Sekitar Kereta Cepat...

Kemarin ketemu sobat ,dia bilang bahwa kemungkinan aka nada Pansus dewan perwakilan rakyat perihal Kereta cepat. Benarkah ? saya tidak begitu yakin namun kemungkinan selalu ada.  Saya yakin dewan perwakilan rakyat tidak punya dasar mem pansus kan Jokowi atau Menteri BUMN mengenai proyek kereta cepat ini. Mengapa? .Proyek ini dilaksanakan atas dasar Peraturan Presiden No.3 tahun 2016. Walau sebagian pengamat menyampaikan bahwa PerPres ini tidak sesuai procedure lazim namun secara hokum tata Negara tidak disalahkan bila PerPres tanpa paraf dari Menteri.  Dalam Peraturan Presiden ini dijelaskan bahwa proyek Kereta cepat masuk dalam salah satu jadwal percepatan pelaksanaan proyek strategis Nasional. Walaupun dalam  PerPres  menyebutkan bahwa Pemerintah sanggup menyampaikan jaminan namun khusus untuk proyek Kereta cepat tidak diberikan jaminan. Hal ini sudah ditetapkan dalam Perpres No.107  tahun 2015 perihal  Percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat Jakarta Bandung. Menteri Keuangan pun sudah menegaskan bahwa Kementrian Keuangan tidak akan mengeluarkan financial guarantee atas project tersebut. Yang dibutuhkan oleh Konsorsium Proyek Kereta cepat ialah kepastian hokum.

Mengapa perlu ada kepastian aturan ? Karena proyek ini memang tidak ada dasar hukumnya yang berkaitan dengan Business to Business ( B2B). Tidak menyerupai jalan Toll yang sudah ada UU mengenai BPJT dan pembangkit listrik sesuai UU Kelistrikan dimana aturannya sudah terperinci dan ada kepastian hokum. Karena tidak adanya dasar hokum maka persoalan jangka waktu konsesi masih belum sanggup dipastikan. Masalah hak eklusifitas yang diajukan oleh konsorsium project terhalang oleh adanya UU Perkreta apian,dimana tidak ada hak eklusif untuk kereta umum. Masalah ini menjadi tanggung jawab pemerintah, DPR, MA  untuk menyampaikan solusi bila ingin proyek ini sanggup di laksanakan sesuai dengan jadwal nasional. Berkaitan dengan AMDALwalau sudah di keluarkan oleh Menteri KLH pada 21 Januari 2016. Setelah izin Amdal diterbitkan, KLH memberi ruang ke publik memberi masukan selama 1 bulan. Hasilnya, KLH mendapatkan banyak catatan publik dengan izin yang sudah dikeluarkan. Pihak konsorsium diminta melengkapi data sampel, data fisik lapangan, menyangkut gerakan tanah, gempa dan curah hujan. Ada 4 poin titik kritis, 1 kategori high dan 3 kategori medium di KM 87, 74, 79 dan 82.Tugas konsorsium untuk melaksanakan studi menyeluruh lengkap dengan solusi tekhnologi untuk mengatasi titik kritis. Sebetulnya solusi itu sudah ada. Tinggal dilengkapi saja.

Mengapa Cina di pilih?
Cina ditetapkan sebagai investor pada proyek kereta cepat ini alasannya hanya Cina yang bersedia mengikuti ketentuan dari Peraturan Presiden perihal  tidak ada jaminan dari pemerintah. Pemerintah  China melalui CDB bersedia menyampaikan pemberian dengan bagan non recourse loan. Sehingga cina bukan hanya menyampaikan kemitraan tapi juga financial solution, yang ini tidak gampang didapat ditengah krisis global kini ini. Ini konsep B2B murni,dimana negara tidak menanggung resiko apapun dari adanya proyek ini. Cina merupakan negara yang punya pengalaman paling luas dalam modernisasi angkutan massal. Cina punya jalur kereta cepat sepanjang  19.000 KM. Bandingkan dengan Jepang yang hanya 2.664 KM. Semua spec tehnology Kereta Cepat yang dimiliki Jepang juga ada pada china, misal peringatan dini apabila ada gempa sehingga kereta sanggup berhenti seketika sebelum hingga dititik gempa. Cina juga bersedia mematuhi mengenai local content dimana 50% aluminium dari Indonesia, Juga Cina bersedia supaya lebih lebih banyak didominasi memakai rekanan lokal dan SDM indonesia yang akan mencapai lebih dari 80.000 orang.

Pembiayaan proyek
Pembiayaan project sesuai business model ini terdiri dari : EPC cost ( engineering, procurement ,contruction ). Sinking fund untuk risk management. Komposisi biaya pembangunan kereta cepat meliputi infrastruktur, suprastruktur, tanah, porsinya 60% , kemudian biaya untuk pembangunan jembatan dan terowongan mencapai 20% dari total biaya. Memang Biaya ini di atas dari biaya di Eropa atau negara lain yang insfrastruktur nya telah established, yang biasanya 10% dan 25% dari total biaya infrastruktur kereta cepat. 

EPC cost 
karena proyek ini berjangka panjang dengan dana besar tanpa jaminan resiko apapun dari pemerintah maka di perlukan kualitas proyek yang tinggi supaya biaya maintenance murah dan tahan lama. Disamping itu kereta harus nyaman, alasannya ini bukan sarana angkutan utama tapi angkutan alternatif Karenanya harus memenuhi unsur marketing dan quality service. Agar penumpang bahagia dan jadinya beralih kepada angkutan alternatif ini. Makara spec EPC menyerupai ini tentu harganya lebih mahal di bandingkan proyek yang ada unsur sosial dimana pemerintah terlibat membiayainya.

Sinking fund
Karena proyek ini menanggung resiko terutama ketidak pastian traffic dan passenger sesuai standar kelayakan proyek. Makanya diharapkan komplemen investasi untuk membangun TOD (Transit Oriented Development) di empat stasiun, yaitu Halim, Kerawang ,Walini , Gedebage. Di Halim akan dibangun tempat parker dan sentra perbelanjaan. Lahan untuk ini mencapai 25 hetar. Di Krawang lahan seluas 250 hektar akan dibangun sentra bisnis, block city dengan konsep iundstrialisasi.Di Walini selusa 1270 hektar akan dibangun sentra hiburan sekelas  Disneyland, Legoland,Universal Studio, teater musical. Juga akan dilengkapi dengan Rumah sakit berkelas international, sentra riset , universitas dan market place untuk berang kerajinan tangan rakyat. DI Gedebage seluas 400 hektar akan di bangun Teknopolis dan depo kereta cepat. Dengan adanya TOD dalam jangka panjang jumlah penumpang akan meningkat sehingga sanggup melewati BEP. Selama proses mencapai traffic & passenger diatas BEP, di perlukan komplemen modal untuk menutup kerugian supaya pengelolaan tidak terhenti. Maklum investasi kereta cepat mahal dan biaya maintennace dan operationt tidak sanggup terhenti. Kalau tidak akan terjadi potensial loss.   

Sumber dana
Proyek ini mendapatkan sumber dana dari CDB ( china development bank ) melalui bagan non recourse loan dengan tenor 40 tahun dan masa tenggang 10 tahun.  Apa itu non recourse loan ? bagan pemberian dengan collateral projek itu sendiri ( SPC). Selama SPC belum sanggup mengembalikan pemberian maka SPC tidak boleh melaksanakan perikatan dengan pihak ketiga untuk tujuan mendapatkan komplemen modal atau pinjaman. Pinjaman diberikan CDB dengan LTV 75 % dan sisanya atau 25% equity dari perusahaan Special propose vehicle (SPV) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan china yang terdiri dari  PT. Kereta Cepat Indonesia China, yang terdiri dari  PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII. dan  China Railway Corporation. Komposisi saham pada SPV ialah 60% konsorsium BUMN Indonesia dan 40 % China Railway Corporation. Karena BUMN indonesia dihentikan menempatkan dana PMN maka mereka mendapatkan solusi dengan kemudahan Share holder loan. Collateral pemberian ini ialah saham BUMN yang ada di SPV. Makara tidak menganggu neraca keuangan BUMN atau tidak akan menghipnotis Debt to Equity Ratio (DER) dari BUMN. 

Apakah proyek ini layak secara ekonomi?
Kelayakan proyek ini alasannya adanya TOD sebagai risk management. Tanpa ada peluang konsesi bisnis mengelola TOD maka dipastikan secara bisnis proyek kereta cepat ini tidak menguntungkan. Di perkirakan dari TOD sanggup menyumbang penerimaan sebesar 26% dan sisanya 74 % dari penjualan tiket. Ini tidak termasuk  value TOD yang setiap taun meningkat seiring berkembangnya kawasan. Seperti kenaikan harga kaveling tanah, project derivative value menyerupai Advertising, cash digital atas alat pembayaran ticket, dan lain lain. Inilah trigger bagi investor tertarik menanamkan uangnya. Kalau alasannya itu investor untung, tetap saja negara tidak rugi. Karena 25% pajak penghasilan di nikmati oleh negara dan ini akan di kembalikan kepada rakyat untuk memperkuat posisi APBN. Belum lagi pajak barang glamor dan pajak penghasilan bagi pekerja yang terlibat dalam proyek ini secara keseluruhan.

Yang patut di pahami bahwa proyek ini jangan hanya dilihat dari jangka pendek. Walau waktu tempuh Jakarta-Bandung mencapai tiga jam saat periode normal. Namun, waktu tempuh kedua kota tersebut sanggup berkali lipat lebih usang saat periode final pekan atau liburan. Permasalahan semacam ini harus segera dipecahkan dan solusinya harus jangka panjang. Sebab, dalam tahun-tahun mendatang, persoalan yang sama dan bahkan lebih parah da sanggup terus terjadi. Masalah ini harus dicari solusinya. 30 tahun yang akan tiba bila tidak punya solusinya, Jakarta-Bandung sanggup berpuluh jam.Juga harus di catat bahwa operator bukanlah pemilik asset dari proyek ini.Secara undang undang Asset Kereta cepat tetap di miliki oleh Negara.Pihak operator hanya mendapatkan konsesi bisnis selama jangka waktu 50 tahun dan sesudah itu harus di serahkan kepada pemerintah untuk dikelola sendiri. Dengan memakai bagan business to business maka  dana APBN sanggup dipakai untuk pembangunan infrastruktur yang Indonesia sentris. Terbukti dana infrastruktur tahun ini meningkat 76,3 persen yaitu sebesar 313,5 triliun yang sanggup dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa

Dari bagan B2B proyek Kereta cepat ini kita mendapatkan solusi angkutan massal, pengembangan wilayah melalui system koneksitas antar wilayah dan solusi pembiayaan yang dalam jangka panjang proyek akan dikembalikan kepada pemerintah, yang semua itu tanpa keluar uang dari APBN namun rakyat menikmati angkutan yang nyaman,dan Negara sanggup pajak. Nikmat apa lagi yang kita dustakan?


Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait