Pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa terus dikebut, misalnya ibarat jalan tol Trans-Sumatera. Bakauheni-Terbanggi Besar mudah-mudahan sudah sanggup dioperasikan 2017 ini. Palembang-Indralaya sanggup dioperasikan Juni ini. Medan-Binjai akan dioperasikan juga 2017 ini. Kemudian kita juga sudah mulai kerjakan ruas Pekanbaru-Dumai. Saya akan membahas bagaimana hingga kurun Jokowi pembangunan infrastruktur semakin gencar. Padahal kekuatan APBN kurun SBY lebih hebat. Karena kurun SBY ketiban rezeki harga komoditas utama masih tinggi. Beda dengan kurun Jokowi yang semua harga komoditas utama turun dan pasar menyusut. Ada anak muda bertanya kepada saya “ Tapi kenapa terus membangun? dari mana uangnya ?
Saya analogikan begini. Misal ada proyek jalan toll dengan panjang 10 KM di perlukan biaya Rp. 1 triliun. Sumber pendapatan jalan toll ini yaitu toll fee. Semakin tinggi traffic semakin layak investasi jalan toll. Katakanlah untuk layak dengan IRR diatas bunga bank sebesar 18% setahun di perlukan minimal 20.000 kendaraan sehari dengan tarif yang ditetapkan pemerintah.
“ Lantas gimana bila traffic di bawah 20.000, atau hanya 10.000 kendaraan sehari? Tentu tidak layak kan?. “ Katanya
“ Kalau di tunggu layak, tidak tahu hingga kapan jalan toll akan di bangun. Itu sebabnya kurun SBY jalan toll sulit di bangkit di luar kota. Karena terjebak dengan chicken or egg. Padahal ketersediaan jalan bekerjasama akrab dengan tingginya pertumbuhan kendaraan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Sementara Pemerintah dihentikan keluarkan dana dari APBN atas jalan toll ini. “
“ Lantas bagaimana cara pemerintah mensiasati?
“ Untuk itu pemerintah memperlihatkan dua solusi. Pertama , berupa PMN ( penyertaan modal negara ) lewat BUMN yang di beri penugasan membangun jalan toll tersebut. kedua, memperlihatkan kemudahan VGF ( viability gab fund ).
“ Berapa PMN atau VGF itu diberikan ?
“ Ya itu ada hitungannya. Dalam analogi saya tadi, senilai 50% dari total investasi supaya tingkat traffic yang ada dibawah sasaran minimal sanggup mencapai IRR sebesar yang ditetapkan sebesar 18%. Sisanya akan didapat dari bank dengan denah non recourse loan. Artinya bank memperlihatkan LTV 50% dari total investasi dan yang menjadi collateral yaitu proyek itu sendiri.”
“ Lantas bagaimana dengan dana yang di lepas pemerintah kepada BUMN itu? “
“ Oh itu bukan biaya tapi asset dalam bentuk saham yang nilainya akan meningkat seiring suksesnya pembangunan itu.”
“ Lantas bagaimana kelanjutan dengan BUMN yang telah sanggup PMN?
“ Setelah proyek final di bangun, dalam waktu tertentu sesudah traffic mencapai diatas minimal, maka BUMN itu akan melaksanakan refinancing penerbitan BOND senilai 120% dari nilai proyek. “
“ Mengapa diatas nominal ?
“ Ya bila sudah beroperasi dengan arus kas bagus, nilainya akan naik. Wajar kan. Hasil penjualan bond tersebut di pakai untuk melunasi hutang bank sebesar 50% dan sisanya di pakai lagi untuk membangun jalan toll Kalau kurang sanggup hutang lagi dari bank dengan LTV yang sesuai dengan tingkat traffic yang ada tanpa harus melibatkan pemerintah lagi. Semakin tinggi traffic semakin tinggi LTV Bank.”
“ Tapi bagaimanapun ada uang dari APBN di gelontorkan didepan. Bagaimana dengan alokasi anggaran untuk kawasan yang memang tidak ada nilai komersialnya “
“ Dari proyek BUMN tersebut , bila pemerintah butuh uang untuk pembangunan kawasan pinggiran yang nilai komersialnya rendah, maka saham yang ada pada BUMN itu sanggup di jaminkan dalam bentuk konsolidasi asset untuk penerbitan SUKUK. Sehingga tidak menghalangi jadwal pemerintah untuk mengutamakan jadwal pembangunan indonesia centris. Dan setiap tahun pemerintah akan sanggup deviden dari BUMN , juga pajak. Akumulasi pajak dan deviden di pakai untuk membayar SUKUK. Begitulah cara bagaimana pemerintah joko widodo mensiasati keterbatasan APBN untuk terus memacu pembangunan. “
“ Oh hebat. Makara hanya permainan akutansi namun rekayasa pembiayaan sanggup di lakukan dengan anggaran terbatas.“
“ Ya. Semua itu memungkinkan lantaran SDM dari BUMN yang qualified , payung aturan yang ketat, dan business process yang good governance.”
Sumber https://culas.blogspot.com/