Dulu waktu Jokowi mencalonkan diri sebagai Walikota Solo, PAN ada bersama dia. Periode kedua, PKS ikut berkoalisi mendukung Jokowi. Ketika sahabat aku yang juga kader PKS dan juga elite PKS mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah di Sumatera Barat, beliau menggandeng kader PDIP sebagai wakilnya. Saya sempat tanya apa alasannya menentukan PDIP sebagai kawan koalisi? jawabnya sederhana tapi membuat aku terkejut. “ Apa yang diperjuangkan oleh PDIP itu juga yang diperjuangkan PKS. Idiologi PDIP itu membela kaum marhaen, kaum lemah. Hakikat Islam yang diperjuangkan yaitu kaum lemah untuk keadilan." Namun ketika Jokowi diusung oleh PDIP sebagai capres, maka keadaan menjadi lain. Mengapa ? pertama alasannya Presiden yaitu jabatan pimpinan Nasional, maka ini berafiliasi dengan jadwal nasional, kasus idiologi. Kedua, Jokowi di usung oleh PDIP. Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia ini hanya ada dua partai berbasis idiologi, yaitu PDIP dan PKS.
PDIP.
Marhaen yaitu pedoman Soekarno yang pada dasarnya membela kaum tertindas semoga berdikari dan kuat. Apa yang dimaksud dengan marhaen itu ? Marhaen yaitu nama petani asal jawa barat sebagai lambang anak bangsa punya alat berproduksi untuk kehidupan diri dan keluaganya. Kemudian PDIP menterjemahkan marhaen itu dengan istilah wong cilik. Kalau dilihat sekilah, marhaen itu hampir sama dengan pedoman komunis sosialis yang membela kaum buruh dan tani. Tapi terang jika anda baca buku goresan pena Soekarno, ada perbedaan yang prinsip dengan komunis sosialis. Namun didalam Marhaen semua golongan bisa nyaman. Golongan Islam, Nasionalis. sosialis, tentara, ada. Soekarno tidak mengajak orang perang kelas. Tidak mempersoalkan perbedaan sosial. Tidak. Soekarno memakai Marhaen untuk melahirkan Pancasila sehingga diterima semua golongan.
Apa yang menjadi ruh dari Marhaen dalah Pancasila. Marhaen tidak bicara golongan atau kelas tapi bicara sistem yang menjajah. Bagi Soekarno kelas itu ada alasannya sistem. Maka sistem itulah yang harus diperangi. Maka kemerdekaan itu yaitu keniscayaan. Soekarno yakin untuk mencapai kemandirian masyarakat marhaen harus melalui revolusi. Makanya walau sehabis indonesia merdeka, Soekarno masih memakai jargon Revolusi. Dan beliau disebut sebagai bapak revolusi yang senantiasa mengobarkan api revolusi. Mengapa ? Karena sehabis merdeka, sistem belum bisa mengubah nasip kaum marhaen. Sistem patron dan clients yang menempel dengan kebudayaan Indonesia masih terjebak dengan feodalisme dan menindas kaum marhaen.
PKS.
Banyak orang menilai PKS itu identik dengan HTI , yang punya cita cita mengubah NKRI menjadi Negara Islam atau ingin mengubah Pancasila menjadi Syariah. Itu tidak tepat. Kalau hingga terjadi persepsi menyerupai itu sanggup dimaklumi alasannya PKS yaitu reinkarnasi gerakan politik islam semenjak kematian Masyumi oleh rezim Soekarno dan Soeharto. Gerakan itu berdiri semenjak tahun 1970 namun lebih kepada gerakan dakwah. Tidak bicara politik. Makanya Soeharto tidak curiga. Tetapi membisu diam gerakan itu terus membesar. Karena ada Mohammad Natsir yang merupakan tokoh Masyumi dan juga pelopor utama DDII (Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia), yang belakangan berhasil menarik pensiunan jenderal dan elite politik ujtuk mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Soeharto dalam bentuk petisi 50. Sejak itu M Natsir dan kawan kawannya di cekal seumur hidup.
Walau gerakan itu semakin dipersempit ruangnya alasannya sudah masuk radar di curigai Soeharto, namun secara membisu diam mereka terus bergerak melalui LDK ( forum Dakwah Kampus ), yang kemudian banyak bergerilya di dalam kampus dan tetap bab dari DDII. Lambat laun menjadi gerakan Tarbiyah yang bukan hanya membangun masjid di kampus tapi juga forum pendidikan Nurul Fikri, forum dakwah Khoiru Ummah, kelompok kesenian nasyid, dan majalah Sabili. Selain itu, gerakan Tarbiyah juga membuatkan banyak sekali gagasan dan pemikiran mereka melalui buku-buku yang diterbitkan antara lain oleh penerbit Gema Insani Press (GIP), Pustaka Al-Kautsar, Era Intermedia, dan Asy-Syamiil.
Ketika tahun 1998, Soeharto jatuh, dan kaum reformis menang, gerakan islam yang tadinya dibawah tanah, segera berdiri mengambil kesempatan ini. Apakah yang muncul Masyumi ? wajah gres dalam gerakan kesatuan Islam ? Tidak. Mengapa ? alasannya tokoh pemersatu gerakan islam ketika itu Amin Rais tidak komit. Seandainya Amin Rais sebagai tokoh gerakan Reformasi bersedia menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang ( PBB) , kemungkinan besar PK tidak akan pernah ada. Bahkan PKB dan PAN juga tidak ada. PBB akan sangat besar menyerupai kurun kejayaan Masyumi tahun 1955 alasannya adonan dari semua gerakan islam. Tapi Amin Rais menolak jadi tokoh gerakan islam dan mendirikan partai pribadinya yang berjulukan PAN. Karena itu lahirlah PK, yang kemudian menjadi PKS.
Nah siapa yang ada didalam PK itu? ya dari semua gerakan islam. Tidak ada satupun golongan islam yang dominan. Mereka dengan latar belakang aliran Islam berbeda berkumpul menjadi satu di partai ini. Orang dengan pemahaman agama menyerupai apa pun bisa masuk PK. Di partai ini, ada orang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan aliran Artikel Babo. Makara jika hingga ada orang HTI masuk dalam PK itu juga tidak bisa dipungkiri atau keluarga dari mantan pemberontak DII/TII juga bisa. Tapi PK ternyata tidak begitu efektif menarik massa islam. Karena terjadi banyak faksi PK sehingga arah usaha tidak jelas. Terbukti dalam pemilu bunyi PK hanya satu koma.
Tahun 2002 PK berubah menjagi PKS. Saat itulah PKS sangat berbeda dengan PK. PKS menjadi partai terbuka dan syariat islam yaitu masa lalu. Tentu perubahan politik PKS ini membuat kader akar rumput dari banyak sekali aliran islam menyerupai HT dan lain lain merasa di khianati. Karena jadwal mereka ingin mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 menjadi Syariat Islam. DI Era SBY banyak kader PK yang mengundurkan diri. Namun semenjak Pemilu 2014, SBY berhasil mempersatukan ormas islam menyerupai HTI, Syalafi, Masyumi, FUI, FPI, untuk mendukung PKS, PAN dan PKB berhadapan dengan PDIP yang mencalonkan Jokowi sebagai Presiden.
Perseteruan antar Idiologi.
Semua tahu adanya akad China ASEAN free Trade Area yang memungkinkan China punya saluran luas ke Indonesia dalam hal investasi dan perdagangan itu ditanda-tangani kurun SBY. Yang ketika itu SBY didukung oleh koalsi partai islam. Tetapi anehnya issue soal Jokowi pro China dan PKI yang sengaja di hembuskan oleh kubu Prabowo, pribadi di makan oleh akar rumput partai pendukung Prabowo. Mengapa ? alasannya ada alasan historis yang rasional wacana issue tersebut. Ceritanya begini. Seusai Pemilu 1955, diadakan sidang konstituate yang bertujuan mengubah Undang-Undang Dasar 45. Kelompok Islam sudah diatas angin untuk mengubah Undang-Undang Dasar 45 sesuai dengan syariah islam dengan mengembalikan tex Pancasilan sesuai dengan Piagama Jakarta. Soekarno tidak happy atas situasi sidang konstituante itu. Kalau hingga Soekarno menolak perubahan Undang-Undang Dasar 45 yang dirancang oleh Konsituante bentukan Pemilu 1955, itu bukan alasannya Soekarno anti demokrasi tapi lebih alasannya kekawatirannya perubahan Undang-Undang Dasar 45 akan melahirkan feodalisme gaya gres melalui patron agama. Apalagi ketika itu Masyumi berhasil menjadi partai besar. Atas dukungan dari TNI, Soekarno mengeluarkan dekrit presiden kembali ke Undang-Undang Dasar 45 secara murni maka ketika itulah genderang perang dengan patron kaum agama, khususnya golongan islam yang punya jadwal syariah. Tentu mereka sakit hati. Karena apabila tidak ada dekrit presiden, usaha mendirikan negara islam sudah terjelma.
Tentu Soekarno bersikap menyerupai hal tersebut punya alasan yang kuat. Soekarno percaya bahwa antara islam , nasionalis dan komunis punya jadwal sama yaitu bagaimana membela kaum marhaen dan mendobrak mata rantai patron yang membelenggu kemandirian kaum marhaen. Makanya NU menyatakan keluar dari Masyumi dan bergabung dalam barisan nasional mendukung Soekarno bersama PKI, PNI, yang kemudian di kenal dengan NASAKOM. Musuh kaum marhen sehabis merdeka bukanlah orang asing tapi bangsa sendiri yang masih punya mental feodal dalam hubungan antara patron dan clients. Politisi agama tak lain memperlihatkan peluang patron agama menindas clients yang juga kaum marhaen. Karenanya tanpa ragu Soekarno melibas semua patron islam yang berpolitik dan makar. Tentara Nasional Indonesia tanpa ragu ada dibelakang Soekarno bukan hanya alasannya loyalitas tapi juga Tentara Nasional Indonesia diberi hak berpolitik. Sehingga semua dalam barisan strategis menuju indonesia mandiri.
Kelompok islam punya jadwal yaitu mendirikan negara berbasis syariah. Karenanya mereka tidak pernah menganggap musuh selain PDIP. Bagi mereka semua partai selain PDIP yaitu pragmatis, yang bisa berubah haluan kapan saja tergantung situasi dan kondisi politik. Makara musuh golongan islam yaitu kelompok yang memperjuang idiologi. Dan itu yaitu Marhaen yang dibungkus dengan Partai Nasionalis, yang kemudian berinkarnasi menjadi PDIP. Benarkah ? Perhatikan sejarah berikut: Di kurun Soeharto walau bagaimanapun perilaku keras Soeharto terhadap kelompok radikall islam, Ormas islam mayoritas dan kelompok intelektual islam tetap menaruh keinginan kepada kepemimpinan Soeharto sebagai soft landing untuk hadirnya kekuatan gres islam di Indonesia. Setelah Soeharto jatuh dan Megawati berhasil mengakibatkan PDIP sebagai pemenang pemilu 1999, namun gagal sebagai RI-1. Kursi presiden jatuh kepada Gur Dur. Mengapa? Adanya poros tengah yang merupakan koalisi partai islam yang memastikan Gus Dur unggul dalam Voting di MPR. Megawati harus lapang dada mendapatkan posisi sebagai wakil presiden.
Tampilnya SBY ke panggung politik, alasannya semua ormas islam dan Partai islam bersatu mendukung SBY dengan tekad asal bukan Megawati ( asal bukan PDIP). Padahal ketika itu Megawati berpasangan dengan Hashim Muzadi yang juga ketua PBNU namun tidak ada pengaruhnya meredam issue negatif bahwa PDIP anti islam. Tahun 2009 Megawati berpasangan dengan Prabowo dengan keinginan kelompok islam yang ada dibelakang SBY bisa menyeberang ke Megawati. Namun tidak ada pengaruhnya. SBY semakin solid dengan Partai islam dan ormas islam. Nah tahun 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa dari PAN. Semua partai islam dan ormas islam bersatu mendukung Prabowo. Mengapa ?
ini bukan alasannya Prabowo andal dan dipercaya tetapi alasannya Jokowi diusung oleh PDIP. Musuh mereka bukan Jokowi tetapi PDIP. Ini dendam usang yang tak pernah padam. Samahalnya sekarang. Semua elite partai islam menyerupai PKS dan PAN sangat paham bahwa kinerja Jokowi tidak perlu diragukan. Mereka sangat tahu bahwa Jokowi yaitu pemimpin terbaik yang pernah ada di Indonesia, tetapi masalahnya ini soal politik. Idiologi marhaen yang ada pada PDIP itulah pokok persoalannya. Walaupun Jokowi berpasangan dengan KH. Ma’ruf Amin yang tokoh NU dan juga ketua Umum MUI, tidak ada pengaruhnya mengurangi kebencian kelompok islam yang masih bermimpi mendirikan negara berbasis syariah. Kelompok islam tidak peduli bila Prabowo punya jadwal menyerupai kurun Orba yang pernah membuat luka usaha islam. Bagi mereka itu lebih baik daripada negara dibawah kendali kaum marhen dan nasionalis yang pasti membuat jadwal mereka mendirikan negara berbasis syariah terkubur zaman.
Kesimpulan
Ketidak sukaan sekelompok umat islam terhadap Jokowi khususnya yang ada di Sumatera Barat- Riau yang dulu sebagai basis PRRI dan Jawa Barat yang dulu sebagai basis DII/TII. Itu bab dari sejarah gelap bangsa ini yang hingga kini masih menyimpan dendan. Masih ada sekelompok orang tidak pernah seratus persen mendapatkan Pancasila sebagai falsafah negara, sebagai dasar idiologi negara. Padahal di kurun kini idiologi tidak lagi sebagai panglima semenjak Komunis melarat di Uni Soviet dan China jadi kapitalis, dan pasar terpuruk di jantung kapitalis Wallstreet. Turki sebagai simbol khilafah yang pernah sukses berkuasa 600 tahun, bergandengan tangan dengan China dan Rusia yang sekular. Arab sebagai pengawal dua kota suci, mulai berhutang RIBA untuk APBN nya dan menerapkan pajak penjualan. Makara jika masih bermimpi berkuasa dengan alasan menegakan syariah islam secara kaffah, itu sudah ketinggalan jaman. Cara berpikir ndeso dan tidak intelek.
Era kini yaitu kurun kerja sama dan sinergi antara golongan, antar bangsa, antar agama. Semua bertujuan untuk perdamaian semoga mencari uang mudah, berbahagia dengan cara sederhana. Pemimpin andal tidak ditentukan oleh pendidikan atau sipil militer, ulama non ulama tetapi oleh akhlak. Orang menentukan pemimpin alasannya akhlaknya. Apa dasar menentukan pemimpin ? beliau punya sifat rendah hati dan hidupnya sederhana. Bijaksana, yang tidak gampang membuat konplik dan musuh. Jujur dan amanah. Setia kepada keluarga dan sahabat. Cerdas. Konsisten, dan bertanggung jawab alasannya itu. Tidak mementingkan diri sendiri dan keluarga. Bukan dari golongan hamba sahaya atau yang hidup dari santunan dan donasi. Tapi sebagai wirausaha yang bisa menghidupi dirinya sendiri dari kreatifitas akal. Dan yang sangat penting yaitu Taat menjalankan agama. Itu semua ada pada Jokowi.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/