Nilai Islam : Keadilan.


Tadi sore saya bertemu dengan sobat lama. Dia mengundang saya berbuka bersama di restoran. Kami bicara banyak dan hasilnya hingga pada issue politik yang kini sedang hangat dalam putaran Pilkada DKI. Dimana agama dijadikan alat oleh elite politik untuk memancing emosi rakyat biar terpilih menjadi penguasa. Mengapa ? tanya saya. Bukankah selama ini agama dibentuk berjarak dari hiruk pikuk usaha nilai nilai kehidupan social politik budaya? Teman ini menyampaikan bahwa dalam system demokrasi, untuk menjadi pemenang,  apapun digunakan untuk dikemas dalam seni berkompetisi, termasuk mengakibatkan Ayat Al Alquran dan Hadith sebagai dalil.  Rakyat awam tidak paham siapa rezim kini yang berkuasa sekarang. TIdak begitu paham wacana Negara ini tidak menurut syariat Islam. Sepenggal ayat AL Alquran dan Hadith sudah cukup ampuh untuk menciptakan rakyat terpedaya dan mengekor.  Ini lebih jahat ketimbang Yahudi. Saya terkejut dengan ungkapan sobat ini. Menurutnya , Yahudi terang jelas berjuang untuk hegemoni agama dan ras nya. Mereka melaksanakan apa saja untuk kepentingan mereka. Kita bisa menghadapinya dengan terang pula. Tapi , bila ada orang islam berbaju gamis namun mindset  Yahudi dipakainya sehabis berkuasa tentu ia lebih jahat dari Yahudi.

Saya belum bisa mendapatkan analogi sobat ini. Menurutnya lagi, bahwa dalam sejarah usaha umat islam yang higienis dari efek Yahudi ialah generasi pertama islam. Pada mereka,  Yahudi dijadikan musuh utama walau dalam prakteknya mereka masih penuh toleran. Allah sendiri hingga menyindir akan perilaku generasi pertama islam itu dengan firman “ ….Inilah kamu! Kamu kasih kepada mereka, padahal mereka tidak kasih kepada kamu. “ (QS Ali Imran 119). Artinya Yahudi itu memang musuh laten bagi usaha Islam meninggikan kalimat Allah. Yahudi bisa melaksanakan apa saja untuk  bergesernya aqidah Islam. Mereka sadar bahwa untuk melemahkan usaha islam ialah ciptakan kekuasaan yang akrab dengan kemewahan biar nafsu bisa menjadi raja sesungguhnya. Bila pemimpin sudah mengakibatkan nafsu sebagai raja maka perilaku sinis kepada agama akan muncul. Hukum islam tegak hanya untuk rakyat jelata sementara bagi penguasa aturan dikebiri. Titah raja ialah segala galanya. Keadilan menjadi jauh dan jauh.

Itu sebabnya Iman Hanafi menentukan untuk lebih baik berdagang kain daripada menjadi Qadi Besar Kerajaan Bani Abbas dan hasilnya mati dipenjara. Itu sebabnya Imam Syafii menolak untuk berkolaborasi dengan Bani Abbas untuk melawan keluarga Ali bin Abi Thalip dan hasilnya Iman Syafii di fitnah sebagai musuh Negara. Dari Yaman, ia dibawa ke Bagdad dalam keadaan kaki dirantai. DIsiksa dalam fitnah yang sangat kejam. Imam Hambali juga menentukan untuk dipenjara oleh Khalifah Al Ma’mun hanya lantaran tidak ingin mengeluarkan pedoman yang sesuai apa kata Raja. Beliau disiksa didalam penjara dengan luka disekujur tubuhnya. Iman Malik yang menentukan berjarak dengan Khalifah Al Manshur dan tidak ingin tiba atas panggilan Raja hanya lantaran meyakini bahwa Raja tidak lagi bicara wacana keadilan. Dari tumpukan aklak para pemimpin Bani Abbas yang mempermain Agama untuk melanggengkan kekuasaannya hasilnya tumbang  dengan sangat hina oleh lascar dari Mongolia (Tartar). Semua keluarga kerajaan berserta kemewahan Bagdad diluluh lantakan dalam penyerbuan kolosal. DI Indonesia, Orla tampil , Piagam Jakarta dihapus, ulama dipenjara. Era Orba, asas tunggal Pancasila terbentuk, ulama dipenjara. Era Reformasi, demokrasi bangun tapi tetap saja ulama yang bersuara soal keadilan masuk penjara. 

Di abad modern, Umat islam dibujuk untuk bersatu, dan agama digunakan sebagai perekat. Setelah umat islam bersatu, rezim terbentuk, Undang Undang, Peraturan dibentuk tidak menurut syariat Islam, Pengaruh Yahudi masuk lewat banyak sekali kebijakan dibidang social ,politik dan budaya, Mereka menyampaikan bahwa agama membelenggu kemajuan kecuali paham secular. Ini sangat menyakitkan. Kata sobat itu. Saya hanya membisu untuk menjadi pendengar yang baik. Kaprikornus benarlah, mereka lebih culas ketimbang Yahudi. Ya, mereka terlalu paham wacana kekuatan islam , dibanding Yahudi dan tentu andal bagaimana melemahkan umat islam biar tak berdaya dihadapan mereka. Itu sebabnya Allah memasukan mereka dalam golongan orang  Munafik. Mengapa ? lantaran kesepakatan Politik mereka membawa bawa AL Alquran dan Hadith namun mereka ingkar akan kesepakatan ketika berkuasa. Berkali kali kita umat islam diberi kesepakatan , berkali kalipula kita terkecoh. Mereka benar benar jahat. Kalau sudah begini, kata sobat saya, kitalah sebenar bergotong-royong zolim. Karena kita tidak memakai nalar dan hati untuk menentukan pemimpin.

Dalam system demokrasi liberal ketika ini, wajah Yahudi dibalik topeng itu semakin tak nampak lagi samar. Ia sudah gampang ditebak  asalkan kita smart membaca , mendengar, melihat.  Cara cara kampanye membangun gambaran digunakan dengan membayar ulama selebritis untuk memancing emosi rakyat awam biar terpedaya menentukan mereka. Ketika kampanye, mereka tidak bicara wacana perlunya syariat islam dalam system ketata negaraan. Mereka hanya membaca sepenggal Al Alquran dan Hadith yang tidak bekerjasama dengan nilai nilai islam utamanya yang bekerjasama dengan moral membangun spiritual social untuk keadilan, kebaikan, kebenaran. Tidak ada! Bukankah , kata saya, kini kita punya pemimpin yang sebagian besar beragama islam. Kita juga punya banyak partai Islam. Kita juga punya banyak ulama yang aktif berdakwah. Dan Negara membiarkan soal itu. Benar !. Kata sobat itu mengaminkan. Tapi, agama bukan soal atribut dan indentitas formal yang menempel pada Negara dan orang. Tapi seperangkat nilai yang bertumpu kepada keadilan.

Lantas bagaimana nilai nilai islam itu bisa tegak ? Itu hanya bisa tegak apabila Negara berlandaskan kepada AL Alquran dan Hadith. Negara islam.Katanya dengan tegas. Apa jadinya bila Negara itu bukan Negara Islam ? bukankah ini yang sedang kita alami? Apa perilaku kita? Tanya saya. Memang tidak gampang bersikap. Namun kita harus menentukan pemimpn yang akrab dengan kita. Terutama yang akrab kepada kaum miskin dan peduli berbuat.  Pemimpin menyerupai itu haruslah berlaku menyerupai khalifah pada generasi pertama islam. Mereka amanah, tak punya kepentingan langsung kecuali untuk orang banyak, hidup sederhana, jujur, tak banyak berkata tapi banyak berbuat. Tak jauh dari rakyat dan selalu ada untuk rakyat disaat mereka butuh keadilan. Bagaimana bila aksara menyerupai itu dimiliki oleh orang yang tak paham agama atau beragama non muslim? Tanya saya, Teman itu menjawab sambil mengulang kata kata ulama besar Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah “lebih baik dipimpin oleh pemimpin yang kafir yang adil, daripada dipimpin oleh pemimpin muslim yang dzalim. Mengapa ? tanya saya. Ya, lantaran walau ia kafir namun pastinya bukan Yahudi. Itu lebih baik ketimbang islam tapi mindset Yahudi. Tapi ia bukan muslim? Kata saya bingung. BIla Allah berkehendak, maka hidayah akan hingga kepadanya. Tugas kita memberi kesempatan untuk tegaknya keadilan dari manapun sumbernya dan selanjutnya urusan Allah menyelesaikannya. Saya termenung...

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait