Rumor ternyata benar. Benar bahwa di balik penyerangan Lapas Cebongan yaitu KOPASSUS atau Komando Pasukan Khusus dibawah Angkatan Darat. Ke 11 Prajurit Kopassus dengan kesatria mengakui perbuatannya sesudah team pemeriksaan Tentara Nasional Indonesia dibuat oleh KSAD. Prajurit Tentara Nasional Indonesia itu tiba sendiri dihadapan team pemeriksaan dan siap mempertanggung jawabkan kesalahannya. Sikap tanggung jawab bukan hanya tiba dari prajurit sang pelaku tapi juga dari Danjen Kopassus yang dengan tegas siap menanggung kesalahan dari anak buahnya. Begitulah TNI, bila Panglima sudah bersikap maka tidak butuh waktu usang untuk meng investigasi. Tidak samahal nya dengan Sipil yang pelakunya selalu bersembunyi hilang layaknya pecundang sejati. Dengan demikian maka POLRI juga harus membentuk team pemeriksaan atas kemungkinan oknumnya terlibat sebagai pelaku pengeroyokan brutal di Hugo’s Café yang menewaskan anggota Kopassus Serka Heru Santoso. Masih ada 7 orang pelaku pengeroyokan itu yang masih bebas berkeliaran. Harus dicatat bahwa kesediaan prajurit Tentara Nasional Indonesia untuk diadili secara hokum alasannya yaitu percaya hokum masih dijunjung di republic ini tapi jikalau POLRI gagal mengungkapkan pengeroyokan itu maka duduk kasus ini tidak akan simpulan hingga disini.
Pengeroyokan itu terjadi di café Hugo ,sebuah tempat hiburan malam yang glamor di Yogyakarta. Menurut Tentara Nasional Indonesia bahwa kehadiran Serka Heru Santoso di café itu dalam rangka tugas. Apakah kiprah prajurit Tentara Nasional Indonesia di café itu? Jawaban dari Tentara Nasional Indonesia bahwa Heru Santoso sedang melaksanakan operasi intelligent yang mengharuskan ia hadir di café itu. Jadi terperinci bahwa kehadiran Prajurit Tentara Nasional Indonesia di café itu dibawah perintah atasannya, Tentu atasanya memerintah atas dasar jenjang komando di TNI. Kita tidak perlu bertanya lebih jauh mengapa kiprah intelligent harus berada di café . Karena ini sudah biasa dalam kiprah intelligent yang harus mendapat warta darimanapun sumbernya. Yang jadi pertanyaan besar yaitu disamping preman mengapa ada keterlibatan oknum polisi dalam pengeroyokan itu? Tentu Heru Santoso tidak menyadari ini akan terjadi. Kalaulah dari awal ia tahu akan dikeroyok, tentu ia tidak akan tiba sendirian ke café itu. Yang niscaya ini bukan perkelahian impulsif yang biasa terjadi di tempat hiburan malam tapi perkelahian yang sudah direncanakan dengan terperinci oleh para pengeroyok, dengan sasaran "menghabisi" Heru Santoso secara sadis dihadapan orang banyak. Ini benar benar gaya Triad atau Mafia. Kejam dan dingin. Apa motive nya ?
Sumber kejahatan apapun didunia modern ini selalu dibicarakan di tempat hiburan malam. Berbagai transaksi haram, entah itu suap, jual beli narkoba, pelacuran, terjadi ditempat hiburan malam. Disetiap kota besar atau disetiap provinsi , café glamor di legitimasi kehadirannya oleh pejabat kota. Semua pengelola tempat hiburan malam bukan hanya mereka yang punya modal tapi juga mereka yang punya access kepada pegawapemerintah keamanan untuk “perlindungan”. Mengapa perlu “perlindungan”? alasannya yaitu hampIr semua tempat hiburan melanggar ketentuan formal izin usahanya. Tentu Ini tidak ada yang gratis. Kita tidak tahu niscaya berapa uang upeti kepada pegawapemerintah keamanan. Tapi yang terperinci jumlahnya tidak sedikit. Konon berdasarkan kisah dari teman yang juga pengelola tempat hiburan malam , yang mendapat jatah upeti bukan hanya pegawapemerintah keamanan tapi juga pegawapemerintah PEMDA. Bahkan atas rekomendasi dari PEMDA atau Aparat keamanan, pengelola tempat hiburan juga harus menawarkan santunan dana kepada Ormas yang suka “ngeributin”keberadaan tempat hiburan malam. Kadang ada juga oknum pegawapemerintah keamanan mendapat jatah dari kartel pengedar narkoba. Maklum café juga yaitu market place untuk produk narkoba dengan omzet gigantic.
Untuk menjadi pengelola café apalagi tempat hiburan untuk kelompok menengah atas tidaklah mudah. Anda harus lebih dulu dikenal erat dengan elite politik didaerah maupun di pusat. Kedekatan ini penting untuk mengukur grade anda untuk pantas dilindungi dan di-legitimate usahanya. Demikian kata teman saya. Kalau dulu sebelum reformasi, seluruh tempat hiburan di backing oleh Tentara Nasional Indonesia melalui kerjasama dengan yayasan milik TNI. Makara pemberian lebih terorganisir dan transfarance. Ini sebagai financial resource bagi komandan pasukan untuk mensejahterakan prajurit melalui jalur non budgeter. Makara pendapatan dari dunia hiburan ini tidak hanya untuk kepentingan langsung Jenderal atau komandan tapi juga lebih kepada kepentingan pelatihan pasukan. Menurut saya, secara susila ini tetap salah. Namun di kala reformasi, Tentara Nasional Indonesia masuk kandang. POLRI mengambil alih kiprah Tentara Nasional Indonesia di wilayah public, termasuk di tempat hiburan malam. Apakah semudah itu menarik Tentara Nasional Indonesia dari wilayah public khususnya ditempat yang sebelumnya merupakan financial resource bagi TNI. Apalagi Tentara Nasional Indonesia tahu niscaya bahwa kekuasaan sipil menimbulkan oknum keamanan dan pemda kaya raya dari dunia malam. Sementara kehidupan prajurit semakin terpinggirkan alasannya yaitu sang komandan tak lagi punya susukan terhadap dana non budgeter.
Kalaulah kala reformasi memang terbukti kekuasaan sipil lebih baik dari militer. Lebih tidak korupsi. Lebih mahir mempertahankan NKRI. Lebih mahir membrantas NARKOBA. Lebih adil terhadap rakyat miskin. Lebih tinggi kehormatan bangsa dan Negara dihadapan asing. Saya yakin Tentara Nasional Indonesia memang tidak punya pilihan kecuali harus lapang dada berada di dalam camp. Tapi bila reformasi dari tahun ketahun semakin menerangkan kemerosotan susila para elite, dan semakin memperlebat gap kaya dan miskin, keadilan diperdagangkan, maka fitrah Tentara Nasional Indonesia yang terlahir dari rakyat akan bangun kembali untuk mengarahkan senjata ke elite politik. Memang dalam sejarah Tentara Nasional Indonesia tidak pernah melaksanakan makar apalagi perebutan kekuasaan namun Tentara Nasional Indonesia sangat gampang menjadi backing rakyat melaksanakan perubahan termasuk revolusi. Sejarah membuktikan itu. Makara , sudah saatnya insiden penyerangan Lapas oleh Kopassus dijadikan pelajaran bagi elite politik sipil dan Polisi Republik Indonesia biar mulailah stop korupsi, stop backing kejahatan. Ingatlah bahwa kewibawaan rezim sipil bukan terletak pada forum HAM,KPK dll tapi pada Kewibawaan kepemimpinan dalam menegakkan keadilan, mengutamakan kebaikan, membela kebenaran untuk lahirnya keadilan sosial bagi semua. Sadarlah ! sebelum terlambat.
Sumber https://culas.blogspot.com/