Pemerintah Joko Widodo Berhasil Berdiri Pelayanan Publik Terintegrasi & Turunkan Pungutan Liar Secara Signifikan


Pemerintahan Jokowi-JK berhasil membangun pelayanan publik yang terintegrasi dan akan memperluas layanan tersebut sebab masyarakat sanggup mencicipi manfaatnya. Selain itu, penguatan juga dilakukan dari dua sisi, yakni regulasi dan tindakan pencegahan yang kian efektif.

Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Publik “Pelayanan Rakyat yang Bebas Korupsi yang digelar Kantor Staf Presiden di Gedung Bina Graha, Jakarta, 09 Januari 2019. Hadir dalam diskusi tersebut Yanuar Nugroho, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Ketua Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo, dan Staf Khusus Presiden yang juga mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo.

“Saya berkeliling ke banyak kawasan di negeri ini untuk memonitor dan mengevaluasi pelayanan publik yang terintegrasi. Di Banyuwangi misalnya, kita sanggup menjumpai Mall Pelayanan Publik (MPP). Warga sanggup mengurus dokumen kelahiran hingga dengan kematian, dari dokumen kerja untuk menjadi tenaga kerja absurd hingga dengan sesudah ia purna sebagai TKA, pada satu tempat,” ujar Yanuar.

Menurut Yanuar, mall pelayanan publik semacam itu kini sudah tersedia di 9 lokasi dengan layanan mencapai ratusan jenis, dan akan terus ditingkatkan jumlahnya di seluruh Indonesia. Berpuluh-puluh tahun lamanya kita didera masalah lambatnya pelayanan publik, yang berakibat pada munculnya persepsi bahwa mendapat layanan publik itu harus mengeluarkan biaya. “Survei Nasional Korupsi pada 2018 menunjukkan, 60% responden rela dan mau dipungut liar (pungli) asalkan urusannya cepat selesai. Padahal layanan itu yaitu hak warga yang sanggup diperoleh secara cuma-cuma,” imbuhnya.

Langkah dan kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi terutama di sektor pelayanan masyarakat, berdasarkan Yanuar, sudah mengatakan titik terang dan perlu dilanjutkan.

“Pungli memang belum sanggup diberantas hingga angka nol. Tapi capaian di banyak sekali sektor mengatakan kemajuan yang berarti. Pungli di sektor kesehatan misalnya, turun dari 14% di tahun 2016 menjadi 5% pada tahun 2018. Di sektor manajemen publik, turun dari 31% ke 17% pada periode yang sama. Di bidang pendidikan, turun dari 18% ke 8% dan di sektor kepolisian dari 60% menjadi 34%,”kata profesor dari University of Manchester tersebut.


Pencegahan Kian Menonjol

Menurut Antasari Azhar, pencegahan korupsi di masa pemerintahan Joko Widodo sangat terasa. “Pak Jokowi itu orang baik dan kita sanggup mencicipi dampaknya. Masalah pelayanan publik ternyata indeks persepsi korupsi kita baik bukan sebab banyak operasi tangkap tangan atau OTT, namun sesungguhnya lebih sebab peningkatan pelayanan publik yang semakin baik dan bersih. Semoga ini terus menjadi atensi Pemerintah,” ujar mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut.

“Masyarakat sanggup melihat, pembangunan jalan sekian meter, biayanya sekian, dan di situ masyarakat ikut mengawasi. Nanti masyarakat sanggup bertanya, mana jembatannya, mengapa belum terbangun, dan sanggup bertanya di mana masalahnya,” kata Antasari.

Meningkatnya tugas masyarakat, menurutnya juga banyak dipengaruhi oleh media dalam mengangkat persoalan-persoalan yang ada di lapangan. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam mengurangi korupsi dalam pelayanan publik juga makin tinggi, sehingga pegawanegeri dan birokrasi yang bertanggung jawab dalam urusan tersebut juga makin profesional.

Sementara itu, Johan Budi mengungkapkan, salah satu yang terpenting dari upaya Presiden Jokowi dalam meningkatkan pelayanan publik yaitu meningkatnya efektivitas penggunaan anggaran negara. “Dulu, APBN itu belum sanggup dipakai pada bulan Januari. Sekarang, pada bulan Januari anggaran sudah sanggup dipakai tanpa harus menunggu berbulan-bulan,” kata mantan jurnalis tersebut.

Yang lebih penting dan fundamental lagi, berdasarkan Johan, Presiden Jokowi menempatkan forum menyerupai KPK sebagai ujung tombak yang sentral. Upaya untuk memperlemah KPK dihadapi Presiden justru dengan membangun regulasi yang menempatkan KPK tidak hanya aktif dalam tindak penanggulangan dan pemberantasan, tetapi mulai di hulu pada level pencegahan. “Di situ sangat terang arah dan komitmennya,” papar Johan.

Bagi Adnan Topan Husodo, yang juga penting dilakukan dalam upaya serius pencegahan dan pemberantasan korupsi yaitu aspek pengawasan atau monitoring. “Negara perlu melaksanakan sendiri, sehingga kita sanggup mengukur perubahan yang dilakukan itu sudah menyerupai apa,” ujar Adnan.

Ia mengusulkan, perlunya dibangun ekosistem layanan publik yang mencakup empat aspek, yakni kebijakan, proses bisnis, aktor, dan prosedur stick and carrot. Pemanfaatan teknologi menjadi salah satu kuncinya. “Dengan cara itu, bukan korupsi yang dikejar-kejar, tetapi perbaikan layanan publik yang lebih baik sehingga mengurangi peluang terjadinya korupsi,” pungkas Adnan. [KSP]

Artikel Terkait