Perbudakan.


Mungkin soal Ketuhanan bukanlah hal yang gres bagi penduduk Makkah dan tidak begitu dipersoalkan saat Muhammad tiba membawa risalah Islam. Tapi yang pribadi ditentang saat Muhammad berbicara wacana kesamaan hak manusi dan kebebasan. Rasul menentang segala bentuk penindasan insan terhadap manusia. Terutama budaya perbudakan.  Kalau anda kehilangan hak intelektual anda untuk menentukan perilaku maka itu artinya anda sudah jadi budak. Kalau anda kehilangan kebebasan untuk menentukan maka itu juga artinya anda sudah jadi budak. Kalau aktifitas anda diatur maka itu artinya anda sudah jadi budak. Kesimpulannya, apapun itu selagi nalar dan kebabasan tidak ada, maka itu yaitu adalah budak. 

Padahal bagi penduduk Arab dan juga bagi budaya dunia saat era Rasul perbudakan yaitu sesuatu yang lumrah. Manusia lemah biasa diperbudak dan sanggup diperdagangankan. Rasu menolak itu. Hubungan antara penguasa dan rakyat bukanlah perbudakan bila didasarkan kepada kasih sayang. Kasih sayang inilah yang diajarkan oleh Islam biar tak ada lagi jarak antara insan satu dengan yang lainnnya. Tentu kasih sayang diterapkan menurut aturan proporsional. Artinya tidak ada jarak bukan berarti kesataraan ibarat fatwa komunis. Tapi menempatkan rasa hormat dengan patut kepada siapapun sebagai hamba ciptaan Allah.

Hubungan antara insan ( hablulminannas) menjadi perhatian utama dalam islam. Itu yang disebut dengan akhlak. Mengapa ? Karena yang menjadi biang kerusakan dimuka bumi bukan lantaran tauhid tetapi lantaran moral yang buruk. Itulah sebabnya dua pertiga isi Al Alquran berisi wacana korelasi antar insan biar tidak ada salah tafsir. Allah mengajarkan kepada insan bagaimana bersikap dalam berafiliasi antara penguasa dengan rakyat, antara majikan dengan pekerja, antara suami dengan istri, antara orang renta dengan anak, antara orang cerdik dengan orang bodoh, antara pedagang dengan pedagang dan diantara sobat serta saudara. Rasulpun mencontohkan fatwa itu dalam bentuk pribadi agungnya sebagai imam, suami, pemimpin, sahabat. 

Inti dari semua fatwa korelasi antara insan ini yaitu membangun sifat cinta dan kasih sayang. Dengan kasih sayang maka perbedaan sanggup di musyawarahkan, perdamaian sanggup dibangun, kemakmuran sanggup diharapkan. Bagi saya, agama itu saya patuhi dengan menjalankan segala ritual yang disyariatkan. Sayapun berusaha terus berbuat yang sebaik-baiknya kepada orang lain. Saya tidak berbisnis dengan Tuhan; doa bagi saya yaitu menyapa Tuhan dan lisan saya yang merunduk pada Iradat-Nya. Saya tak ingin permusuhan terjadi lantaran perbedaan agama. Sungguh menggelikan untuk menganggap iman, sesembahan, dan kitab suci yang berbeda dari agama kita sebagai hal yang terkutuk. Seandainya hanya ada satu agama saja di muka bumi, dan semua yang di luar pengaruhnya akan dijatuhi eksekusi abadi…maka Tuhan dari agama itu akan merupakan Tuhan yang paling kejam dan tak adil. Semua agama baik sepanjang ia memperbaiki fi’il insan dan merawat harapan

Namun sesudah Muhammad wafat, hingga sekarang persoalan perbudakan ini terus terjadi dan bahkan telah bermetamorfosa menimbulkan agama sebagai alat perbudakan insan terhadap manusia. Terbukti hilangnya kebebasan insan untuk bersikap. Agama tidak lagi menjadi korelasi personal insan dengan Tuhan tetapi telah menjadi forum yang menentukan segala galanya. Ia menjadi kepercayaan yang mengekang kebebasan orang untuk bersikap. Mindset rasa takut dibangun lewat agama, bukanya mindset cinta. Padahal, pemaksaan kehendak justru yaitu menentang Al Alquran itu sendiri ( Qs. al-Baqarah [2]: 256 dan Qs. Yunus [10]: 99.). Meskipun agama dimanfaatkan menjadi forum selalu melahirkan kekejaman dan represi, namun secara personal keuntungannya lebih besar. Agama yaitu sebuah karunia.


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait