggaran ) supaya baik swasta maupun BUMN sanggup lebih gampang berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Cukup ? belum. Pemerintah juga membuka susukan pasar uang melalui hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memungkinkan dana nganggur di Lembaga Keuangan non bank menyerupai Dana Pensiun, Asuransi, ditempatkan di pasar obligasi. Cukup? Belum. Pemerintah juga membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang memungkinkan dana nganggur haji sanggup ditempatkan di pasar obligasi infrastruktur. Sehingga akan mendorong terjadinya securitisasi asset atas proyek yang sudah dibangun. Dengan demikian terjadi leverage asset untuk mengeskalasi kemampun membiayai infrastruktur.
Saya tidak melihat denah financial engineering dari Sandi yang bisa meyakinkan membangun tanpa utang. Soal solusi yang dikatakannya untuk mengurangi utang lewat securitisasi asset. Itu bukan teori baru. Sudah diterapkan oleh Jokowi dan hampir semua BUMN infrastruktur telah melaksanakan itu. Makanya mereka bisa me leveraga asset yang ada untuk memperbesar kemampuan financial nya mendapatkan penugasan dari pemerinntah membangun. Yang terang semua proyek infrastruktur yang dibangun secara luas itu, rakyat ( APBN) hanya menyediakan dana sebesar 8,7% dari total anggaran. Dan Jokowi bisa melaksanakan amanah itu dengan tepat tanpa harus menepuk dada. Dia bisa memotivasi bawahannya untuk membangun value lewat trust dan profesionalitas. Tanpa itu engga mungkin bisa sanggup financial resource dalam denah financial engineering yang smart. Semoga Sandi bisa memahami fakta daripada fiksi.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/