Showing posts sorted by date for query siapakah-pemilik-negeri-ini. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query siapakah-pemilik-negeri-ini. Sort by relevance Show all posts

Hatta Dan Berandal Minyak...?

Pada tahun 1979 dua konglomerat Amerika-Inggris Rockefeller dan Rothschild  ( RR) sebagai pemilik dari Exxon Mobil, Texaco, BP Amoco dan Royal Dutch/Shell mengajukan anjuran terbentuknya  GCC (Gulf Cooperation Council). Tujuan dibentuknya GCC ialah memastikan pemerintah Amerika dan Inggeris harus memiliki kebijakan luar negeri yang menjamin kasus nasionalisasi bisnis minyak ibarat Iran paska jatuhnya Shah Reza Pahlevi tidak terjadi lagi. Sejak itu Arab Saudi yang dikuasai dinasti Ibnu Saud dijadikan sebagai basis dan markas operasi politik-ekonomi-intelijen-militer dari kekuatan-kekuatan korporasi tersebut. Apa yang dilakukan oleh Rockefeller dan Rothschild terhadap Negara Teluk juga dilakukan kepada Indonesia. Artinya paska 1979 kebijakan Indonesia pada masa Orde Baru terhadap produksi dan konsumsi minyak berada dibawah platform yang sama dengan Negara GCC. Ciri utama dari platform ini ialah Negara dibawah kendali para broker yang merupakan  agent dari RR. Mereka para agent ini ialah kroni atau keluarga penguasa yang bertugas mensuplai komisi haram dari hasil business denganRR kepada penguasa ( Presiden).Namun prosedur bisnis para kroni dan keluarga ini didukung oleh hokum dan peraturan yang dibuat oleh Negara dengan kesan yang sangat adil demi kepentingan bangsa dan Negara. Tentu tiap rezim pendekatan RR berbeda tergantung situasi dan kondisi. Di Era Soeharto, Negara berkuasa penuh mengontrol  SDA termasuk Migas melalui Pertamina namun operasional ditangan Asing lewat TAC ( technical Assistance Contract ) dan untuk import minyak ditunjuk Petral. Di kurun Reformasi, melalui reformasi hokum dan UU, Negara menunjukkan penguasaan eksklusif kepada RR untuk mengontrol bisnis minyak.

Khusus mengenai import minyak hingga sekarang Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan import ibarat kurun Soeharto dimana pemeritah membelinya melalui Pertamina atau lebih tepatnya Pertamina Energy Trading Ltd (Petral ) yang berbasis di Singapor.Petral membeli minyak dipasar melalui lelang terbuka sehingga terkesan transfarance sesuai dengan konsep reformasi. Namun substansi tetap sama dimana pemenang lelangnya selalu itu itu saja. Siapa itu ? Global Energy  Resource yang membawahi  Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium yang berbasis di Singapura. Perusahaan ini terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak sehingga tidak diketahui niscaya siapa pemegang sahamnya namun aktornya dikenal luas. Dia ialah Muh Riza Chalid. Menurut teman saya yang analis keuangan di forum keuangan di Singapore yang berhubungan dengan perbankan milik Rothschild menyampaikan bahwa Riza ialah pedagang minyak yang punya koneksi besar lengan berkuasa dengan Cendana dikala Era Orde Baru.Pada Era reformasi , Riza akrab dengan Presiden Habibie dan dikala Gus Dur berkuasa, Riza menunjukkan rekomendasi semoga SBY ditempatkan sebagai Menteri Pertambangan. Belakangan Kedekatan dengan SBY  semakin mahir dikala Riza dan ARB mendukung SBY sebagai Presiden berpasangan dengan JK. Era Presiden Megawati , Riza sangat akrab dengan Taufik Kemas. Ketika SBY berkuasa,Riza semakin leluasa menjalankan bisnisnya khususnya sebagai broker minyak dan dikala itulah Hatta Rajasa yang berlatar belakang pengusaha minyak diminta SBY sebagai connection dengan Riza. Keliatannya SBY tidak seratus persen percaya dengan Riza lantaran itu Hatta perlu mengawasi. Dia tahu percis bahwa RIza culas terhadap pembagian komisi kepada presiden sebelumnya. Ya Hatta sangat akrab dan  sangat dipercaya oleh SBY lantaran kiprahnya bukan hanya sebagai menteri tapi lebih daripada itu ialah untuk kepentingan pribadi SBY. Kaprikornus engga abnormal jikalau alhasil mereka besanan.

Saya mendapatkan pencerahan dari teman dibalik unggulnya Riza dalam setiap lelang minyak di Petral. Proses tender minyak itu dilakukan dengan standard international trade dan pemerintah Singapore punya system pengawasan ketat sebagai trade center berkelas dunia. Justru keberadaan cecunguk business minyak yang sudah menggurita diseluruh dunia, telah menciptakan setiap Negara tidak berdaya bermain main dengan system tender. Dalam system tender ini dipastikan siapapun yang tidak qualified sebagai supplier akan tergusur dengan sendirinya. Siapakah yang qualified itu ? ya mereka yang tergabung dalam sindikat perdagangan minyak kelas dunia. Makanya jangan kaget jikalau pemenangnya itu itu saja. Ini tidak ubahnya dengan pasar uang dalam arena 144 A SEC act dimana hanya pemain yang dianggap sebagai QIP ( Qualified institutional Purchaser ) yang sanggup ikut lelang bond berkatagori AAA atau No risk. Minyak dan uang bagaikan sejalin sedarah. Hanya mereka yang benar benar qualified atau mereka yang menguasai stock dan bunker yang sanggup masuk dalam proses tender. Bunker dalam sindikat perdagangan minyak tidak selalu berada di refinery tapi sanggup juga bunker berjalan yang siap berlabuh dimanapun apabila harga disepakati dan uang tersedia untuk membayar tunai. Dalam  business perdagangan minyak tidak dikenal dengan istilah structure financing. Semua harus bicara cash.  Ini transaksi tidak berkisar jutaan dollar tapi sudah mencapai ratusan juta dollar. Pertahun Indonesia membeli minyak senilai sedikitnya USD 25 milliar. Kaprikornus ini business billion dollar yang CASH.

Nah sudah sanggup ditebak bahwa pedagang minyak ialah mereka yang juga menguasai peredaran uang didunia. Mereka umumnya punya access ke system keuangan global yang dengan cepat bergerak untuk menguasai stock refinery. Melalui sindikat perbankan international mereka juga sudah menguasai crude oil sebelum diangkat dari perut bumi. Karena maklum hampir semua perusahaan drilling oil bergantung dengan derma forum keuangan. Sebagai salah satu syarat derma ialah adanya ketentuan akan offtaker market. Para offtaker ini umumnya punya kekerabatan khusus dengan forum keuangan lantaran mereka juga bertindak sebagai pensuplai likuiditas perbankan.Apalagi stock dalam perdagangan minyak sudah masuk dalam bursa derivative,yang sehingga supply hingga dengan tiga bulan kedepan sudah habis dikuasai oleh pedagang dibursa. Karena sudah menggurita diseluruh dunia maka tidak gampang bagi setiap Negara untuk mengontrol demand and supply pada harga yang rasional. Suka tidak suka, harga pada alhasil ditentukan oleh segelintir trader yang menguasai stock. Pada situasi ini segala hal mereka lakukan untuk mempermainkan harga. Untuk memastikan delivery pihak broker harus sanggup pertanda proof of product dalam bentuk certificate product dari bunker atau refinery. Ini tidak gampang lantaran untuk menguasai stock , broker harus punya uang tunai sebagai jaminan. Tidak banyak broker punya kapasitas yang sanggup memenuhi syarat untuk qualfied sebagai pemenang lelang Hal inilah yang kadang orang awam tidak paham. Mengapa orang yang didukung Lembaga Keuangan lebih berkuasa dibandingkan negara.

Itulah sebabnya mengapa Riza melalui Global Energy  Resource selalu unggul dalam lelang pengadaan minyak yang dilakukan oleh Petral lantaran ia di back up oleh penguasa peredaran uang yang juga penguasa bisnis minyak.Siapakah itu? Dialah Rockefeller dan Rothschild (RR). Peran rezim hanya satu yaitu mereka  hanya boleh menjalankan kebijakan bidang MIGAS sesuai dengan konsep dari RR. Bagi RR tidak penting siapa yang akan jadi presiden. Yang penting ialah siapa yang sanggup menjalankan platform global mereka menguasai bisnis MIGAS. Menurut teman saya lantaran SBY tidak sanggup lagi mencalonkan sebagai presiden , keliatannya Hatta menerima kiprah dari SBY untuk memastikan siapapun sebagai pemenang harus menjalankan platform itu.Tentu yang dibutuhkan pertama kali untuk terjalin koalisi adalah  Jokowi yang didukung oleh PDIP lantaran elektabilitasnya tinggi dibandingkan dengan calon lain namun Jokowi menolak platform yang diajukan oleh Hatta. Kemudian arah koalisi ditujukan kepada Prabowo yang eksklusif disambut baik lantaran memang  kekerabatan Hashim dengan Rothschild sudah terjalin lebih dahulu sehingga sanggup mendapatkan platform  Hatta yang notabene ialah anjuran kelangsungan bisnis dengan RR. Agar tidak ada lagi pemain minyak di Indonesia selain group RR maka ada kemungkinan platform ekonomi Prabowo –Hatta akan sama dengan Soeharto dimana Negara berkuasa eksklusif lewat BUMN ( PERTAMINA) namun operasional ditangan kawan strategis ( RR)…

Sumber https://culas.blogspot.com/

Meburu Harta (18)

Aku gres saja menerima telepon dari bank di Singapura, bahwa ada kiriman uang yang masuk ke rekening offshore-ku. Pengirimnya yakni forum investasi di Hong Kong. Aku merasa lega ternyata team dari pihak Chang menepati janjinya sehabis cukup lama menanti. Aku minta kepada banker biar dana itu di cadangkan untuk pelunasan hutang atas nama Special propose company milik Budiman. Aku segera menghubungi lawyer dan agentku untuk mengkeksekusi rekeningku untuk tujuan pelunasan hutang dan pastikan SBLC sebagai collateral ditarik. Walau Tomasi sudah meninggal namun kesepakatan harus saya penuhi, yaitu membayar hutang.
Aku segera memesan tiket ke Singapura dan tidak berencana untuk menginap. Aku  hanya ingin bertemu dengan team yang akan bertugas mengatur penyelesaian hutang Budiman. Aku perkirakan, cukup dua jam di sana. Setelah itu saya sudah bisa kembali lagi ke rumah. Karenanya saya merasa tidak perlu berpamitan kepada istri.
Tanpa ada firasat apa pun, saya keluar dari Changi Airport dengan langkah ringan. Tiba-tiba seorang perempuan tiba menghampiri dan berkata, “ikuti saya.” 
Aku terkejut lantaran saya tidak pernah merasa mengenal perempuan ini sebelumnya. “Anda bisa lihat di depan pintu lift itu,” kata perempuan itu sambil mengarahkan wajahnya ke arah lift. Ada dua orang laki-laki berbadan tegap. “Mereka bersenjata. Ikuti saya dengan tenang. Maka semua akan beres,” tegas perempuan itu setengah memaksa.
Ketika masuk ke dalam elevator, dua laki-laki tadi mengapit ku di kiri dan kanan. Aku hanya membisu sambil berdoa di dalam hati. Semoga saja tidak terjadi apa-apa, walau saya tak bisa menafikan firasat ihwal sesuatu yang jelek bakal menimpaku. Ketika keluar dari lift, salah satu laki-laki tegap itu menutup mataku dengan kain hitam. Selanjutnya, giliran kedua tanganku yang dilipat ke belakang dengan kasar.
“Dudukkan ia di dingklik itu,” terdengar bunyi tegas si wanita. Sepintas kemudian kain epilog mataku dibuka. Aku memperhatikan lingkungan  sekitar, mencoba mengenali tempatku di sekap. Sepertinya ini di basement. 
Kemudian mereka melucuti pakaianku satu persatu sampai  benar-benar bugil. Di depan ada seperangkat alat yang tidak pernah kulihat. Baru kutahu fungsinya, ketika alat itu mulai disambungkan dengan kabel ke tubuhku, tepatnya di selangkangan. Apa yang akan mereka lakukkan dengan listrik ini? Aku sedikit gentar namun berusaha untuk tetap tenang. Dalam hati kusebut asma Allah berulang-ulang.
“Kami tidak punya banyak waktu. Makara jawab pertanyaan kami dengan singkat dan jelas. Di mana dokumen itu Anda simpan?” tanya perempuan itu singkat. Dua laki-laki tegap tadi, berdiri sigap di sampingku.
Aku menyadari bahwa pihak yang kuhadapi kini yakni group raksasa yang sangat berkepentingan dengan dokumen yang ada di tanganku. Ancama kematian telah begitu dekat. Inilah resiko yang harus kuhadapi, menyerupai peringatan Amir sedari awal. 
Namun, sungguh saya tidak pernah membayangkan akan menyerupai ini jadinya. Aku yakin mereka tidak akan membunuhku sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kecuali bila alat yang tersambung dengan kabel di selangkanganku bekerja dan berhasil memaksaku untuk bicara.
Aku membisu tanpa bunyi apapun. Mataku terpejam. 
“Apakah kau mengerti apa yang saya katakan?” teriak perempuan itu garang. Aku tetap diam. Berkali-kali perempuan itu berteriak namun jawabku  tetap sama, diam! Beberapa ketika kemudian saya mencicipi sakit yang teramat sangat mulai menyebar ke seluruh tubuh. Berawal dari selangkangan, kemudian ke otak dan kesudahannya ke seluruh tubuh. Alat itu bekerja dan saya sama sekali takberdaya. 
Sekejap kemudian, tubuhku serasa melayang ke udara menuju sebuah bulat cahaya putih yang berkilau. Tubuhku terhisap ke dalam bulat cahaya itu, tapi kemudian tertahan oleh tangan seseorang yang mamagut diriku dengan kuat. Orang itu yakni Darsa. 
“Belum saatnya kau pergi ke sana,” kata Darsa sambil menunjuk bulat cahaya itu. “Misi kau belum tuntas,” sambungnya.
Aku melihat diriku sendiri terbujur lemas, dikelilingi dua orang laki-laki dan satu wanita. Mereka sedang berusaha memperlihatkan kejutan listrik pada jantungku.
“Oh, Tuhan. Kita terlalu keras menyiksa dia. Kita lupa satu hal bahwa laki-laki ini bukanlah seorang biro profesional. Alat ini tentu terlalu keras untuknya,” kata perempuan yang tadi menginterogasiku.
Aku menyaksikan mereka sibuk memberi pertolongan kapada jasadku. Dan ketika itulah, sekonyong-konyong ada bunyi berdebam, pintu ruangan terbuka, dua orang laki-laki berkulit kuning masuk dan melepaskan tembakan. Kejadian berlangsung begitu cepat. Dua orang laki-laki dan seorang perempuan yang tadi menyiksaku kini terkapar dan bersimbah darah.
Darsa membisikkan sebuah kata, “saatnya kembali ke tubuhmu. Ikutilah dua orang laki-laki berkulit kuning tadi. Mereka yakni takdirmu. Jemputlah!” Aku mencicipi sakit yang teramat sangat, ketika ruhku terhisap ke dalam pusaran waktu. Dan saya telah kembali ke dalam raga.
“Nadinya masih berdetak. Dia masih hidup,” kata salah satu laki-laki kepada temannya kemudian membopongku keluar dari ruangan. Antara sadar dan tidak, samar-samar  saya melihat dari balik pundak laki-laki yang menggendongku. Mereka sedang menyusuri sebuah lorong yang diterangi lampu neon. Bayangan cahaya putih berkilat-kilat menyilaukan. Aku memicingkan mata, sentara saya sama sekali tidak tahu kemana mereka akan pergi. Pria itu  menurunkanku sebentar ketika hingga pada tangga besi yang menjulang ke atas. Dua laki-laki tadi mengikat tubuhku dengan seutas tali. Salah satu dari mereka menaiki tangga. 
Aku mencicipi tubuhku terangkat ketika laki-laki yang sudah hingga di atas menarikku. Pria itu kemudian memelukku ketika hingga di atas. 
Sepertinya kini saya berada di samping landasan pacu. Ternyata lorong tadi berada di bawah landasan pesawat terbang. Tidak jauh dari daerah kami keluar, sudah menanti sebuah kendaraan beroda empat yang menjemput. Seorang laki-laki keluar dari mobil, berlari ke arah kami dan segera membopongku. 
Sementara laki-laki yang tadi menarikku keluar masih menunggu temannya hingga di atas. Lalu menyusul, berlari menuju kendaraan. Semuanya bergerak cepat dan taktis tanpa suara. Aku berbaring lemah. Hanya mataku yang sanggup kugerakkan, itu pun hanya bisa melihat dengan samar. 
Kendaraan yang kami tumpangi melaju menuju daerah parkir pesawat jet pribadi. Aku dibaringkan di dalam sebuah pesawat.  Salah satu laki-laki di sana memberi suntikan ke tubuhku. Lalu gelap!
***
Kepalaku pening. Aku mencoba membuka mata namun begitu berat. Aku tak mendapati apa pun, kecuali sesuatu yang berwarna putih. Semua serba putih. Yah, saya berada dalam sebuah ruangan  serba putih.
“Dia sudah siuman. Detak jantung dan darahnya sudah stabil,” terdengar bunyi perempuan dengan pakain serba putih berbicara lewat telepon. Wanita itu berdiri di samping daerah tidurku. 
Tak berapa lama, seseorang yang kuperkirakan berumur limapuluh tahun, masuk ke dalam ruangan. “Selamat tiba kembali, Jaka,” sapanya. Dia seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik.
“Di mana saya sekarang?” saya memegangi kepala dan menatap heran perempuan di sampingku.
“Kamu berada di daerah yang aman,” jawab perempuan itu tersenyum.
“Oh ya?”
“Ya.” Wanita itu kemudian memegang keningku. “Lihatlah siapa yang datang,” katanya kemudian sambil menunjuk pintu ruangan yang terbuka.
“Oh, Honey. Puji Tuhan, kau sudah siuman,” Catty tiba dan memelukku.
“Catty?”
“ Ya, Honey.”
“Bagaimana kau bisa ada di sini?”
“Panjang ceritanya. Istirahatlah dengan nyaman. Yang penting kini kau sudah siuman.” Catty berlinang air mata. Telapak tangannya menggenggam jemariku. Wanita setengah baya tadi menyaksikan sebuah ‘drama’  dengan senyumnya yang ramah.
Aku kembali tertidur sehabis perempuan berpakaian serba putih tadi menyuntikku. Ketika terjaga, aku  merasa tubuhku kembali segar. Sakit di selangkanganku tak lagi terasa. Aku  berusaha berdiri dan berjalan ke arah pintu. Langkahku terhenti ketika melintasi satu ruangan di samping kamarku, daerah di mana perempuan berpakaian putih tadi sedang asyik menonton televisi. 
“Oh, ternyata kau sudah bangun?” kata perempuan itu menghampiri sambil tersenyum.
“Aku ingin bertemu dengan Catty,” 
“Baiklah. Mari kuantar.” 
Wanita itu berjalan di sampingku. Setelah menaiki tangga melingkar, kami hingga di suatu ruangan menyerupai kamar penthouse  hotel bintang lima. Catty terkejut melihat kedatangan kami yang tiba-tiba.
“Cepat sekali kau sembuh. Obatnya bekerja dengan baik, ya?” sambut Catty kemudian memelukku.
“Katakan padaku, mengapa kau ada di sini?” kembali kuulang pertanyaan.
“Duduklah,” Catty menuntunku ke sofa dan menceritakan kejadian yang dialaminya di Madrid. 
“Ketika saya di Madrid, sehabis sekian lama berusaha mendapatkan kontak bertemu dengan keluarga Ahmed Khalik, ada seseorang menghubungiku di hotel. Aku terkejut dan kawatir bagaimana ada yang tahu saya tinggal di hotel yang sangat kurahasiakan. Tidak ada pilihan lain kecuali mengangkat telephon kamarku. Ternyata seseorang meminta untuk bertemu. Tepat di depan loby hotel, sebuah kendaraan beroda empat Limousine sudah menanti. Seorang laki-laki dengan sangat sopan membukakan pintu dan saya masuk, meski dengan sedikit ragu. Tapi ketika laki-laki itu tersenyum, hatiku menaruh percaya. Bagiku, senyum dan kesopanannya sudah cukup walau dalam perjalanan, kami tidak ada saling sapa. 
Kendaraan kami berhenti sempurna di depan loby Hotel Lusso Infantas Madrid. Pria itu dengan sigap membukakan pintu untukku. Dia minta saya naik ke  lantai empat. Di lantai empat, di depan koridor lift sudah ada dua orang pria. Semua berusia kurang dari empat puluh tahun. Dari tampilannya, terlihat bahwa mereka yakni pengawal profesional. Salah satu dari dua laki-laki itu mendekatiku, dan memintaku mengikutinya bertemu dengan bossnya.
Di sebuah ruangan yang cukup luas, duduk seorang laki-laki setengah tua. Dia berkepala agak botak. Duduk tegap di depan meja yang cukup besar. Dia sedang berbicara lewat telepon dengan bahasa Arab. Pria itu melambaikan tangan ke arah laki-laki yang mengantarku. Kemudian ia keluar dan meninggalkan saya seorang diri.  Pria berkepala botak mengulurkan tangan kearahku, memperkenalkan dirinya yang berjulukan Abdul.  Aku mendapatkan jabat tangan itu dengan cepat.
Dia mengetahui bahwa saya sedang berusaha mencari hebat waris Ahamed Khalik. Aku terkejut namun berusaha tetap damai dan mencoba tidak memperlihatkan reaksi. Menurutnya, keluarga keturunan Ahamed Khalik sudah tidak ada lagi. Delapan belas tahun lalu, satu keluarga terbunuh hingga mata rantai keluarga ini pun punah. Sampai hari ini polisi tidak mengetahui siapa di balik pembunuhan keji itu. Dia ingin tahu apa sebetulnya yang saya inginkan. 
Aku  tidak bisa terlalu lama berpikir. Di hadapanku, ada  seorang laki-laki yang hidup dikelilingi banyak pengawal. Tidak ada lagi yang perlu ditutupi lantaran pastinya, semua info tentangku  sudah diketahui laki-laki ini. Dia menyampaikan ihwal sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang membuka jalanku  menuju ke timur.”
“Bagaimana ia bisa tahu?” saya bertanya dengan perasaan heran.
“Menurutnya, bulan kemudian dia  mendapatkan dokumen dari seseorang, yang katanya mendapatkan dokumen ini dari seorang ex KGB. Mereka menjual dokumen ini kepadanya. Menurutnya itu bukanlah investasi yang jelek bila melihat goresan pena yang ada dalam dokumen tersebut. Yang mengejutkan, ex KGB itu sudah meninggal.  Terjatuh dari lantai 20 hotel di Beirut. Mungkin ia bunuh diri atau entahlah. Kejadiannya bulan lalu. 
Jak,  saya sadari bahwa perburuan aset ini beresiko tinggi. Kau ingat? Rencana bertemu di Hong Kong dengan laki-laki ex KGB itu pun tidak akan pernah menjadi kenyataan. Ternyata ia sudah tewas.  Pria itu tidak butuh uang dariku. Dia hanya butuh saya menuntunnya untuk gotong royong membuka tabir di balik dokumen ini.
Abdul berdiri dan berjalan ke salah satu dinding ruangan. Di sana, tergantung sebuah lukisan besar. Lukisan yang bercerita ihwal Salahuddin dalam perang Yarmuk. Di balik lukisan itu ada lemari penyimpanan surat berharga. Setelah membuka kunci kombinasinya, Abdul mengambil selembar dokumen yang sudah nampak usang. Kemudian menyerahkannya kepadaku, “tolong Anda lihat dokumen ini,” katanya.  
Beberapa ketika kuperhatikan lembar dokumen bertuliskan Arab itu. Abdul dengan sabar menanti reaksiku. Dokumen itu berisi informasi yang sulit dipahami. Dari sekian goresan pena yang ada, hanya satu yang kalimat yang bisa ku mengerti, yaitu Danau Angsa, daerah dinasti Zou berkuasa. 
Tapi saya tidak melihat dokumen legal aset yang berkaitan dengan bullion account, Hilton Memorial. Di manakah dokumen itu? Mungkinkah sudah dijual oleh laki-laki ex KGB, ke orang lain, menyerupai dokumen yang kini ada di tangan Abdul? Tapi saya tidak percaya bila laki-laki ex KGB itu bermental culas atas aset ini. Bisa jadi malah Abdul yang menghabisi nyawa laki-laki Ex KGB, kemudian menjual dokumen itu kepada orang lain.
Kami masih saling membisu ketika tiba-tiba, terdengar ketukan di balik pintu. Pria berjulukan Abdul, menatap ke arah pintu dengan alis ditarik ke atas. Rupanya laki-laki yang tadi menjemputku di hotel sudah berada di ambang pintu. Berdiri miring hendak terjatuh. Seorang laki-laki melangkah dari balik tubuh si pengawal, kemudian mendekati kami tanpa kata-kata. Mengangkat sebuah pistol. Abdul terhenti berbicara. Ia tersungkur dengan mata mendelik. Pistol berperedam milik laki-laki yang gres masuk itu menembak sempurna di kepala Abdul. Pria itu kemudian dengan cepat mengambil dokumen dari tangan Abdul dan memasukkannya ke dalam jas. Cepat sekali kejadiannya, Jak.”
“Hmmm…. Lalu?” 
“Pria itu menatapkuku dan menarik lenganku kasar untuk mengikutinya keluar dari kamar. Di luar ruangan, dua laki-laki yang tadi mengantarku masuk, telah menjadi mayat. Pria itu terus berjalan cepat namun damai ke dalam lift dan menekan tombol lantai basement Car Park. Tidak ada bunyi apapun yang keluar dari mulutnya. Namun pancaran ketenangan meski telah menghabisi tiga nyawa, memperlihatkan bahwa laki-laki ini yakni seorang profesional. Bukan amatir. Dia tahu betul pekerjaannya dan tidak akan membunuh tanpa alasan yang jelas. Ini membuatku sedikit tenang.
Pria itu menggiringku  masuk ke dalam kendaraan beroda empat Van yang terparkir dan mendudukkanku di dingklik depan. Belum sempat saya berpindah tempat, tampak seorang perempuan muda dari seberang berjalan damai ke arah kami. Pria itu sedikit terkejut dan segera mengambil sesuatu dari balik jasnya. Tapi nahas, ia kalah cepat. Dan geraknya terhenti ketika perempuan itu melepaskan tembakan berperedam sempurna menembus jantungnya. Tubuhnya limbung dan jatuh ke lantai Car Park dengan dada bersimbah darah.
Aku melihat Catty menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tampak ia sedang berusaha mengatur nafasnya yang tersengal. Aku memegang bahunya, mencoba menyalurkan energy positif biar ia tenang. Pelan-pelan ia mulai mengangkat wajahnya dan mulai lagi bercerita.
“Aku cuma bisa diam, terperangah menyaksikan laki-laki itu tersungkur bersimbah darah. Dengan jarak hanya setengah meter dari daerah dudukku. Wanita itu kemudian menyidik kantong jas milik mayit laki-laki yang telah dihabisinya dan mengambil dokumen yang diambil dari Abdul.
Wanita itu membuka pintu kendaraan beroda empat dan memintaku keluar dari kendaraan.  Aku tersekat dan menuruti kemauannya. Beberapa detik kemudian terdengar bunyi kendaraan beroda empat menderu di balik tikungan lantai parkir, mengarah ke arah kami. Mobil  berhenti sempurna di sampingku dan perempuan itu dengan cepat membuka pintu, memberi perintah biar saya masuk ke dalam. 
Di dalam mobil, saya melihat seorang laki-laki berkumis dengan wajah kasar, memegang kemudi. Aku berusaha menarik nafas dalam-dalam, mencoba menekan perasaan dan menenangkan diri. Kau tahu, Jak? Saat itu, seakan detak jantungku berdetak sangat cepat. Sejujurnya saya sangat takut menghadapi situasi ini, namun saya harus menghadapinya dengan tegar.”
 “Iya, Sayang. Aku paham.”
“Segala gerak-gerikku diperhatikan oleh perempuan yang ada di sampingku. Mereka membawaku ke Airpot dan sampailah saya disini, Bangkok.
Catty berhenti sejenak dan menyandarkan punggungnya pada sofa. Bahunya tampak mengendur. Beberapa kali saya melihatnya mengambil nafas berat. Betapa saya iba dengan perempuan ini.
“Jaka, telah hilang lima nyawa untuk sesuatu yang tidak ku ketahui. Untuk sebuah perebutan yang tidak jelas. Siapakah mereka ini?”
Aku tak sanggup menjawab pertanyaan Catty. Aku semakin sadar bahwa kami, telah  terjepit di tengah pertarungan besar. Setiap pihak saling berebut sesuatu yang entah apa. Namun semua telah terjadi dan berjalan begitu jauh. Telah banyak korban nyawa yang menjadi tumbal atas situasi yang rumit ini. Mau mundur juga sudah kepalang berair tak ada pilihan lain selain menghadapinya dengan gagah berani. 
***
“Mari bertemu dengan Madam Lyan.” Kata Catty sambil menarik tanganku
“Siapa itu Madam Lyan?”
“Wanita yang pertama kali menyapamu ketika siuman.”
“Oh!” Aku mengikuti langkah Catty keluar dari kamar. Kami  melewati sebuah lorong yang panjang dan kemudian berbelok ketika hingga di ujung. Aku menyaksikan sebuah ruangan yang penuh dengan orang yang sibuk bekerja. Dilengkapi layar monitor komputer di setiap mejanya. Di ujung ruangan nampak perempuan setengah baya melambaikan tangan ke arah kami. Sebuah isyarat biar kami mendatanginya.
“Jak, bagaimana keadaanmu?” Tanya Madam Lyan.
“Sudah lebih baik, Madam. Terima kasih.”
“Bagus,” perempuan itu tersenyum. “Anda kini berada di daerah kami. Di sinilah kami bermarkas lebih dari sepuluh tahun untuk melancarkan operasi tandingan melawan group Fidelity.”
“Group Fidelity?”
“Ya. Group yang ingin menguasai decade asset. Mereka tidak ingin ada pihak yang berhasil mengungkap eksistensi aset itu.”
“Siapa mereka itu?”
“Tidak gampang menjelaskan eksistensi mereka. Bukan saja lantaran sifat group mereka yang rahasia, tetapi juga lantaran rentang waktu pergerakan mereka yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Dan warna sejarah yang sangat panjang, melahirkan aneka macam spekulasi dan hipotesis ihwal mereka. Singkatnya, mereka yakni group yang merupakan sempalan dari kaum Yahudi dengan paham Zionismenya. Ini yakni ideologi atau gerakan sekuler-materialistis berskala internasional untuk mengkafirkan umat beragama. Makara harus bisa di pisahkan apa itu Yahudi dan apa itu Zeonisme. Yang kita perangi yakni paham zeonisme itu, bukan yahudi nya." Madam Lyan berhenti sejenak. Menuangkan the panas ke dalam sebuah cangkir dan menyerahkannya kepada kami. 
“Pada awalnya, Zionisme terinspirasi kitab yang memuat titah ihwal ‘tanah yang dijanjikan’ atau Ezrat Yisrail. Akan tetapi, dalam perkembangannya, Zionisme menjelma sebuah ideologi imperialisme gres dengan sasaran menguasai seluruh penduduk dunia, dengan jalan melemahkan semua potensi umat beragama. Termasuk agama Yahudi itu sendiri. Memang gerakan Zionis berkaitan dengan sejarah kaum Yahudi itu sendiri. Mereka yakni bangsa yang sangat unik. Bertebaran di aneka macam penjuru dunia yang dilambangkan dengan simbol angka ‘13’. Sebuah angka yang bila di jumlahkan menjadi 4, memperlihatkan harapan untuk mewujudkan sebuah kesatuan dunia. Serta panggilan bagi seluruh bangsa Yahudi yang tersebar di empat penjuru mata angin: utara, timur, selatan dan barat.
Sebagaimana kita ketahui, semenjak pembuangan di Babel, tiga kaum Yahudi mulai bertebaran ke penjuru dunia. Karena rentang waktu yang cukup lama, membuat mereka tidak menimbulkan bahasa Ibrani sebagai bahasa sehari-hari. Mereka hanya bisa memakai bahasa Yunani atau Koine. Juga oleh alasannya yakni yang sama, Alkitab Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani sekitar tahun 200 SM. Dan pertama kali terbit di Mesir dengan nama Septuaginta.  Menurut sebuah hikayat, ia diberi nama Septuaginta lantaran disusun oleh tujuh puluh hebat bahasa.
Betapa pun mereka sudah tersebar dan terpecah belah ke aneka macam kelompok, tapi ikatan kesejarahan, emosi, khususnya keyakinan pada kitab suci serta pujian sebagai bangsa pilihan Tuhan, membuat mereka menjadi bangsa yang selalu jadi pembicaraan dalam setiap panggung sejarah peradaban manusia. 
Penderitaan dan kekecewaan mereka bersatu padu dalam cinta dan harapan, hingga melahirkan suatu bangsa yang unik. Falsafah hidup mereka melambangkan jiwa yang penuh semangat menghadapi aneka macam tantangan. Pandangan hidup mereka yang bertumpu pada kekuatan, kebijaksanaan, kemanusiaan serta cinta dengan karakternya yang pandai dan licik telah melahirkan tokoh-tokoh dunia di segala bidang. Sederet nama, menyerupai Karl Marx si tokoh komunis, Friedrich Wilhelm Nietzsche yang di kenal sebagai seorang filosof kontroversial, Albert Einstein, juga Steven Spielberg, dan banyak lagi tokoh-tokoh kelas dunia Artikel Babo.”
Aku dan Catty menyimak dengan seksama setiap kata-kata yang disampaikan Madam Lyan. Sesekali kami berpandangan, untuk menyatakan keterkejutan atas sebuah fakta yang gres kami ketahui.
“Tentu ada orang yang ditokohkan, untuk bisa membangun gerakan sedahsyat ini,” sahut Catty membuat kesimpulan.
“Ya,” jawab Madam Lyan tegas. “Tokoh yang paling di kenal di kalangan mereka yakni Adam Weishaupt.  Tidak ada satu pun revolusi di kurun ini kecuali bisa dihubungkan dengan nama dan cita-citanya. Revolusi Perancis, Revolusi Bolshevik Rusia, selalu berakhir pada mata rantai pemikiran dan seni administrasi brilian pemikirannya. Dulu, Adam yakni seorang pastor Katolik. Tapi kemudian berbalik menjadi pelopor paling gigih dalam menentang agama Kristen serta agama Artikel Babo.
Adam Weishaupt juga seorang Yesuit.  Dia yakni profesor di bidang aturan dan mengajar di Universitas Ingolstadt, Bavaria, Jerman hingga tahun 1770. Kekecewaannya terhadap dogma-dogma Kristen Nasrani membuatnya keluar dari jabatannya sebagai pastor dan mulai mengabdikan diri pada gerakan Zionis. Sebuah gerakan yang bercita-cita mendirikan satu pemerintahan tunggal dunia, yang akan menegakkan martabat insan dengan cara menghapuskan semua fatwa agama di muka bumi, terkecuali paham-paham atau ideologi hasil pemikiran manusia.  Jabatannya sebagai pastor dan Yesuit ia tinggalkan lantaran merasa bertentangan dengan pemikirannya yang bersifat kosmopolitan dan universalis. Inilah cikal bakal terbentuknya group Fidelity. 
Setelah keluar dari gereja Katolik, ia mendirikan jaringan konspirasi gres yang disebut dengan Luciferian  Conspiracy  serta Gereja Setan. Menurutnya, setan bukanlah makhluk yang hina, melainkan kekuatan yang melambangkan kejujuran, keberanian, dan kebebasan. Setan sebagai makhluk, telah mendapatkan pengampunan Tuhan dan sebagai bukti penebusannya setan ingin menyelamatkan manusia. Ajaran ini ditanamkan kepada para anggota mereka, bahwa paham Satanism merupakan bentuk evolusi kemanusiaan, lambang kebebasan manusia, dan meliputi seluruh jaringan dalam denyut kehidupan dunia secara global.
Selama lima tahun ia menyusun buku yang berjudul The Novus Ordo Seclorum  yang berisi konsep-konsep, doktrin, serta teori ihwal pemerintahan global.  Buku tersebut selesai ditulis pada tanggal 1 Mei 1776. Langkah-langkah strategis yang ditulis Weishaupt untuk mewujudkan ambisinya tersebut antara lain, mereka harus menguasai para pejabat tinggi pemerintahan dari aneka macam tingkatan jabatan. Bila perlu akan dipakai cara-cara kotor dengan menyogok, baik dengan uang maupun perempuan.
Mereka melaksanakan perekrutan terhadap pencetus mahasiswa potensial, yang mempunyai talenta dan dari keturunan yang unggul untuk dilatih sebagai anggota prospektif di masa depan. Pihak yang sudah terperangkap dalam jaringan mereka, termasuk mahasiswa yang dilatih dan diberikan pengetahuan khusus ihwal dunia internasional dan harapan mereka, akan diangkat sebagai biro di beberapa negara. Ditempatkan sebagai staf hebat atau seorang hebat yang mendampingi pejabat kunci pemerintah.
Mereka juga akan menguasai seluruh saluran media massa, baik media elektronik maupun cetak. Memiliki dan mengontrolnya sedemikian rupa, dan menjadikannya kanal informasi terpercaya, sehingga bisa membentuk opini publik sesuai keinginan. 
Pemikiran Weishaupt dikembangkan pula pada contoh pemikiran filosof Friedrich W. Nietzsche yang mengkampanyekan slogan ‘God is dead!’ sebagai salah satu bentuk serangan terhadap agama Kristen. Dogma Kristen yang mempertuhankan Yesus yakni iman budak yang harus dibebaskan. Manusia hanya akan bisa menjadi ‘manusia’ selama ia bebas, kuat, dan kuasa melepaskan diri dari jerat iman agama.”
“Lantas apa hubungannya dengan decade asset?” Tanyaku antusias, mencoba untuk mengorek informasi lebih dalam. Madam Lyan meneguk teh dalam cangkirnya, menatapku sejenak dan kembali bercerita.
“Pada kurun ke-18, ketika kekuatan Asia Tengah dan Cina mulai memudar, Meyer Amschel Rothchild  memanfaatkan harta milik Asia di Eropa untuk dijadikan cuilan dari sistem portfolio perbankan. Dengan kepiawaiannya membuatkan sistem perbankan ini secara turun temurun, ia sukses membangun sebuah dinasti keluarga yang sangat besar lengan berkuasa di dunia.
Berkat kekuatan dana  Rothchild-lah, gerakan diam-diam Zionis berkembang menjadi jaringan yang ‘menggurita’ di semua sektor kehidupan manusia. 
Salah satu ucapan Rothchild yang populer adalah, “Beri saya kesempatan mengendalikan ekonomi suatu bangsa, maka saya tidak peduli lagi siapa yang sedang berkuasa.”
Motto Rothchild ini memberi motivasi serta dorongan luar biasa bagi seluruh anggota mereka, untuk tidak melewatkan setiap jengkal aspek yang menggiring mereka pada diktatorisme ekonomi. Sehingga bisa menguasai dan mengendalikan pemerintahan di pelosok dunia manapun. 
Bahkan, salah satu Presiden Amerika ke-20, yaitu James Abram Garfield yang masih salah satu anggota mereka, juga berkata, “Barangsiapa mengendalikan uang atau perekonomian suatu bangsa, maka ia akan menguasai bangsa tersebut.”
“Jadi itulah sebabnya eksistensi decade asset ini akan selalu mereka pertahankan di bawah kendali dan dalam sistem mereka. Tidak boleh ada klaim dari pihak manapun,” kata Catty menyimpulkan.
“Anda memang cerdas,” Madam Lyam tersenyum kepada Catty.
“Keberadaan kami hanya untuk menjaga kepentingan lebih banyak didominasi warga negeri kami dan juga seluruh umat insan di planet bumi. Yang selama beratus-ratus tahun telah dijajah oleh gerakan raksasa ini. Kita harus berbuat sesuatu untuk masa depan yang lebih baik, lebih adil dan penuh cinta kasih. Bukankah ini tujuan universal bagi pemeluk agama manapun?” kata Madam Lyan sambil melirikku.
“Benar, Madam..!”
“Nah, sekarang,” Madam Lyan menatap kami berdua  bergantian, “apakah kalian bersedia berafiliasi dengan kami?”
Aku dan Catty terdiam. Kami  saling berpandangan satu sama lain. “Bagaimana kalau kami menolak?” tanya Catty.
Madam Lyan tersenyum. “Itu hak kalian. Kami hargai itu dan kalain boleh pergi kini juga. Tapi,” Madam Lyan berdiri dan menghampiri kami. “Mereka ada di mana-mana. Mereka juga sudah mengetahui siapa kalian. Ingat, mereka mulai mencari tahu kegagalan operasi mereka di Singapore menguasai Jaka dan di Madrid untuk mengambil Catty. Berikutnya, serangan mereka niscaya lebih taktif dan terencana. Kemugkinan gagal sangat kecil sekali walau kamipun berusaha melindungi kalian bedua.”
Kalimat terakhir terdengar menyerupai sebuah ancaman, yang membuat kami tidak punya pilihan. Pun kenyataannya memang benar bahwa kami berdua berhasil lolos dari lubang kematian sehabis menerima derma dari Madam Lyan.
“Baiklah. Kami setuju,” kataku. Catty melirikku sembari memegangi telapak tanganku. Semoga ini bukan keputusan yang salah. 
“Berikan dokumennya kepada kami dan kita akan gotong royong mencari tahu code di balik dokumen itu,” kata Madam Lyan.
“Saya menyimpannya di salah satu Bank, di Hong Kong,” kataku. “Anda bisa mengambilnya sendiri. Kunci safety box-nya atas nama Garuda dengan sandi 170845.”
“Terima kasih.” 
Madam Lyan kemudian mengangkat gagang telepon. Terdengar ia bicara dengan seseorang, “Ambil dokumen itu dan bawa kemari,” perintahnya. Madam Lyan tersenyum. “Sekarang kita akan lakukan pengamanan untuk kalian berdua.”
“Bagaimana caranya? Apakah Anda akan mengoperasi plastik wajah kami dan mengganti identitas kami?” Tanya Catty sedikit khawatir. Aku merinding membayangkan nasib harus berpisah dengan keluarga demi keselamatan diri dan keluargaku    .
“Tidak perlu. Kita akan memakai teknik pengelabuan lewat sistem mereka sendiri. Kami akan memasukan acces code ke dalam Fed System biar mereka sanggup memonitor dan secara otomatis akan mem-block code tersebut. Dengan demikian mereka akan menganggap perburuan terhadap decade asset ini sudah selesai. Anda pun bukan lagi bahaya bagi mereka.”
“Mengapa?”
“Mereka telah berhasil membuat komputer canggih yang terhubung dengan database Fed System. Makara menyerupai jaringan antar muka. Komputer ini bertindak sebagai firewall  bagi semua pihak yang mempunyai acces code decade asset. Ketika code tersebut terkunci dengan komputer tadi, maka acces code itu akan rusak. Selanjutnya pihak pemilik code tidak akan bisa lagi meng-access Fed System.”
“Oh! Sementara The Fed sebagai intitusi ‘bersih’, tidak perlu melaksanakan apapun dalam system-nya kecuali hanya menunggu ada pihak yang mengakses. Benar-benar cara derma yang canggih,” sahutku penuh kekaguman.
“Benar sekali. US Treasury tidak tahu kalau ada sistem lain yang mengatur Deposit System The Fed. Tapi tidak usah khawatir. Seseorang yang ikut merancang sistem komputer itu telah membocorkan rahasianya kepada kami. Sehingga kami sanggup memanipulasi mesin itu dengan kode palsu yang kami rancang, bukan kode yang sebenarnya,” terang Madam Lyan memandangku dengan wajah damai dan bijak.
“Tapi bagaimana caranya? Tentu mereka akan tetap mengejar kami?” tanyaku sambil menatap Catty.
“Yang mereka tahu, semua acara itu berasal dari Naga Kuning dan bukan dari Anda. Posisi Anda pun akan tetap kondusif dan tidak lagi dianggap sebagai bahaya bagi mereka.”
“Oh, saya mengerti sekarang. Luar biasa. Kelihatannya Madam sudah merencanakan semua ini dengan rapi,” kata Catty.
Madam Lyan menepuk pundakku dan Catty. “Mari ikut ke ruang operasi kami.”
Kami memasuki sebuah ruangan komputer. Temperatur ruangannya hanya 8 derajat celcius. Membuatku dan Catty kedinginan. 
“Pakailah ini untuk menghangatkan tubuh kalian,” Madam Lyan menyerahkan jaket plastik warna kuning. Sama menyerupai petugas yang ada di dalam ruangan itu.
Mereka menghadap layar monitor berukuran 2 x 6 meter. Madam Lyan memerintahkan petugas yang ada di dalam ruangan untuk mulai melaksanakan hubungan ke dalam Fed System. Diantara petugas itu kemudian sibuk melaksanakan pengoperasian komputernya masing-masing. Kemudian nampak di layar monitor, sebuah konfirmasi bahwa sistem sudah terkoneksi. 
“Lakukan sekarang,” kata Madam Lyan. Salah satu petugas memasukkan kode sandi ke dalam sistem tersebut. Terjadi penantian terhubung ke terminal database. Beberapa detik kemudian di layar monitor tertulis notifikasi, ‘Access denied’. Dan semua petugas di dalam ruangan itu pun bertepuk tangan.
“Kita berhasil mengelabui mereka. Sistem mereka mengenal acces code kita sebagai yang asli. Buktinya kita bisa terhubung ke terminal mereka dan dinyatakan ‘Access denied’,” kata Madam Lyan, tersenyum senang. 
“Nah, kini Anda bisa beristirahat. Besok orang kami akan mengantar kalian ke Airport untuk pulang. Selanjutnya biarkan kami yang akan bekerja memecahkan kode decade asset itu.”
Aku dan Catty kembali ke ruangan masing masing. “Apa kau percaya, mereka akan menemukan kode kanal itu?” tanyaku ketika hingga di ruangan penthouse Catty.
“Tidak tahu. Tapi kelihatannya mereka yakin sekali.”
“Lalu, apa pendapatmu ihwal semua ini?”
“Entahlah, Jak. Aku hanya ingin segera pulang.” Kata Catty duduk di pinggir daerah tidur.
“Aku juga.” kuhampiri Catty yang duduk di tepi ranjang, “aku tidak menerka keadaannya akan hingga menyerupai ini.”
“Aku juga. Semua ini membingungkan.”
“Catty, maaf,” sapaku lirih. “Aku harus kembali ke kamar.” Saat saya melangkah ke pintu. Catty berdiri dan menatapku sendu. “Tidurlah di sini, Jak. Please…”


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Memburu Harta (15)

Kali pertama bertamu dengan Catty, saya mencicipi suatu getaran dalam hatiku. Ini berbeda dengan Ester. Kebersamaan yang begitu menyenangkan. Seakan sudah usang saling kenal. Walau suaminya yaitu sahabatku namun Tomasi tidak pernah kisah banyak ihwal Catty. Pun Fernandez yang juga sahabat dekatnya, tidak pernah kisah ihwal Catty. Pertemuannya dengan ku yaitu takdir yang tak bisa dielak. 
Catty percaya, bahwa pertemuan Tomasi dan Fernandez denganku sudah diatur Tuhan, hingga alhasil menuntunku masuk ke dalam perputaran decade asset sesudah dua laki-laki itu meninggal. Tentu takdir ini tidak tiba dengan sendirinya. Ada alasannya yaitu dan proses hingga saya bisa larut dalam putaran ini. Sikapku yang sangat concern ihwal duduk kasus sosial. Kepedulianku pada keadilan. Tentu tidak sulit bagi Tomasi dan Fernandez untuk membawaku masuk ke dalam obsesi mereka.
Semua orang yang terdidik dengan baik dan mempunyai hati nurani yang jernih tentu tidak sulit untuk mengetahui mana yang salah dan mana yang benar. Ketika ia tahu itu, ia akan memilih perilaku dan berusaha mencari orang lain yang bisa ia ajak kerjasama menghadapi ketidak-adilan itu. 
Kalau kini saya membuka diri dengan Naga Kuning, tentu tak lain lantaran upayaku untuk mendapatkan kebenaran. Ini perjalanan takdirku yang harus kulewati. Catty tidak bisa mendikteku bagaimana harus bersikap. Aku lebih tahu soal itu. Karena  Catty sendiri pun hingga kini tidak tahu niscaya apakah upayanya akan berhasil menebus kesalahan leluhurnya. 
Zaman ketika decade aset itu pertama kali masuk ke dalam sistem, dengan dikala ini sudah sangat jauh berbeda. Untuk melacak seberapa jauh kerusakan yang terjadi akhir decade asset ini pun sangat sulit dilakukan. Apalagi menjawab pertanyaan, apakah kerusakannya sanggup dihentikan? Catty tidak tahu. Apalagi, saya sadar kekuatan sistem yang memanfaatkan decade asset itu telah merubah aset itu dalam banyak sekali portfolio  investasi. 
Aku tidak tahu apa motivasi Cina dikala masuk dalam pertarungan ini. Apakah untuk merebut kembali decade asset itu. Atau sengaja membuat duduk kasus supaya terjadi kompromi dengan pihak yang menguasai. 
Memang Cina pada dikala kini telah menjadi negara yang sangat kuat di bidang ekonomi dan sains. Sikap Cina sulit ditebak. Karena mereka cenderung tertutup dalam perilaku dan perbuatannya. Langkah mereka gres akan diketahui lawan ketika Cina sudah berada di depan mereka menghunuskan pedangnya dengan cepat. Catty sangat yakin dari kisah kakeknya bahwa Cina hanyalah penggalan dari penguasa atas decade aset itu. Kaprikornus Cina bukanlah pemilik keseluruhan aset yang pernah tercatat ketika awal penempatannya dalam sistem. 
Harus ada catatan yang bisa menunjukan sejarah penempatan harta ini oleh dinasti yang dulu berkuasa di Cina. Tapi sayang, Dinasti yang pertama kali mengatur penempatan harta ini, tidak pernah memperlihatkan dokumen itu kepada dinasti berikutnya. Akibatnya, detail kisah ini hanya menjadi catatan gelap.
***
Ketika pintu kamar terbuka, saya berdiri dengan mengenakan rompi hitam dengan warna dasi kombinasi hitam bergaris putih, supaya keliatan harmoni dengan baju lengan panjang warna putih.  Aku membimbing Catty ke tempat duduk yang bersebelahan dengan meja kerja. Tencium aroma parfum lembut ketika Catty menghempaskan tubuhnya di sofa. Di samping ruangan, sebuah jendela dengan beling lebar menyuguhkan panorama kesibukan harbour  Hong Kong.
“Bagaimana rapat dengan Chang?” tanya Catty.
“Tidak ada yang istimewa,” saya menjawab sambil melangkah ke meja kerja.
“Mereka tidak bisa membantu apapun tanpa acces code. Kita pun tidak tahu pasti, apa benar mereka pemilik sah aset tersebut,” sambung Catty.
“Apa maksudmu?” saya mendongak, ingin mendengar klarifikasi lebih ihwal apa yang gres saja ia ucapkan.
“Ya, duduk kasus aset ini terlalu pelik untuk dipahami. Namun yang jelas, semua pihak dari beberapa negara merasa berhak atasnya. Tugas kita hanya ingin mengungkap kebenaran ihwal aset itu dan selanjutnya menghentikan pihak-pihak yang memanfaatkannya untuk mengelabui pasar uang.”
“Aku mengerti.”
“Sebaiknya kau tetap hati-hati. Bagaimanapun, dikala ini kau berada di garis terdepan dalam pertarungan gigantic ini.”
“Aku sadari itu. Terima kasih selalu mengingatkan.”
Aku memperlihatkan lembaran dokumen yang berubah, menjadi goresan pena yang sanggup dibaca sesudah terkena air. Catty memperhatikan dokumen itu dengan seksama. Matanya tidak berkedip sama sekali ketika membaca kata demi kata, dari untaian kalimat berbahasa Cina dan Arab itu.
“Luar biasa!!” Serunya tiba-tiba. “Dokumen ini menunjukan secara aktual bahwa Cina bukanlah pemilik aset itu sepenuhnya. Ada bebarapa negara yang berhak atas aset ini. Dari dokumen ini terperinci sekali bahwa Cina dahulu kala hingga dengan kala ke 16 berperan sebagai clearing house perdagangan dunia. Karena mereka menguasai armada kapal yang besar hingga sanggup menjamin suplai barang kebutuhan setiap negara dengan keharusan menyerahkan emas kepada mereka sebagai jaminan pengadaan barang. Inilah perdagangan imbal beli terbaik sepanjang zaman. Sangat adil dan teradministrasi dengan baik.”
“Yang jadi pertanyaan yaitu mengapa emas tersebut kini berada di Eropa?” Kataku memotong kisah Catty. 
“Dokumen ini menceritakan, bahwa ada semacam bank di Eropa yang sengaja dibuat Cina untuk keamanan penyimpanan emas. Karena mungkin menyimpan di dalam negeri terlalu rawan, sehingga Eropa pun dipilih lantaran alasan keamanan itu.”
“Bukankah perbankan gres dikenal pada kala 17?”
“Ya. Tepatnya sesudah jatuhnya dinasti Utsmaniyah di Turki akhir serangan Austria dan Venesia. Tentu namanya dulu bukan bank. Namun cara beroperasinya tidak jauh berbeda dengan sistem perbankan yang menimbulkan uang kertas sebagai alat tukar.”
“Lalu, bagaimana dengan dokumen yang ini?” tanyaku sambil menunjuk salah satu dokumen. “Di situ tertulis kalimat ihwal Istanbul. Ada kekerabatan apa sebenarnya?”
“Kalau saya perhatikan, tampak terperinci bahwa di balik pengaturan tata perdagangan internasional dan admistrasi sistem imbal beli yaitu bangsa Turki. Penempatan aset ini dilakukan pada kala ke 16, yaitu pada masa pemerintahan Sulaiman Al-Qanuni. Waktu itu, Dinasti Utsmaniyah menguasai Eropa. Kaprikornus mungkin masuk nalar bila Cina meminta jasa mereka untuk membantu membangun sistem perdagangan Internasional, dan menimbulkan Eropa sebagai tempat penyimpanan aset.”
Aku pun menanggapi, “atau bisa saja sebagian aset itu memang milik ex-Khilafah Utsmaniah yang dirampok secara sistematis oleh kelompok yahudi dengan cara berkonspirasi dengan elite dalam Dinasti. 
Hal ini sanggup kita lihat pada paruh kedua kala ke-16, terjadi krisis moneter dikala emas dan perak diusung ke Eropa lewat kolonial Spanyol. Akibatnya mata uang Khilafah dikala itu terpuruk; inflasi andal terjadi. Mata uang Baroh diluncurkan Khilafah tahun 1620 tetap gagal mengatasi inflasi. Lalu keluarlah mata uang Qirsy di kala ke-17. Inilah yang membuat pasukan Utsmaniah di Yaman memberontak pada paruh kedua kala ke-16. Dan akhir adanya korupsi, negara harus menanggung utang 300 juta Lira.”
“Wah! Semakin asyik saja pembicaraan kita. Sepertinya kita punya perhatian yang sama soal sejarah,” kata Catty semangat. Kemudian berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke jendela kamar hotel.
Aku memperhatikan Catty yang berada di sisi jendela. Dia berdiri dengan posisi tubuh sedikit miring dengan pandangan mata menerawang jauh ke luar jendela. Dia perempuan dengan tatapan mata lembut namun teguh pendirian. Rambutnya yang hitam dan lebat, dibiarkan terurai sebatas bahu. Sinar matahari memantul pada tubuhnya yang tegak berdiri. Membangun siluet abu-abu yang membuat dirinya tampak anggun di mataku. Dan semua itu membuatku semakin kagum padanya. Pengetahuan dan wawasannya sangat luas. Membuat pembicaraan kami siang itu semakin mendalam, ihwal Kejayaan Dinasti Islam dan peradabannya yang bisa bertahan membuat perdamaian di muka bumi selama lebih dari 600 tahun. Itu semua lantaran syariat Islam ditegakkan secara kaffah.  Keadilan dijunjung tinggi. Kebenaran dibela. Kebaikan diperjuangkan.
“Jak,” panggil Catty  kemudian. “Sekarang saya akan menghubungi contac-ku di Madrid untuk mencari tahu ihwal Ahmed Khalik yang terkait dengan aset ini. Mungkin dari sana kita sanggup menelusuri kebenaran aset ini. Saya yakin niscaya ada orang yang mengetahui sejarah keluarga Ahamed Khalik. Orang Turkey populer sangat rapi menjaga dokumen silsilah keluarga. Maklum, mereka pernah menjadi penguasa dunia.”
“Ya, saya rasa itu lebih baik. Karena itulah satu-satunya petunjuk.”
Cellphone Catty bergetar. Ada pesan singkat masuk. Dia terlihat mengerutkan kening. “Aku tidak kenal orang yang kirim pesan ini. Tidak ada nomor. Hanya nama. Pesan ini tampaknya dikirim melalui internet.”
“Apa pesannya?”
“Mungkin Anda membutuhkan jalan ke Timur? Dalam lima menit saya akan menelepon anda,” Catty membacakan pesan itu. 
“Ini tentu ada kaitannya dengan pesan yang kutempatkan di  search engine,” lanjutnya.
Lima menit kemudian, telepon selular Catty benar-benar berbunyi. Aku dan Catty saling berpandangan. Ada keraguan untuk menjawab. Dia khawatir bila ini yaitu jebakan. Namun akhirnya, saya mengangguk kepadanya, memberinya instruksi untuk mendapatkan telepon itu. 
“Datanglah ke Beirut. Saya tunggu. Saya akan menghubungi Anda lagi dalam 26 jam,” terdengar bunyi berat di seberang dan segera terputus tanpa memberi kesempatan kepada Catty untuk menjawab.
“Beirut. Dia mintaku ke Beirut. Siapa bahwasanya orang ini?” Catty mengerutkan kening.
“Aku tidak mengerti,” kataku sambil mengangkat bahu. “Apa pendapatmu?”
“Tapi orang ini menyebutkan pesan yang persis sama dengan apa yang tertulis dalam dokumen.”
Catty melihat kembali dokumen yang ada di meja. “Tentu ia mempunyai petunjuk yang sangat berarti.” Catty menatapku.
“Apakah kau akan memenuhi undangannya?” Tanyaku. Catty termangu namun matanya terus menatapku. Akhirnya ia berdiri dan memegang tanganku. “Jaka, saya harus temui orang ini. Sama menyerupai ketika saya harus menemuimu. Apapun harus  kulakukan untuk aset ini.”
Aku tersentak, dan seketika merasa kecil di hadapan perempuan ini. Begitu teguh dengan keyakinannya dan tidak kenal menyerah. Berusaha keras menjemput takdir, sebesar apapun resikonya. “Aku akan temani kamu,” kataku sembari memegang jemarinya.
“Sungguh?” mata Catty yang hitam menatapku dalam. Seolah ia ingin menyakinkan pendengarannya ihwal apa yang kuucap barusan. “Iya. Kita akan gotong royong ke Beirut.” Jawabku mantab.
“Kalau begitu, besok kita berangkat ke Beirut.”  Catty memelukku. “Terima kasih telah mau mengerti. Tuhan Maha Adil. Tomasi meninggal dan menggantinya dengan kamu. Dua laki-laki yang mungkin berbeda namun punya semangat yang sama.”
“Nah, kini kembalilah ke kamar. Istirahatlah dan besok pagi kita berangkat ke airport,” Aku melepas pelukan Catty sambil tersenyum.
***
“Kota ini seakan telah melupakan perang saudara yang pernah berlangsung lama,” kata Catty dalam perjalanan dari bandara ke hotel di daerah Hamra, Beirut Barat. Seseorang telah mengatur supaya kami tiba ke hotel itu dan menginap di sana. Semuanya dipersiapkan dengan sempurna.
“Aku rasa kurang tepat bila disebut sebagai ‘perang saudara’, lantaran terlalu banyak keterlibatan kekuatan asing. Apa yang terjadi di Lebanon bisa disebut perang Lebanon-Palestina, Lebanon-Lebanon, Suriah-Palestina, Israel-Palestina, Suriah-Lebanon, Suriah-Israel, dan Israel-Lebanon,” saya menimpali. 
Catty melirikku dan tersenyum. “Nampaknya kau cukup kenal negeri ini?” kemudian menyandarkan kepalanya ke bahuku dan memejamkan mata. Raut mukanya tampak lelah dan tegang. Aku memalingkan wajah ke samping dan menatap keluar kendaraan. Melihat pemandangan kota dengan gedung-gedung pencakar langit dan apartemen jangkung yang berantakan hampir di segala penjuru kota. Tidak aneh, lantaran Beirut yaitu financial center di Arab. Negeri ini yaitu terminal perputaran uang raksasa dan hidup dari sistem ini.
Dari beberapa literatur ihwal Beirut, saya tahu bahwa Negara ini lahir ketika berakhirnya Perang Dunia I dan runtuhnya kekhalifahan Ottoman. Wilayah yang kini ini berjulukan Lebanon jatuh ke tangan Perancis. Pimpinan Maronit  berhasil meyakinkan penguasa Perancis untuk membentuk sebuah negara berjulukan Lebanon di mana golongan Maronit dan sekte Kristen yang lebih kecil Artikel Babo berkuasa bersama-sama. Sekte Kristen selain Maronit yaitu Ortodok Yunani, Ortodok Armenia, Nasrani Armenia, Roma Katolik, dan Protestan.
Selain itu, mereka juga meminta wilayah Lebanon dikala itu – selain daerah Gunung Lebanon yang secara tradisi menjadi wilayah mereka – yang meliputi kota-kota pantai yang dikuasai golongan Muslim Sunni. Misalnya: Beirut, Tripoli, Sidon, dan Tirus. Mereka juga ingin memasukkan wilayah yang dikuasai golongan Muslim Syiah, yakni Lebanon Selatan, Akkar, dan Lembah Bekaa. Saat itu, berdasarkan sensus 1932, golongan Maronit dan sekte Kristen Artikel Babo berjumlah 51 persen lebih sedikit.
Tuntutan golongan Maronit itu memojokkan golongan Muslim Sunni dan Syiah, juga Drus yang bahwasanya lebih suka bergabung dengan Suriah ketimbang menjadi penggalan ‘Lebanon Raya’. Namun, pada alhasil mereka bersepakat untuk membentuk negara baru, sehingga dengan demikian Perancis pun angkat kaki. Kesepakatan itu kemudian dikenal dengan nama Pakta Nasional.
Dalam Pakta Nasional – persetujuan tidak tertulis – itu mereka juga tetapkan bahwa Presiden Lebanon akan selalu dari golongan Maronit dan komposisi tubuh legislatif harus mempunyai perbandingan 6:5 antara Kristen dan Muslim. Mereka juga bersepakat, perdana menterinya akan selalu dari golongan Muslim Sunni, sementara ketua parlemennya dari golongan Muslim Syiah.
Hal itu bertahan selama jumlah golongan Maronit dan Kristen Artikel Babo lebih dari 51 persen. Akan tetapi, pada tahun 1970- an komposisi demografis berubah. Golongan Maronit hanya tinggal sekitar sepertiga jumlah penduduk, sementara golongan Muslim meningkat menjadi dua pertiga. Selain itu, golongan Syiah yang sebelumnya menempati urutan ketiga dalam jumlah, menjadi komunitas agama terbesar.
Oleh lantaran itu, para pemimpin Muslim menuntut supaya komposisi kepemimpinan nasional diubah sejalan dengan adanya perubahan demografis. Tuntutan itu ditolak oleh Maronit yang tetap menginginkan Pakta Nasional menyerupai semula. Untuk memperkuat sikapnya itu, Maronit kemudian membentuk milisi bersenjata. Milisi yang paling terkemuka yaitu milisi Phalangis yang dibuat oleh Pierre Gemayel. Tindakan kelompok Maronit itu dijawab oleh kelompok Muslim dan Drus. Mereka juga membentuk pasukan sendiri. Hal tersebut menimbulkan lumpuhnya pemerintahan.
Pada dikala masing-masing kelompok membentuk milisi dan membangun kekuatan, ketegangan Kristen-Muslim jalin-menjalin dengan ketegangan PLO dan Israel. Menyusul pengusiran PLO oleh Raja Hussein dari Jordania sesudah terjadi kejadian ‘Black September 1970’. Yasser Arafat dan kelompoknya pindah ke wilayah-wilayah pengungsi Palestina di Beirut dan Lebanon selatan.
Kedatangan PLO ini disambut baik oleh kelompok Muslim dan Drus. Sebaliknya mereka ditolak oleh kelompok Maronit. Bagi kelompok Muslim dan Drus, kedatangan PLO merupakan aksesori kekuatan. Karena itu, Maronit menginginkan PLO keluar dari Lebanon. Tentu saja, rencana itu ditentang oleh kelompok Muslim dan Drus.
Situasi semakin tegang. Tiba-tiba semuanya telah terjadi. Suatu pagi, 13 April 1975, sejumlah orang bersenjata tak dikenal dengan mengendarai kendaraan beroda empat melepaskan tembakan ke sebuah gereja di Ein Al-Rumaneh, Beirut Timur, wilayah Kristen. Tembakan itu menewaskan empat orang termasuk dua milisi Phalangis. Aksi itu segera dijawab milisi Phalangis. Di bawah pimpinan Gemayel mereka membantai 27 orang Palestina yang tengah menumpang bus di Ein Al-Rumaneh.
Api pertempuran pun membesar. Perang Lebanon pecah. PLO pimpinan Yasser Arafat berpihak pada milisi Muslim. Lebanon pun terpecah belah. Lebanon penggalan selatan dan Beirut penggalan barat berada di bawah kekuasaan PLO dan milisi Muslim, sementara milisi Maronit dan Kristen Artikel Babo menguasai Beirut penggalan timur serta Gunung Lebanon.
Ketika milisi Maronit berada di ambang kekalahan, Juni 1976, mereka meminta tunjangan Suriah supaya ikut mengintervensi. Suriah masuk, kemudian menduduki menduduki wilayah Lebanon yang tidak diklaim oleh kelompok Muslim maupun Maronit, contohnya Tripoli dan Lembah Bekaa. Masuknya pasukan Suriah memberi semangat gres bagi milisi Maronit. Perang pun berkobar lagi, saling bantai terjadi di banyak wilayah.
Situasi bertambah pelik sesudah Israel juga terlibat dengan menginvasi Lebanon pada bulan Maret 1978. Serangan Israel ini lantaran terprovokasi oleh serangan PLO terhadap sebuah bus di Israel penggalan utara. Perkembangan di lapangan mendorong campur tangan dunia internasional menyerupai AS, Perancis, dan Italia.
Begitulah sejarahnya, dan hingga kini Lebanon masih selalu menyimpan potensi konflik. Ditambah lagi adanya harapan pihak Amerika untuk terus membantu Israel.
“Anda sudah sampai,” kata supir taksi. Aku tersentak dari lamunanku. Dengan lembut, kusentuh kening Catty yang segera mengedipkan kelopak matanya.
“Oh, sudah sampai.” Catty segera membuka pintu taksi. Matanya memperhatikan sekilas ke arah lobi hotel. Kemudian tersenyum kepadaku yang segera menuntunnya masuk ke dalam. Di belakang kami, seorang petugas hotel membawa bagasi milik kami.
Catty memperlihatkan paspor miliknya kepada petugas reservasi, seorang perempuan manis yang sangat ramah. Petugas jelita itu sekilas melirik ke arahku.
“Ini kunci kamar Anda,” petugas itu menyerahkan kunci kamar kepada Catty. “Selamat menikmati layanan kami.”
Aku agak terkejut lantaran petugas ini hanya memberi satu kunci kamar. Artinya kami akan tidur sekamar. Catty menangkap keterkejutanku.
“Tenang saja. Aku tidak akan memperkosamu.” Catty mencubit tanganku ketika masuk ke dalam lift. “Seseorang telah mengatur semuanya ini. Bukan kemauanku,” lanjut Catty santai. Belum lima menit berada di dalam kamar, terdengar bunyi telepon berdering.
“Datanglah ke daerah Solidere. Ada seseorang yang akan menunggu Anda di kafe di daerah itu. Ikutilah dia,” telepon pribadi terputus. Catty tertegun.
“Sebaiknya kita segera berangkat ke sana,” kataku segera meyakinkan Catty yang masih kaget.
“Baiklah,” Catty segera melangkah ke pintu. 
“Jak,” Catty berbalik sebelum keluar. Menghadap ke arahku dengan tatapan serius, “seseorang telah mendeteksi hubunganku dengan kamu.”
“Dari mana kau tahu itu?” tanyaku terkejut.
Aku mempunyai alat di dalam sistem komputerku yang sanggup mendeteksi bila email serverku disadap orang lain. Teknologi ini kudapatkan dari sahabat di Israel. Awalnya alat ini digunakan perusahaanku untuk mengetahui pihak yang ingin menghacker sistem gosip kami.”
“Apakah itu artinya berbahaya?”
“Aku yakin pihak yang menghacker yaitu pihak yang sangat mengerti ihwal isi pesan saya di search engine. Tentu mereka juga sedang menanti, sama sepertiku, seseorang yang akan merespon kalimat tersebut.”
“Oh!”
“Yang pasti, kini posisi kita telah terbuka. Kita harus lebih hati-hati.”
“Tentu.”
Aku merasa keadaan kian bertambah pelik. Namun, suka tidak suka saya sudah terlanjur masuk ke dalam bulat ini. Resiko ada di depan. Ada rasa takut menyelimuti tapi segera kutepis. Keyakinanku akan qada dan qadr, membuat semangatku tak bergeming. Hidup memang penuh resiko. Dan resiko terbesar dalam hidup yaitu kematian. Tapi,toh semua orang niscaya akan mati. Lantas, apa yang harus ditakuti? Aku berusaha menguatkan hatiku untuk tetap tegar.
Taksi melaju menuju wilayah Solidere yang terletak di akrab pantai. Banyak turis duduk santai. Di sekitarnya juga terdapat banyak kafe yang berjejer. Kami tidak tahu di mana posisi kafe yang harus di datangi. Dalam kebingungan itu, telepon selular Catty bergetar kembali. “Kafe Libanis di ujung jalan,” bunyi singkat dari seberang dan kemudian terputus kembali. Setiap pembicaraan melalui telepon tidak pernah lebih dari dua menit.
Belum sempat kami duduk di kafe itu, seorang laki-laki tiba menghampiri. Dengan memakai bahasa Itali, laki-laki itu berbicara kepada Catty. Kemudian Catty mengangguk kepadaku dan memegang tanganku. Kami melangkah mengikutinya. Menyeberangi jalan di depan kafe. Kemudian terus masuk ke sebuah gang sempit di sela dua bangunan enam lantai. Pria itu berhenti sebentar di depan pintu yang berada tepat di belakang bangunan itu. Tak berapa usang pintu terbuka. 
Pria itu masuk, dan kami mengikuti dari belakang. Sepasang mata dari orang yang tadi membukakan pintu terus mengikuti dengan tatapan aneh. Tidak ada cahaya lampu di dalam gedung itu kecuali selarik cahaya yang menyusup masuk dari celah jendela. Kami masuk ke sebuah ruangan di lantai dua. Di sana, sudah menanti seorang laki-laki bertubuh atletis. Dia bukan orang Arab. Lebih tepatnya orang Eropa dengan rambut blow  dan mata biru.
“Selamat tiba di Beirut,” sapa laki-laki itu sambil menyalami kami satu persatu. “Saya yakin Anda niscaya akan tiba memenui seruan saya. Terima kasih,” lanjut laki-laki itu dengan senyum.
“Apa maksud Anda mengundang kami?” tanya Catty.
“Untuk memberi tahu suatu hal ihwal kebenaran,” jawabnya singkat. 
“Kebenaran? Maksud Anda?” 
Pria itu mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. “Ini,” kata laki-laki itu sambil menyerahkan setumpuk dokumen. Catty menerimanya dengan penuh tanda tanya. Dia perhatikan dokumen itu. Membacanya. Tiba-tiba Catty tersentak. Aku juga tak bisa menyembunyikan keterkejutanku. 
Dalam tumpukan itu, terdapat dokumen mengenai Hilton Memorial Treaty yang ditandatangani oleh JF Kennedy, Soekarno serta Gubernur Bank Sentral Swiss. Treaty ini ditandatangani pada tahun 1962. Merupakan bukti syah akreditasi decade asset yang masuk ke dalam Fed system. Posisi Soekarno pada waktu itu yaitu mandataris pemilik aset dari delapan negara.
Kemudian, beberapa dokumen lagi menyebutkan ihwal manifes  kapal yang mengangkut emas ke Eropa pada kala ke-14. Juga ada bukti-bukti tanda terima barang dengan rincian berat dan jumlah batangan emas, serta asal negaranya. Pria itu tetap tenang, sambil memperhatikan saya dan Catty yang nampak antusias membaca dokumen-dokumen itu.
“Dokumen ini saya dapatkan pada tahun 1980. Ketika saya masih bertugas di KGB. Kami berhasil menyelinap masuk ke dalam markas The Fed dan mengambil dokumen ini dengan memfotonya,” kisah laki-laki itu seakan menangkap rasa ingin tau kami ihwal asal muasal dokumen tersebut. 
“Apa pendapat Anda ihwal dokumen ini?” tanya laki-laki itu kemudian.
“Ternyata pemilik terbesar aset ini yaitu Cina,” Catty menatapku. Seakan meminta saya untuk mengingat dokumen yang ada di tanganku. Aku mengangguk.
“Lalu, apa maksud Anda sebenarnya?” tanyaku kepada laki-laki itu. 
Dia balik tersenyum kepada kami berdua. Lalu bangun dari duduknya. 
“Kita harus bersatu untuk sebuah misi kemanusiaan. Dokumen ini akan sangat berguna, yang akan memberi kesempatan bagi pemilik aset, untuk menuntut haknya di pengadilan internasional.”
“Misi kemanusiaan?” Aku mengangkat alis. Meminta penjelasan.
“Ya. Kami hanya ingin membuat mereka lemah dan tak berdaya lagi mengontrol keuangan dunia. Itu saja.”
Catty tersenyum kepada laki-laki itu, “Semoga.”
Namun, saya masih belum begitu yakin dengan laki-laki ini. Aku merasa bahwa orang yang ada di hadapanku kini bukanlah orang biasa. Dengan ia sanggup mengetahui keberadaan kami, sanggup dipastikan bahwa orang ini mempunyai rencana besar dan dengan kekuatan yang besar pula.
“Baiklah. Apa yang harus segera kami lakukan?” Aku bertanya dengan hati-hati.
“Berikan dokumen yang ada pada Anda dan kita akan gotong royong menyusun taktik untuk menghadapi mereka. Juga transaksi Anda di Swiss akan menjadi salah satu alasan terkuat untuk bisa masuk dengan tepat,” kata laki-laki itu sambil tersenyum ramah kepada mereka berdua.
“Mana dokumen itu?” lanjutnya dengan mata elang.
“Tidak ada sama saya sekarang,” saya menjawab tegas.
“Di mana?”
“Saya tempatkan di safety box bank di Hong Kong. Tapi fotocopinya ada sama saya. Di dalam tas di hotel,” kataku.
“Oh.”
 Pria itu berpikir sejenak, “Baiklah. Akan kita ambil aslinya nanti. Sekarang orang saya akan bersama Anda menuju hotel untuk mengambil fotokopinya.” Pria itu berteriak memanggil seseorang. Tak berapa lama, seorang laki-laki muda dengan postur tubuh tegap sudah ada di hadapan mereka. 
Nampak keduanya berbicara dengan serius, alhasil laki-laki itu berkata, “Sebaiknya Anda pergi meninggalkan Beirut sekarang. Kedatangan Anda diikuti orang lain. Anda tidak bisa keluar dari Beirut melalui udara. Sangat tidak aman. Orang saya akan mengeluarkan Anda melalui Aridhah, kemudian terus ke Damaskus. Di sana sudah ada orang kami yang akan memperlihatkan paspor palsu untuk Anda pulang. Saya akan kabari jadwal kita bertemu di Hong Kong. Kita harus hati-hati.”
Aku dan Catty segera pergi dengan mengendarai kendaraan beroda empat Mercy menuju perbatasan Lebanon-Suriah. Tanpa mampir dulu di hotel, lantaran laki-laki yang mendampingi kami, menegaskan bahwa tas kami sudah diambil oleh temannya dan akan bertemu di perbatasan.
Hari telah beranjak malam ketika kami hingga di Aridhah. Sementara temannya yang berjanji akan bertemu ternyata tidak kunjung datang. Pria itu melirik jam tangan dan berkata kepada Catty, “kelihatannya ada duduk kasus dengan sahabat saya. Sebaiknya kita tidak usah tunggu dia. Anda pribadi saja keluar dari sini. Setelah Anda keluar dari border, ada orang kami yang akan menjemput. Tolong matikan telepon Anda. Ini penting untuk menjaga posisi Anda supaya tidak diketahui,” kata laki-laki itu datar.
Untunglah paspor tidak tertinggal di hotel. Aku dan Catty menghela nafas panjang ketika kami berhasil melewati petugas imigrasi. Memang betul, seseorang tiba menghampiri dan memperkenalkan diri untuk menjemput. Dengan kendaraan Van tua, mereka melaju menuju sentra kota dan terus ke airport. 
Selama perjalanan, saya dan Catty mencicipi kecemasan yang teramat sangat. Kami  tidak tahu apakah ini hanya sandiwara atau apa? Siapakah yang kami takuti? Siapakah yang mengikuti kami? Masalah apa yang terjadi pada sahabat laki-laki itu? Beratus pertanyaan tak terjawab, hanya menambah kebingungan dan kecemasan kami. Ingin rasanya kami segera berlalu dari tempat ini.
“Jak, saya harus segera pergi untuk berkemas-kemas kembali ke Lugano. Sebelumnya akan mampir ke Madrid. Kita harus terus berkomunikasi dengan cara memakai sandi atau membuat banyak sekali alamat email supaya membingungkan pihak tertentu yang ingin melacak gosip dari kita,” kata Catty dikala hendak berpisah di Damascus International Airport.
“Saya juga akan kembali ke Hong Kong. Jaga diri baik baik, ya..” 
Aku melihat ada air mata mengambang di pepuluk matanya. Namun saya berusaha tersenyum tegar kepada Catty yang kemudian mengangguk dan melangkah menuju border.



Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/