Belajar Dari Tan Malaka


Pada suatu waktu , saya ada kesempatan berdiskusi dengan teman yang juga yaitu pejabat China. Yang menciptakan saya kagum yaitu pemahamannya wacana pemikiran Tan Malaka begitu hebatnya. Saya tahu lantaran yang dibahasnya itu buku goresan pena Tan Malaka yang berjudul Madilog ( (materialisme, dialektik dan logika). Menurutnya bahwa China di era Mao, pernah terjebak dengan komunisme ala Rusia, dan itu menciptakan china gelap selama lebih dari seperempat masa dengan korban rakyat kelaparan puluhan juta saat revolusi kebudayaan.

Tan Malaka punya sudut pandang sangat berbeda dari komunismenya Marx. Meskipun isi Madilog sebagian besar mengikuti materialisme dialektik Friedrich Engels. Siapa Friedrich Engels? Ia yaitu teman karib Karl Marx yang memperlengkap filsafat sosial Marx dengan filsafat alam dan ontologi materialis yang kemudian akan menjadi dasar filosofis Marxisme-Leninisme. Tapi Madilog bukan semacam "ajaran partai" atau "ideologi proletariat", bukan. Bahkan sangat ekstrim bahwa Madilog tidak sepakat dengan pemikiran Marxisme-Leninisme yang senantiasa menuntut ketaatan mutlak terhadap Partai Komunis, alias pimpinannya. Madilog menolak segala basi ideologis, menolak jargon ortodoksi partai yang tahu segala-galanya. Madilog yaitu imbauan seorang nasionalis sejati pada bangsanya untuk ke luar dari keterbelakangan dan ketertinggalan.

Maosedong walau terlambat tapi bisa mendapatkan wangsit dari istrinya untuk melaksanakan koreski komunisme lenis dan mengikuti pemikiran Tan Malaka. Bahwa kemunduran China dan balasannya di kalahkan dengan pihak asing lantaran terbelenggu dalam keterbelakangan oleh "logika mistika". "Logika mistika" yaitu logika gaib, di mana orang percaya bahwa apa yang terjadi di dunia yaitu kerjaan kekuatan-kekuatan keramat di alam gaib. Logika gaib melumpuhkan orang karena, daripada menangani sendiri tantangan yang dihadapinya, ia mengharapkannya dari kekuatan-kekuatan gaib itu. Daripada berbuat dan berusaha, ia mengadakan mantra, sesajen dan doa-doa. Revolusi kebudayaan CHina berhasl memberangus pemikiran gaib itu. Makanya beliau heran saat berkunjung ke Indonesia, orang masih terjebak dengan pemikiran gaib itu. Padahal Tan Malaka sebagai putra Indonesia terlahir dari Sumatera Barat menyampaikan dalam pemikirannya bahwa selama bangsa Indonesia masih terkungkung oleh logika gaib itu, tak mungkin ia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Jalan ke luar dari logika gaib yaitu "madilog", materialisme, dialektik dan logika. Mirip dengan August Comte, sang bapak positivisme seratus tahun sebelumnya.

Mari kita perhatikan pemikiran Tan Malaka. Dari "logika mistika" lewat "filsafat" ke "ilmu pengetahuan" atau “sains”.

Materialisme.
Orang Indonesia itu sangat suka melihat segala kejadian di alam ini dengan pemikiran cocok logi, yang berbau takhyul. Kita tidak terbiasa melihat masalah dengan budi yang mengundang kita untuk mencari tahu mengapa terjadi. Makara kita tidak terbiasa mempelajari sesuatu yang realitas dengan dasar keilmuan. Makanya engga gila bila orang gampang percaya dengan penggandaan uang. Praktis ditipu dengan endorsement orang lain akan sorga yang dijanjikan. Padahal Sorga itu hak Tuhan, dan tidak ada satupun insan bisa mengedorse orang lain bisa masuk sorga.

Jadi yang dimaksud dengan materialisme Tan, bukan pertama-tama pandangan filosofis bahwa segala yang ada itu yaitu materi atau berasal dari materia, melainkan keterarahan perhatian insan pada kenyataan, terkosepsikan dengan khayalan dan takhayul. Artinya daripada mencari penyebab segala kejadian di alam gaib soal sorga neraka, carilah penyebah terhadap realita yang ada pada diri sendiri. Daripada menganggap miskin bersahabat dengan sorga, mengapa tidak mencari lantaran kemiskina itu terjadi pada diri sendiri. Selidikilah realitas material dan itu berarti: pakailah ilmu pengetahuan!

Dialektika 
Dunia ini berubah dan satu satunya yang tidak berubah yaitu perubahan itu sendiri. Mengapa ? dengan rendah hati Tan Malaka menyatakan bahwa dialektika berarti bahwa realitas tidak dilihat sebagai sejumlah unsur terisolasi yang sekali jadi kemudian tak pernah berubah. Dialektika menyampaikan bahwa segala sesuatu bergerak maju melalui langkah-langkah yang saling bertentangan. Khususnya ia menyebutkan dua "hukum" dialektika: "hukum penyangkalan dari penyangkalan" dan "hukum peralihan dari pertambahan kuantitatif ke perubahan kualitatif”. Makara memaksakan pemikiran itu diktatorial niscaya kolot secara intelektual. Dan niscaya stress kalau ada yang menyangkal.

Logika 
Tan malaka menegaskan bahwa logika tidak dibatalkan oleh dialektika, melainkan tetap berlaku dalam dimensi mikro. Tan Malaka justru menunjukkan bahwa pemikiran logis, dengan paham dasar dialektis, membebaskan ilmu pengetahuan untuk mencapai potensialitas yang sebenarnya. Logika gaib seharusnya dilawan dengan logika yang bekerjsama dan lantaran itu perubahan terjadi, keberadaan Tuhan di agungkan.

***
Teman saya dari China lagi lagi menciptakan saya terkejut “ Tan Malaka telah sanggup meramalkan keadaan kemasyarakatan secara luas ditinjau dari sudut pandang budaya dan politik. Tan Malaka menyampaikan dalam Madilog-nya : Indonesia tak akan pernah benar-benar bebas apabila masih terkungkung pada pemikiran gaib, irasional dan percaya akan hal-hal tahayul Artikel Babo. Bagi China itu pemikiran yang hebat. Karena budaya china dan Indonesia lebih banyak miripnya daripada bedanya. Walau Tan Malaka tidak pernah membahas wacana budpekerti dan budaya bangsa Indonesia namun beliau mengajak orang untuk tidak perlu menentukan pemimpin lantaran faktor keturunan dan dengan embel embel beliau titisan ilahi ( atau penerus Rasul ). Ada faktor-faktor yang lebih penting menentukan seorang jadi pemimpin yaitu menyerupai sumbangsih pemikiran dan kepeduliannya, kepintaran dan intelektualitas. Tan Malaka ingin mengajak orang semoga lebih partisipatif dan meninggalkan segala hal berbau irasionalitas dan budaya pembodohan yang ada dan marak terjadi di Indonesia baik dalam politik, budaya maupun ekonomi.

Ada yang luar biasa dari Tan Malaka bahwa beliau mengajak kita berpikir secara ilmiah menurut fakta. Tidak berpikir sektoral atau wilayah. Mengajak kita berpikir futuristik dan bersikap mandiri, konsekwen dan konsisten. Itu semua beliau tuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku, brosur dan ratusan artikel di aneka macam surat kabar terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya Madilog juga mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara “Text book thinking” atau bukan dogmatis dan bukan doktriner. China bisa melaksanakan transformasi dari politik apa kata patron dan dokrin politik totaliter menjadi politik emansipasi. Revolusi kebudayaan China yaitu kado terindah dari bapak Maosedong kepada generasi China masa depan, dan lantaran itu China bisa menjadi negara besar. Mereka berguru dari pemikiran Tan Malaka. 

" Bagaimana keluarga bisa melahirkan putra sehebat itu? tanya teman dari China. 
Dengan tersenyum saya katakan " Tan lahir dari keluarga muslim yang taat dan budpekerti minang yang indah. Dalam usia belia sudah hafal Al Quran. Namun beliau berkembang dari pemikiran islam moderat, bukan islam puritan pakai baju gamis dan celana cingkrang. Pasih dalam 6 bahasa dan terpelajar jago berdebat namun tetap tidak merendahkan orang lain. Itu budaya kami dan begitu agama mendidik kami. "
" Tapi mengapa Indonesia tidak berguru dari Tan ?
" Kami berguru dan di era Jokowi kami terapkan itu."
" Ya saya melihat itu saat Jokowi berkunjung ke China. Dia pernah bilang, kami bisa melebih china dan itu tidak perlu usang dan tidak perlu ada revolusi kebudayaan.Karena kami punya Pancasila."

Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait