Tahapan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam membuatkan pengelolaan lahan gambut yang merujuk pengetahuan bagi dunia intenasional.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (LHK) Siti Nurbaya Bakar hadir sebagai pembicara kunci pada aneka macam lembaga yang digelar di hari pertama. Pada konferensi internasional ini hadir perwakilan PBB, UN Environment, Menteri LH sedunia, World Bank, NGO, peneliti, akademisi, dan para kawan global lainnya. Forum yang merupakan Konferensi Global Landscape ini berlangsung di Bonn, Jerman.
Indonesia menerima apresiasi sesudah mempunyai Pusat Penelitian Lahan Gambut Internasional atau International Tropical Peatlands Centre (ITPC). ''Ini ialah rumah untuk konsultasi dan advokasi bagi kepentingan masyarakat dan lingkungan lokal, serta untuk kepentingan global,'' kata beliau dalam keterangan tertulis, Minggu (2/12/2018).
Basis ITPC dikala ini berada di dua kampus penelitian hutan di Bogor, yaitu Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi KLHK, serta di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
Siti Nurbaya menegaskan dikala peringatan CIFOR ke-25, dihadapan para pemimpin dan jago kehutanan internasional, Indonesia menegaskan posisinya sebagai 'taman bermain penelitian' bagi pengetahuan kehutanan dunia.
''Saya harap ulang tahun CIFOR ke-25 ini menjadi langkah monumental untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia, CIFOR dan semua kawan negara, untuk berkontribusi secara signifikan terhadap kehutanan internasional,'' katanya.
Pasca insiden kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2015, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan wapres Jusuf Kalla, telah memberi perhatian lebih pada pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. ''Ini untuk mencegah kebakaran gambut menyerupai yang terjadi pada tahun 2015 ketika sekitar 800.000 ha dari 2,6 juta hektar area yang terbakar ialah lahan gambut,'' ungkapnya.
Siti Nurbaya menyampaikan komitmen pemerintahan Indonesia semakin dipertegas dan telah terjadi pergeseran besar tata kelola kehutanan Indonesia menuju perspektif gres keberlanjutan. ''Kami telah pindah dari administrasi berorientasi kayu ke pengelolaan lanskap hutan. Kami juga telah mengambil langkah-langkah korektif untuk mencapai pengelolaan hutan lestari,'' tegasnya.
Dia menyampaikan bahwa Indonesia telah mencar ilmu banyak dari Karhutla yang rutin terjadi hampir selama dua dekade. Pemerintahan Presiden Joko widodo tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, alasannya ialah sangat merugikan lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan juga kehidupan sosial masyarakat.
''Kami telah membuatkan banyak instrumen pengelolaan lahan gambut,'' katanya.
Melalui kebijakan moratorium izin di lahan gambut dan hutan primer, telah diterbitkan Peraturan Perundang-undangan Nomor 57 Tahun 2016 wacana Perlindungan dan pengelolaan lahan gambut, hingga menegakkan aturan lingkungan secara konsisten.
Indonesia juga telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memperbaiki konstruksi restorasi gambut dan operasi dan pemeliharaan infrastruktur dan pemanfaatan gambut. ''Saat ini sekitar 177 pemegang konsesi telah membuatkan rencana dan melaksanakan restorasi gambut hingga 2026,'' ungkap dia.
Pemerintah Indonesia telah menempatkan restorasi lahan gambut sebagai taktik utama mengurangi emisi di sektor kehutanan. Ia juga menegaskan komitmen berpengaruh Pemerintah Indonesia untuk keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat melalui percepatan aktivitas perhutanan sosial atau aktivitas konsesi hutan desa.
''Sebelum 2015, masyarakat hanya sanggup mengelola 4-7% dari tempat hutan tetapi sesudah 2015 meningkat secara signifikan menjadi 27-33%,'' kata Siti Nurbaya.
“Capain-capaian langkah koreksi sektor kehutanan, terutama dalam hal tata kelola gambut. Di lapangan, pengelolaan lahan gambut berkelanjutan tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, masyarakat global, dan sektor swasta,'' lanjutnya.
Indonesia juga aneka macam pengalaman penting untuk pengelolaan lahan gambut tropis dunia, khususnya dalam 'A South-South dialogue'. Teknik modern dan canggih dalam mengelola lahan gambut dan mencegah kebakaran telah dikembangkah.
Selain itu telah dilakukan inventarisasi ekosistem gambut Indonesia dalam bentuk peta Hidrologi Gambut (Kesatuan Hidrologis Gambut, KHG) sebagai rujukan untuk pemetaan yang lebih rinci di tingkat Provinsi dan Kabupaten /Kota. Beberapa daerah yang menyampaikan bahwa total luas ekosistem gambut Indonesia mencapai 24,14 juta ha, menyerupai yang berlokasi di Sumatera sekitar 9,16 juta hektar, di Kalimantan sekitar 8,39 juta hektar, di Sulawesi 60 ribu hektar, dan di Papua 6,53 juta hektar.
Setelah melaksanakan inventarisasi, area seluas sekitar 2,5 juta hektar ekosistem gambut telah ditargetkan oleh pemerintah untuk pemulihan pada tahun 2020. ''Memulihkan lahan gambut kami bukan hanya memperbaiki aspek biofisik pengelolaan lahan gambut, tetapi juga mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut dan keberlangsungan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan berlisensi,'' tegasnya. [okezone.com]