Skema Pembiayaan


Katakanlah anda sanggup proyek konsesi jalan Toll atau Pembangkit listrik. Total dana investasi sebesar USD 100 juta. Anda tidak punya uang sebesar itu untuk membiayai proyek. Namun secara bisnis proyek itu sangat layak. Mengapa ? Pertama Internal rate of return diatas bunga bank. Konsesi bisnis yang diberikan pemerintah itu mendapat perlindungan akan tarif yang menguntungkan. Ok,selanjutnya katakanlah anda hanya punya uang 5%. Uang itu sudah habis untuk proses tender mendapat proyek. Kaprikornus gimana pembiayaannnya? Dalam dunia keuangan sanggup ditempuh dengan dua cara, pertama non recourse loan , kedua yakni EFC Loan.

Non Recourse loan ( NRL).
Adalah santunan yang diberikan bank dengan collateral berupa proyek yang dibiayai. Biasanya bank hanya mengatakan maksimum 70 % dari total pembiayaan proyek. 30 % lagi harus disedikan oleh anda. Nah jikalau anda tidak ada uang sebesar 30 % gimana ? Engga usah kawatir. Anda sanggup tawarkan kerjasama dengan investor. Caranya?. Anda membentuk SPC ( special propose company.) dimana pemegang saham di SPC itu yakni perusahaan anda yang punya konsesi bisnis. Katakanlah anda minta saham 45% di SPC itu. Sisanya 55% yakni investor dengan setoran sebesar 30 % dari nilai pembiayaan project. Dengan adanya investor bergabung dalam SPC maka kewajiban modal 30 % untuk menarik 70% santunan dari bank terpenuhi.

Tetapi bank tentu tidak akan menyerahkan uang sebesar 70% itu kepada anda. Mengapa ? kan proyek sebagai collateral belum selesai dibangun.. Uang itu akan diserahkan kepada EPC. Tentu EPC nya yang bonafide. Biasanya bank sebelum memutuskan mengatakan NRL beliau harus tahu siapa EPC ( kontraktor ) yang terlibat membangun proyek itu. Kalau kontraktor nya dengan rating AAA ibarat BUMN atau swasta nasional yang sudah punya reputasi, bank niscaya akan sepakat memberi pinjaman. Itupun pembayaran EPC by progress dengan counter guarantee. Kaprikornus bank kondusif dan EPC juga ada kepastian pembayaran.

Setelah proyek selesai, maka anda sanggup menjual konsesi itu kepada pihak investor sebesar saham anda di SPC. Tadinya saham anda di SPC sebesar 45% yakni saham kosong atau goodwill. Namun sehabis proyek selesai, ia akan punya nilai real. katakanlah nilai 45% saham kosong di SPC itu nominalnya 45% x USD 30 juta( 30% dari project value = USD 13,5 juta. Nah sehabis proyek jadi, umumnya nilainya dua kali harga nominal yaitu sebesar USD 27 juta. Hebatkan, hanya modal izin konsesi anda sanggup mampu uang sebesar USD 27 juta sebagai capital gain. Gimana jikalau nilai proyeknya USD 500 juta? kan lebih besar lagi anda sanggup uang. Selanjutnya anda sanggup tidur nyaman dan menikmati piknik first class tanpa mikirkan harus bayar pinjaman.

Pertanyaan berikutnya yakni mengapa investor mau terlibat ? Pertama Internal rate of return (IRR) atau tingkat bunga pengembalian investasi diatas bunga bank. Semua proyek infrastruktur yang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha selalu IRR nya diatas bunga bank. Kalaupun nilai komersialnya rendah, pemerintah tetap akan jamin IRR itu diatas bunga bank melalui Viability gap Fund. Kedua, sumber pedapatannya pasti. Sehinga gampang menghitung Return on investment nya. Ketiga, dengan keluar 30%, investor sanggup proyek senilai 100% dengan IRR diatas bunga bank. Itu sama dengan 3 x lipat dari nilai investasi.

Apakah bank ada resiko ? tidak. Karena Bank mengatakan santunan sebesar 70% sanggup collateral sebesar 100%. Belum lagi nilai proyek itu terus meningkat seiring waktu berjalanya operasiona. Kalau bank perlu likuiditas cepat, maka bank sanggup selling credit ke bank lain untuk refinancing. Atau sanggup suruh SPC mengeluarkan bond untuk dijual dipasar modal dan kesannya untuk bayar utang ke bank.

Nah, apa yang aku uraikan diatas hanya sanggup dinikmati oleh petualang bisnis rente di masa sebelum Jokowi. Di masa Jokowi, denah pembiayaan itu dilaksanakan oleh sebagian besar BUMN kontruksi. denah NRL ini tidak menggangu beban neraca BUMN. Karenanya tidak perlu izin Menkeu dan DPR. Karena BUMN yang sanggup NRL dan umunya BUMN pula yang mendapat mandat dari bank membangun. Umumnya minimun Equity bersumber dari investor luar negeri atau dalam negeri dengan banyak sekali denah ( nanti akan dijelaskan dalam postingan tersediri ). Sisanya dari konsorsium bank. Setelah proyek selesai. BUMN akan mendapat capital gain atas pelepasan sahamnya di EPC, jasa kontruksi, dan management fee. BUMN menang banyak. Ya engga apa. Kan nanti final tahun kembali kerakyat dalam bentuk setoran deviden kepada negara.

EPC LOAN
Katakanlah anda sanggup proyek konsesi jalan toll atau listrik. Secara bisnis proyek itu feasible. Semua izin proyek dari konsesi, Amdal , lahan sudah rampung. Gimana pembangunannya? Anda tidak punya uang untuk bangun. Engga usah kawatir. Anda sanggup gunakan EPC loan. Caranya sederhana saja. Cari kontraktor yang reputable yang mau membangun proyek itu secara turn key. Artinya anda hanya akan bayar proyek itu sehabis 100% proyek selesai dibangun. Tetapi tentu Kontraktor butuh jaminan pembayaran. Nah kiprah anda hanya mendapat financial guarantee atas kontrak EPC itu. Tentu tidak sesulit jikalau anda mencari uang kontan untuk pembiayaan proyek. Mengapa ? Karena pembiayaan dedicated dengan proyek. Kaprikornus lebih Clean dan Clear secara financial.

Sekarang pertanyaan berikutnya. Gimana dapatkan financial guarantee itu ? Collateral engga ada. Buatlah Business plan yang baik dan lengkapi dengan semua dokumen perizinan yang ada. Kemudian pastikan anda punya exit seni administrasi atas proyek tersebut. Katakanlah anda punya rencana sehabis proyek selesai dibangun anda akan mengeluarkan reksadana terbatas sebagai cara refinancing. Kemudian ejekan kepada investment banker untuk mengatur penerbitan financial guarantee. Umumnya investment banker akan menciptakan denah Bond backed Sblc. Ini instrument pasar uang berupa surat utang dimana investment banker bertindak sebagai buyer sendiri. Instrument ini dijadikan jaminan ke bank untuk menerbitkan financial guarantee untuk kontraktor EPC.

Nah kontraktor akan gunakan financial guarantee itu sebagai underlying dan guarantee menarik santunan dari bank. Karena kontraktor punya reputasi dan credit rating yang tinggi tentu tidak ada kesulitan menarik santunan untuk pembiayaan proyek.Biasanya sehabis proyek mencapai progress diatas 60% pembangunan, investment banker akan memperlihatkan reksa dana terbatas kepada publik ( limited offers ). Umumnya reksadana ini akan dibeli oleh investor sebab IRR diatas bunga bank dan fixed income dan collateralnya berupa proyek yang sudah jadi. Uang hasil penjualan itu disimpan direkening diskreasi yang peruntukannya untuk melunasi pembayaran kepada kontraktor supaya Finacial guarantee yang anda terbitkan tidak default.

Jadi kesimpulannya, tanpa colllateral, tanpa uang, anda sanggup membiayai proyek hingga selesai. Selanjutnya proyek itu sendiri yang akan membayar utang atas reksadana yang anda terbitkan. Dan sehabis 3 tahun proyek beroperasi, anda sanggup listed di bursa untuk melunasi reksadana tersebut atau sanggup juga reksadana itu dikonversi dengan saham atau dijual ke investor institusi. Anda akan sanggup capital gain dan juga sebagai Share holder tanpa keluar uang. Hampir semua BUMN infrastruktur menerapkan denah ibarat ini..

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait