Subsidi ?

November 1967. Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, dan Soemitro Djojohadikusumo berkunjung ke Geneva. Mengingat pentingnya misi kunjungan ini menciptakan udara demam isu cuek itu terasa panas. Mereka tiba atas usul dari The Time-Life Corporation untuk bertemu dengan kalangan investor kelas dunia. Investor inilah yang akan menjadi undertaker kebutuhan pendanaan pembangunan indonesia menuju masyarakat sejahtera. Ketika itu yang hadir dari kalangan investor yaitu  General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, tak ketinggalan David Rockefeller yang menjadi tuan rumah. Dalam pertemuan yang berlangsung tiga hari itu, pihak investor berjanji akan menanamkan dananya untuk bisnis dibidang pertambangan Migas dan Nikel ( Freeport ). Indonesia akan mendapatkan pajak, bagi hasil dari kegiatan perjuangan tersebut. Soemitro Djojohadikusumo memberikan gagasanya kepada David Rockefeller ihwal design pembangunan jangka pendek,jangka menengah dan jangkan panjang. Belakangan dikenal dengan istilah Repelita. Sebetulnya gagasan yang disampaikan oleh Soemitro ini sudah dikenal luas oleh para ekonom dikala itu. Gagasan ini termuat dalam buku The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang ditulis oleh W.W.Rostow. Belakangan Rostow menjadi mentor para Tekhnorat ekonomi indonesia yang sebagian besar alumni Barclay University. Tahun 2003 Rostow meninggal.

Apa design pembangunan yang disampaikan oleh Soemitro?  Pada tahap awal ia sadar bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup secara tradisional atau traditional society. Merupakan masyarakat yang memiliki struktur pekembangan dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas. Belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern.Terdapat suatu batas tingkat output per kapita yang sanggup dicapai. Karenanya pada tahap ini kebijakan yang diambil yaitu kapitalisme yang diorganisir oleh negara atau disebut Liberalisme Sosial, yakni perlunya intervensi negara untuk mengelola pendidikan, stabilitas ekonomi (dan politik), dan mendesain sistem negara kesejahteraan. Seluruh sumber sumber penerimaan negara dikontrol penuh oleh negara. Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh sepenuhnya kiprah negara. Peran rakyat hanya sebagai pelangkap. Dalam kesempatan itu Soemitro memberikan bahwa pembangunan harus bergerak cepat. Kalau hanya mengandalkan cash in berupa surplus penerimaan negara dari pajak dan bagi hasil tambang, indonesia akan tertinggal. Karenanya Soemitro minta supaya negara Barat dan Amerika berada digaris depan memperlihatkan proteksi pinjaman kepada indonesia menyerupai kegiatan The Marshall Plan yang dikenal dengan istilah the European Recovery Program (ERP) paska perang dunia kedua. Belakangan ajuan ini direalisir dengan berdirinya IGGI ( Intergovernmental Group on Indonesia) dan kemudian menjelma CGI ( Consultative Group on Indonesia)

Untuk diketahu bahwa ciri dari phase the traditional Society ini yaitu negara mengatur supply and demand, termasuk memilih harga barang dan jasa melalui prosedur subsidi dan monopoli negara. Kaprikornus by design memang tidak ada sama sekali rakyat ditempatkan sebagai key player. Rakyat hanya ditempatkan sebagai objek yang hidupnya diatur dan ditentukan oleh penguasa. Salahkah ini? Bisa ya bisa juga tidak. Karena kalau proses ini dilalui dengan benar dan konsisten dimana pemerintah focus dengan teori Rostow maka sesuai Repelita jangka menengah Indonesia akan berhasil keluar dari traditional society menjadi the take off atau lepas landas. Mengapa? Dalam teori Rostow disebutkan alokasi anggaran untuk pembangunan  ekonomi  harus menjamin terjadinya keadilan distribusi barang,modal dan sumber daya. Karenanya subsidi diarahkan kepada sektor produksi bukan konsumsi. Dalam prakteknya apa yang terjadi ? Selama 25 tahun abad Soeharto, pertumbuhan ekonomi yang pesat melahirkan wabah korupsi yang luar biasa sehingga teori Rostow mendistribusikan modal dan sumber daya dalam banyak kegiatan ekonomi justru dinikmati oleh segelintir orang. Konglomerasi Swasta dan Konglomerasi negara terjadi meluas dalam bentuk monopoli. Rakyat banyak tidak begitu peduli alasannya yaitu hampir semua kebutuhan pokok disubsidi oleh negara. Ya, liberalisme sosial sangat utopis alasannya yaitu bersandar kepada kemuliaan hati penguasa yang berkuasa secara totaliter. Tak banyak pemimpin yang amanah dengan sistem utopis itu. Makanya engga asing kalau pada akhirnya melahirkan negara yang diurus oleh gerombolan penjarah.

Rakyat banyak gres menyadari bahwa harga murah yang mereka nikmati selama 32 tahun abad Soeharto bukanlah subsidi konkret yang diberikan dari surplus penerimaan negara tapi dari hutang. Ini dilakukan semata mata supaya gambaran peminpin tetap tinggi dihadapan rakyat dan stabilitas politik terjaga. Kaprikornus subsidi bukan lagi kebijakan ekonomi tapi sudah menjadi kebijakan politik, alias kebijakan menipu rakyat supaya pemimpin tetap dicintai rakyat. Rezim jatuh dan berganti. Namun  semua harus ada yang bayar akhir kebijakan masalalu. Yang membayar yaitu generasi anak dan cucu. Mereka harus menghadapi harga yang melambung lebih cepat dari pendapatan mereka. Era reformasi, pemerintahan Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY tetap menyebabkan subsidi sebagai kebijakan politik,bukan kebijakan ekonomi akhirnya Indonesia tidak beranjak dari kesalahan abad Soeharto. Pertumbuhan ekonomi Era SBY yang dipicu oleh kenaikan harga CPO dan Barang tambang tidak diikuti meningkatnya kemampun berproduksi, jusru terjadi deindustrialiasi alasannya yaitu pertumbuhan yang dipicu oleh konsumsi. Walau APBN meningkat berlipat dan GNP meningkat pesat, tapi juga diikuti oleh naiknya hutang berlipat. Sementara  distribusi modal,sumber daya  tidak terjadi meluas dan hanya dinikmati segelintir orang saja. Sektor riel menyusut dan puncaknya yaitu defisit account atau adonan defisit perdagangan dan investasi. Keadaan ekonomi paska SBY sangat mengkawatirkan apalagi dengan kurs rupiah yang terus melemah.APBN terjebak hutang sama dengan abad Soeharto. Secara makro tetap terjajah.

Jokowi menyadari bahwa ia terpilih bukan alasannya yaitu pencitraan dan tentu diapun tidak ingin mengeluarkan kebijakan pencitraan menyerupai presiden sebelumnya. Dia sadar bahwa ia dipilih rakyat alasannya yaitu rakyat inginkan perubahan yang lebih baik. Karenanya ia siap tidak terkenal akhir kebijakannya mengurangi subsidi BBM dan memastikan tidak ada lagi subsidi BBM. Namun joko widodo tetap akan memperlihatkan subsidi kepada sektor produksi. Kaprikornus apa yang  disampaikan oleh Jokowi yaitu begitulah yang diajarkan Rostow.  Pastikan rakyat bisa berproduksi setidaknya memenuhi kebutuhannya sendiri sebagai dasar menjadi komunitas global. Lindungi rakyat untuk bisa bersaing dengan yang kuat. Lindungi rakyat untuk berkembang tapi jangan beri mereka fasilitas untuk berkonsumsi sehingga menciptakan mereka tidak terpacu untuk beproduksi. Bila Jokowi ingin mengembalikan harga sesuai dengan prosedur pasar maka Jokowi juga harus memastikan terjadinya keadilan distribusi sumber daya dan modal. Upaya keadilan distrbusi sumber daya dan modal ini tidaklah gampang alasannya yaitu syarat utama yaitu pemerintah harus punya reputasi higienis dan transfarance. Bila ini diterapkan maka siapapun bisa mendapatkan alasannya yaitu meraka diperlakukan dengan adil, yang kaya bisa berkembang dan yang miskin tertolong. Kesempatan untuk semua dan mencari nafkah gampang tanpa harus menadahkan tangan secara pribadi maupun tidak pribadi lewat subsidi. Itulah kiprah pemimpin...

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait