Jakarta -Pengacara Boyamin Saiman melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk permohonan tunjangan terhadap kliennya, Hartono Karjadi. Boyamin menyampaikan tunjangan diminta alasannya adanya dugaan penangkapan paksa terhadap kliennya di Singapura.
"Koruptor saja tidak pernah dikejar hingga Singapura, ini urusan keperdataan yang sifatnya tidak merugikan langsung, itu kan dianggap memalsu akte aja, tapi kan kita tetap debitur, mengakui masih punya utang," kata Boyamin ketika dihubungi, Senin (7/1/2019).
Boyamin menyampaikan surat untuk Jokowi dikirimkan lewat Sekretariat Negara. Dalam surat tersebut, Boyamin juga meminta penyidikan masalah kliennya dihentikan.
Bonyamin menjelaskan, masalah yang menjerat kliennya terkait pemindahan saham. Hartono dituduh menggandakan dokumen dalam kasus itu.
"Itu murni bahwa saham di PT GWP itu yang 5 persen dipindahkan dari abang tertua kepada adik bungsu, alasannya abang tertuanya Hartono ini sudah renta sakit-sakitan biarlah diurusi adiknya, cuma dituduh memalsu alasannya tidak izin yang pemilik utang. Pak Hartono juga sudah mengajukan izin pada pemilik utang yang dari BPPN, Bank kita anggap sudah final alasannya sudah ke BPPN, tapi yang diwakili Tomy Winata itu bank-nya, yang masih mengaku punya utang," paparnya.
Selain meminta tunjangan presiden, Boyamin juga berencana melaporkan dugaan penangkapan paksa ini ke kepolisian. Pelaporan direncanakan pekan ini.
"Ya kita rencanakan ke forum kepolisian ya, mungkin Mabes Polri. Minggu-minggu ini lah planning kita tidak lanjuti," ujarnya.
Boyamin juga mengklaim ada bukti visual terkait insiden tersebut. Rekaman CCTV, kata Boyamin, sudah dikantongi pengacara di Singapura.
"Ya jika kita kan pengacara Singapura itu lebih teliti dari kita-kita dan lebih confirm dan ada foto, CCTV segala macam kok. Tapi agar dibuka oleh lawyer Singapura lah alasannya mereka yang punya otoritas," pungkasnya.
Sementara itu, Mabes Polisi Republik Indonesia membantah melaksanakan penangkapan terhadap pengusaha Hartono Karjadi di Singapura.
Polisi memang telah tetapkan Hartono dalam daftar pencarian orang (DPO), tapi belum sanggup melaksanakan penangkapan alasannya Singapura mempunyai yuridiksi aturan sendiri.
"Tidak ada anggota penyidik kita yang ke Singapura," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo kepada detikcom, Senin (7/1/2019).
Dedi menjelaskan, masalah Hartono Karjadi memang sedang dalam penyidikan Direktorat Krimsus Polda Bali. Polda Bali juga sudah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Hartono semenjak 1 Desember 2018.
Untuk melaksanakan penangkapan terhadap Hartono, polisi harus koordinasi dengan pihak yang berwenang di Singapura terlebih dahulu.
"Tidak ada (penangkapan) alasannya Singapura mempunyai yuridiksi sendiri. Harus ada pemberitahuan dan ijin terhadap otoritas di sana dan stake holder terkait alasannya Polisi Republik Indonesia harus menghargai kedaulatan aturan negara lain," kata Dedi.
Simak juga video 'Menemukan Dugaan Korupsi? Laporkan ke Call Center KPK':
Sumber detik.com