Mengapa Bpjs Rugi ?



Di dunia bekerjsama bisnis yang engga mungkin rugi ialah asuransi. Mengapa ? Karana beliau hanya jual kesepakatan jikalau ini jikalau itu, orang banyak bayar sekarang. Sementara hal yang berkaitan dengan jikalau ini dan itu telah di cover dengan risk management menyerupai ketentuan usii dan tingkat kesehatan minima penerima untuk asuransi kesehatan, asuransi resiko Artikel Babo telah di cover perlindungan cost dengan segala kemungkinan jelek melalui high premium. Kaprikornus apapun itu jenis asuransi resiko , perusahaan asuransi lebih banyak menangnya dari pada kalahnya. Kebangkrutan AIG ada teladan masalah yang sempurna bagaimana Perusahaan Asuransi sanggup jatuh dengan gampang saat prinsip bisnisnya hilang, dimana ketentuan risk management di abaikan dengan syarat yang longgar. Pada awalnya management AIG menganggap semua risiko kredit perumahan itu sudah memenuhi standar kepatuhan otoritas tapi AIG lupa bahwa mereka bukan forum keuangan yang boleh mengambil resiko atas surat utang orang lain dengan mengabaikan prinsip bisnis nya sendiri.  

Kini mengapa BPJS kesehatan merugi. Bahkan merugi semenjak awal bediri. Benarkah ? Berdasarkan data pada tahun 2014, BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 3,3 triliun, dan meningkat menjadi Rp 5,7 triliun pada tahun 2015. Di tahun 2016, jumlah defisit meningkat lagi jadi Rp 9,7 triliun. Di Agustus 2017, defisit sudah mencapai Rp 8,5 triliun dan diduganya sanggup menjadi Rp 11 triliun hingga Rp 12 triliun di simpulan 2017. Mengapa sanggup rugi ? Penyebabnya pertama, BPJS menetapkan tarif premi dengan prosedur cross subsidi. Ada dua jenis premi yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non-PBI. Untuk PBI sumbernya dari APBN dan APBD. Premi untuk kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan. Namun, menurut hitungan aktuaria, seharusnya premi kelas III sebesar Rp 53.000. Artinya, subsidi sebesar Rp 27.500. Kemudian premi kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan. Berdasar hitungan aktuaria, premi seharusnya Rp 63.000 per bulan. Dengan demikian, subsidi Rp 13.000..

Apakah hitungan premi aktuaria itu dibentuk begitu saja? Tidak. Ada dasar perhitungannya. Dasarnya atas biaya yang menjadi standar yang diatur dalam UU dan peraturan pemerintah yang mencakup biaya pos kapitasi, pos INA CBGs, pos Dana Pengelolaan BPJS Kesehatan menyerupai upah, insentif, dan dana operasional, serta pos preventif dan promot. Pelanggan antas biaya ini sanggup kena konsekwensi hukum. Makanya BPJS kesehatan menetapkan SOP yang ketat dan diterapkan secara database online. Sedangkan untuk hitungan premi kelas I atau non PBI sebesar Rp 80.000 sudah pas dengan hitungan aktuaria.

Lantas dimana hingga rugi? Karena faktanya dari 116 juta penerima BPJS yang non PBI hanya sebanyak 10,54 juta penerima atau hanya 9% dari total peserta.. Kaprikornus masuk akal saja rugi alasannya lebih banyak yang disubsidi daripada yang bayar premi non PBI atau mandiri. Padahal tadinya diperlukan dari laba premi non PBI sanggup menutupi subsidi PBI. Tapi minat non PBI memang rendah. Padahal sudah ada pemaksaan sesuai PP 86/2013 dengan menyertakan hukuman aturan bagi yang tidak ikut BPJS kesehatan.

Solusinya :
1. Pemerintah menetapkan upah minimal formal Rp 12 juta sebulan. Agar premi sebesar 2% sebulan untuk BPJS sanggup dibayar dan tidak menciptakan BPJS tekor membayar subsidi kekurangan yang di reimburse APBN/D. Kalau penerima non PBI naik dua kali lipat saja maka cross subsidi sanggup dilakukan. Tidak ada rugi lagi

2. Kalau tidak sanggup menetapkan upah minimal sebesar Rp 12 juta, maka pemerintah harus bailout kerugian BPJS . Karena ini amanah UU. Ini yang salah bukan BPJS tapi sistem yang di create pemerintah di kala SBY tidak memperhitungkan resiko negatif cash flow akhir agenda utopia yang memaksakan vitalitas dengan konsumsi viagra. Tentu pemerintah harus melaksanakan serangkaian kebijakan terhadap BPJS dengan restruktur subsidi dan tarif. Memperbaiki management BPJS biar menjadi pengelola Asuransi berkelas dunia, yang bukan hanya mengandalkan subsidi eksklusif tapi juga mengelola pendapatan diluar itu. Kreatifitas management BPJS sangat memilih bagaimana agenda sosial yang diamanahkan UU sanggup terealisasi dengan baik.

Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait