Memburu Harta (29)


Madam Lyan menyambut di depan lift ketika saya hingga di lantai restoran. Madam Lyan menyalamiku sambil tersenyum ramah. Madam kemudian membawaku ke pinggir bak renang. Dari kejauhan nampak beberapa laki-laki mengawasi kami. Menurut Boy, Madam Lyan selalu dilindungi oleh SS kalau beliau pergi ke luar negeri. Ini standar keamanan bagi mereka yang masuk kualifikasi A di jajaran kekuasaan Amerika.
“Saya dengar dari Boy, Anda sangat jago memakai sistem komputer,” kata Madam Lyan mengawali pembicaraan.
“Teman di Beijing yang mengajari saya. Tidak begitu ahli. Hanya saja, memang dari semenjak dulu saya menyukai dunia komputer.”
“Oh, ya?”
“Ya.”
Madam Lyan berdiri, melangkah ke sudut bak renang yang di sampingnya terdapat rimbunan bunga mawar. Aku mengikuti.
“Menyusup ke dalam bank members mereka ialah cara terbaik memukul mereka,” kata Madam Lyan setengah berbisik.
“Maksud Anda?”
“Mereka mempunyai sistem, Computer Interface yang terhubung dengan Fed system. Mereka sanggup memblokir setiap access. Terkecuali access dari dalam anggota group sendiri.”
“Dan mereka tidak akan pernah tahu keberadaan kita,” kataku tersenyum.
“Ya. Pukulan ini hanya akan menjadi misteri.”
Aku gres menyadari betapa penting misi penyusupan ke dalam back office bank yang akan kulakukan. Tak lain demi menjaga keamanan dan kerahasiaan semua pihak yang terlibat. Mereka terlalu berpengaruh untuk dilawan secara terbuka. Sebagaimana pengalamanku bersama Naga Kuning di Hong Kong. Juga sebuah rekayasa, biar sistem ini dilawan dengan sistem mereka sendiri, dengan memanfaatkan acces code, yang sangat vital bagi peguasaan decade asset oleh mereka selama ini. 
“Awalnya saya berpikir bahwa apabila kode decade asset ini berhasil dibuka, maka kekuatan group Fidelity akan terancam. Naga Kuning akan menuntut mereka di pengadilan internasional. Bisa saja Naga Kuning memenangkan kasus itu, tapi Fed system masih akan tetap dikuasai Group Fidelity. Apa arti decade asset itu tanpa sistem?  Dia hanya akan jadi sebuah catatan sejarah. Bagaimana pula kalau terjadi konspirasi antara group Fideliy dan Naga Kuning?”
Aku terkejut mendengar penuturan Madam Lyan barusan. Melihat perilaku dan keteguhan team Naga Kuning, hampir dipastikan, mereka mustahil mau berkolaborasi dengan Group Fidelity. Pikirku.
“Semua kemungkinan bisa terjadi bila sudah bekerjasama dengan kekuasaan dan uang,” lanjut Madam Lyan. Seolah membaca dengan baik apa yang terpikirkan olehku.
“Kemungkinan?”
“Ya. Minggu lalu, Naga Kuning mau untuk mengalah dengan imbalan kompensasi. Mereka tidak peduli lagi dengan aset itu,” kata Madam Lyan tenang. Tatapan matanya jatuh ke tengah bak renang. Cahaya lampu berpendar dari dasar lantai bak yang berwarna hijau. Keningku berkerut, seakan tak percaya dengan apa yang Madam Lyan katakan. Aku terduduk pada sebuah kursi taman yang tertata apik di sekitar kolam. Pandanganku kosong!
“Semudah itukah?”
“Ya. Tapi masih ada kemungkinan lain. Dan semua kemungkinan itu sangat tergantung dari pilihanmu sebagai pemegang acces code,” Madam Lyan menatapku sekilas, yang masih tak percaya atas perilaku Naga Kuning.
“Besok Anda akan melaksanakan kiprah yang sangat menentukan. Saya tidak ingin mendikte apa yang harus Anda lakukan sehabis mendapat access ke decade asset dalam Fed system.  Semuanya ada di tangan Anda. Tapi yang harus Anda ketahui, bahwa setiap hal yang salah hanya akan membawa kita menuju tempat yang salah. Begitu pula sebaliknya. Cara yang benar, akan membawa kita ke tempat yang lebih baik. Semoga Tuhan memberkati Anda.”
Madam Lyan kemudian menuntunku kembali ke dalam restoran untuk makan malam. Selesai  makan malam, saya keluar dari restoran melewati sebuah koridor, menuju lift. Dua pengawal Madam Lyan mendampingiku hingga di dalam lift. Di bawah, rupanya Boy sudah menanti. 
“Makam malam yang menyenangkan, ya?” sambut Boy dengan tersenyum. Aku membalas senyumnya dan mengangguk. Lalu, kami berjalan menuju ruang parkir, masuk ke sebuah kendaraan beroda empat Audi. Melaju keluar dari gedung hotel menuju jalan raya. Aku merasa ada sesuatu yang gila dengan arah tujuan kendaraan ini. Karena tidak menuju ke hotel tapi justru ke arah Changi Airport.
“Boy, apa ada perubahan rencana?”
Boy hanya tersenyum sambil melirik beling spion. “Mereka mengikuti kita. Sudah kuduga semenjak awal. Kehadiran Madam memang tak bisa dirahasiakan,” jawab Boy dengan tenang. Kendaraan tetap melaju dengan kecepatan sedang menuju Changi Airport.
“Tidak usah kawatir, ini hanya persoalan biasa. Kita sudah perhitungkan situasi ini jauh sebelumnya. Kamu damai saja,” klarifikasi Boy membuatku sedikit tenang. 
Namun, dari pengalaman terdahulu, saya sadar bahwa segala kemungkinan jelek bisa saja terjadi. Aku melirik ke belakang. Sebuah kendaraan beroda empat Limusin Hyundai warna hitam terus menguntit di belakang kami. Jaraknya dibentuk stabil, tidak begitu jauh walau ada beberapa kendaraan yang mendahuluinya. Boy mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya. 
“Ini tiketmu untuk terbang ke Beijing. Departure jam 2 pagi,” kata Boy sambil menyerahkan tiket itu kepadaku.
“Tapi, bagaimana dengan planning kita?”
“Tetap jalan,” kata Boy tegas.
“Lalu, kenapa saya harus ke Beijing?” saya mengerutkan kening, tidak paham dengan segala planning yang sudah mereka susun. Boy tak menjawab dan tetap mengedalikan setirnya dengan tenang. 
“Sekarang kau masuk boarding dengan tiket tujuan Beijing. Artinya masih ada waktu empat jam sebelum terbang. Setelah melewati immigration gate, teamku akan mengatur kau keluar dari airport. Namamu akan tetap tercatat sebagai penumpang tujuan Beijing. Paham, kan?” terang Boy. 
“Ya, paham!” jawabku. “Tapi bagaimana caraku keluar dari Bandara. Ini sistem no way return?” tanyaku lagi.
“Tidak usah khawatir. Semua sudah diatur dengan baik. Saat pihak imigrasi melihat namamu di komputer, beliau akan tahu apa yang harus dilakukan. Paspor milikmu tidak akan dicap, tapi tetap didaftarkan sebagai orang yang keluar dari Singapore. Ikuti saja mekanisme ini. Sulit menjelaskannya kepadamu. Operasi ini terlalu rumit dan tak gampang dijelaskan pada orang biasa sepertimu.”
Kendaraan memasuki tempat Bandara. Boy memarkir kendaraannya dan keluar bersamaku menuju hall pemberangkatan. Aku melirik ke belakang, kendaraan yang tadi mengikuti, parkir tidak jauh dari kendaraan Boy. Ada rasa cemas, namun sedikit terhibur ketika melihat wajah Boy yang begitu tenang.  Kemudian saya tersenyum kepada Boy.
“Tenang saja. Anggap saja kau benar-benar akan keluar dari Singapore,” bisik Boy ketika Aku melangkah masuk melewati immigration gate. 
Kebetulan tidak banyak penumpang yang antri, sehingga proses melewati pintu imigrasi itu pun berlangsung cepat. Petugas imigrasi itu seorang laki-laki muda. Melirikku sekilas dan melihat dengan seksama di komputernya. Pria itu melirik Boy sambil tersenyum, kemudian menyerahkan paspor ku yang tidak dicap sama sekali. Aku pun merasa lega sehabis melewati pintu imigrasi. 
Namun selanjutnya saya tidak tahu kemana harus pergi. Boy tidak memberi tahu siapa yang akan mengaturku keluar dari wilayah boarding ini. Namun saya ingat pesan Boy biar berlaku ibarat seseorang yang benar-benar akan keluar dari Singapore.
Seorang laki-laki berpakaian cleaning service tiba dari depan dan menghampiriku. Pria itu mengangguk, memintaku mengikutinya. Pria itu menuju pintu yang bertuliskan ‘Staff  Only’. Aku masuk mengikutinya. 
Di dalam ruangan, laki-laki itu dengan sigap melepas seragam clearning service-nya berganti dengan seragam petugas Bandara. Selanjutnya mengalungkan tanda pengenal di lehernya. 
“Nah, kini silahkan Anda mengenakan pakaian saya ini,” kata laki-laki itu sembari memberi seragam cleaning service kepadaku. Tanpa berkomentar, saya mengikuti perintahnya.
“Bapak juga pakai kumis dan ramput palsu ini. Biar saya bantu memasangnya,” lanjutnya. Dengan sigap saya mengikuti semua aba-aba laki-laki bertubuh atletis itu.
Aku menatap cermin yang terpasang di dalam ruangan. Aku terkejut melihat penampakan dalam cermin itu. Hampir saja tidak mengenali diriku sendiri di dalam cermin itu. Dalam hati saya berkata, tampan juga saya dengan kumis ini, haha.. 
“Penyamaran yang sangat sempurna. Kita akan keluar bersama-sama. Ikuti saya dari belakang. Saya akan berhenti tepat di pintu gerbang keluar khusus bagi petugas bandara. Sementara Anda terus saja keluar lewat gerbang itu. Nantinya Anda akan hingga di tempat parkir basement, ok?” kata laki-laki itu. Aku mengangguk setuju. 
Kami keluar dari ruangan dan berjalan seolah tidak saling kenal. Pria itu berjalan agak jauh di depan, sementara saya mengikuti dari belakang. Setelah menuruni tangga dua lantai kami hingga di basement. Dari arah pintu keluar, sekilas terpancar lampu merkuri kendaraan beroda empat menerobos masuk. Ternyata ruang basement ini hanya satu lantai dari tanah di atasnya. 
Aku melangkah ringan, berjalan mendaki ke arah pintu keluar. Pria tadi nampak tidak peduli walaupun saya sempat melintas di depannya, berjarak hanya sedepa darinya. Di luar pintu gerbang, dari arah sisi kananku, nampak sebuah kendaraan beroda empat van berjalan lambat. Pintu terbuka ketika kendaraan beroda empat berhenti tepat di sampingku. 
“Masuklah, Jak,” sambut Boy tersenyum. “Mudah, kan?” lanjut Boy menepuk bahuku.
“Kita mau kemana Boy?” tanyaku masih dalam kebingungan.
“Malam ini kau tidur di hotel di daerah Orchard. Aku sudah siapkan semua. Kamu tinggal masuk. Tidak perlu check-in,” jawab Boy.
“Dan tetap gunakan seragam ini. Kumis dan rambut palsu itu juga jangan dilepas,” lanjut Boy menekankan. Aku turun dari kendaraan beroda empat tepat di depan lobby dan eksklusif masuk ke dalam hotel. Sementara Boy terus jalan memutar, menuju tempat parkir.
“Aku akan ke kamar sehabis parkir kendaraan. Ok?” Aku mengangguk.
Di kamar, kudapati tas milikku sudah ada di dalam. Benar bahwa Boy sudah persiapkan semuanya dengan baik. Tidak hingga lima belas menit, Boy sudah kembali.
“Kita akan satu kamar malam ini. Aku harus pastikan kau selamat dan siap melaksanakan operasi besok pagi. Nah, kini tidurlah. Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan. Mereka menduga kau sudah terbang ke Beijing,” kata Boy sambil membaringkan tubuhnya dengan pakaian lengkap. Pistol FN miliknya, beliau letakkan di atas meja kecil di samping tempat tidur. Aku berusaha memejamkan mata, namun sulit sekali untuk bisa terlelap. 
“Jak, kosongkan pikiran dan berdoalah,” kata Boy ketika melihatku masih gelisah. Pikiranku masih tertuju pada operasi esok hari. Aku  masih tak percaya, besok pagi harus masuk ke sebuah private banking kelas dunia. Membawa misi yang tidak saja sulit, tapi juga berkaitan dengan sebuah sistem yang menyangkut masa depan semua orang di seluruh dunia.
Boy pernah cerita, bahwa kejahatan money laundry dan pelacuran ialah dua hal yang mirip. Aku terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa Boy bicara wacana money laundry dan menyamakannya dengan kejahatan pelacuran? Boy kemudian menjelaskan, bahwa dua hal tadi hidup dalam dunia yang non disclosed. Ada tapi tiada. Dibenci tapi diminati banyak konsumen. Dikejar oleh aturan tapi pejabat berwenangnya mendulang kemakmuran dari kedua sistem ini. 
Benar-benar kekerabatan simbiosis mutualisme dari sebuah kejahatan yang sistematis. Atau lebih tepatnya, sebuah kejahatan yang mau tak mau harus dimaklumi secara sosial maupun budaya.
Presiden, para menteri dan segudang pejabat negara ditempatkan sebagai undertaker  dari sistem ini. Mereka hanya bertugas menghadapi dan meredam rakyat yang murka alasannya ialah hak keadilan sosial mereka semakin jauh dari jangkauan. Di luar itu, mereka bisa menikmati hidup glamor dari private fund. 
Ketika negara berkali-kali terkena krisis dan limbung alasannya ialah beban difisit anggaran, maka siapa yang justru menjadi kaya dari kejatuhan ekonomi negara kapitalis itu? Lien pernah bilang, bahwa yang kaya itu ialah para private. 
Tapi, kalau memang uang bertumpuk di tangan private, negara kan bisa menarik pajak dari mereka? Bukankah teori ekonomi makro menjelaskan, bahwa uang bergerak dari negara ke rumah tangga  dan kembali ke negara dalam bentuk pajak. Tapi faktanya, mengapa teori ini tak jalan? Mengapa PDB tinggi dan rakyat tetap miskin? 
Awalnya, saya tidak paham ini. Tapi dari klarifikasi Tomasi dan Boy, saya sedikit banyak mengerti penyebabnya. Bahwa sebuah negara di kurun liberalisasi dan globalisasi pandai balig cukup akal ini, kekuatannya sudah tersisihkan secara sistematis. Garis politik dan batas teritorial tak lagi bisa dijadikan ukuran kekuasaan membangun komunitas. Saat ini ialah era, di mana uang yang berkuasa. Siapa yang menguasai uang maka dialah penguasa dunia.
Aku teringat dongeng Robert soal uang ini. Dimanapun Anda berada, Anda tidak perlu pegang uang dengan simbol Republik Indonesia. Anda cukup gunakan kartu berlogo Cirrus, Master Card, atau Visa, maka anda sudah punya susukan untuk membeli apa saja. 
Cirrus, Alto, Master Card dan Visa ialah sebuah sistem yang melilit bumi dalam satu komunitas ring to ring dengan kasta Silver, Gold, Platinum, dan Premium.. 
Juga dengan mempunyai discretion account  pada forum keuangan internasional, maka anda sanggup dengan bebas menempatkan dana anda tanpa dikejar pajak, bebas membelanjakannya untuk apa saja dan menjualnya kembali dengan cepat, secepat anda membelanjakannya. 
Dan dengan cash digital retail  ibarat credit card dan debit card, serta layanan private banking system yang bisa men-drive discretion fund,  maka dua hal ini telah menimbulkan private fund sebagai penguasa dunia yang sesungguhnya.
Ketika bank kesulitan likuiditas, ketika negara kesulitan keuangan, private fund terus beraksi membelanjakan uangnya lewat bursa, obligasi maupun direct investment.  Tak peduli dengan kekacauan ekonomi di suatu negara, pengangguran, kemiskinan apalagi kelaparan. Mereka terus bergerak, beraksi, mengekseskusi, dan mendulang uang.
Anda tidak akan menemukan private fund di Bank! Demikian kata Boy. Tidak juga di securites company  atau asset management.  Tapi mereka ada dan bersembunyi di forum formal itu. 
Singkatnya, private fund tidak ada di dunia yang terang benderang dan formal. Sama ibarat pelacuran. Anda tidak akan menemukannya di tempat formal, tapi beliau ada dan bersembunyi di tempat itu. Mengakses pelacur atau private fund ialah mengakses dunia private yang sangat strictly confidential.  Hanya bisa dipahami dan dijamah oleh dunia underground.
Sebelumnya saya hanya tahu wacana fund resource, sumber dana, masih sebatas konsep konvensional. Aku hanya tahu bahwa sumber uang untuk perjuangan berasal dari tabungan, dari keluarga, teman, kredit bank, atau jual saham di bursa. Hanya itu. Tapi sehabis mengalami transaksi ini dan masuk ke dalam arena bermain, saya disadarkan bahwa jumlah keseluruhan susukan uang ke sumber konvensional itu hanyalah 10% dari total uang yang beredar seluruh di dunia.
Maka benar kata Lien yang tak pernah saya lupakan, bahwa orang kaya sejati ialah orang yang menguasai pengetahuan soal uang. Mengerti dunia remang-remang dan paham mengaksesnya secara sembunyi-sembunyi. Melewati multi layer  dengan pertolongan para professional consultant. Semua itu dirangkai dalam sebuah sistem yang diciptakan Group fidelity. Kini saya sangat paham dan lebih smart menghadapi dunia yang serba brengsek ini. Benar kata orang bijak, Anda tidak kan bisa merubah apapun kalau terus berada di luar. Tapi terlibatlah di dalamnya maka Anda akan temukan cara merubahnya ibarat apa pun yang Anda mau.
Aku sudah berbulat hati. Aku tak lagi ragu melaksanakan operasi penuh ancaman ini. Sebagaimana prinsip hidupku, ‘dari pada hanya mengutuk kegelapan lebih baik menghidupkan lilin’. Dari pada hanya bisa murka dengan sistem yang brengsek ini, lebih baik terlibat di dalamnya untuk perubahan yang lebih baik. Aku berusaha untuk tidur namun mataku tetap saja enggan diajak terlelap.
“Jak,” terdengar bunyi Boy. “Tidurlah. Aku hanya ingin, besok kau berdiri dengan fisik yang segar.”
“Ya, Boy.”
“Minumlah yoghurt, itu akan membuatmu tertidur lelap. Besok pagi, saya akan membangunkanmu. Ok?”
“Ok.”
Aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil yoghurt di dalam kulkas sesuai saran Boy, tapi mendadak kuurungkan. Aku menentukan untuk sholat Tahajud. Seusai sholat, rasa damai dan nyaman merasuk dalam diriku. Tak ada lagi gelisah. Apapun yang akan terjadi besok, hanya Allah yang tahu. 
Kemudian saya berdoa, Wahai Dzat yang Maha membolak-balikan hati, memutuskan hatiku pada agama Mu.  Seketika rasa kantuk pun datang. Perlahan saya membaringkan badan dan tak usang kemudian, saya pun terlelap. Mempersiapkan diri sebelum menemui takdirku esok hari.



Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait