Bagaimanakah idealnya seorang pemimpin itu ? demikian kata sobat kepada saya. Menurut saya, kekuatan seorang pemimpin terletak di tangan kaum yang lemah (dhuafa). Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw, “Hanyalah kau akan mendapat kemenangan dengan memperhatikan nasib kaum yang lemah (dhuafa).” Apabila pemimpin turun kebawah, melihat kampung-kampung dan desa-desa, berbicara dengan pak tani yang lemah itu, saya yakin ia akan merasa mendapat satu kekuatan baru, kembali dengan cita-cita yang baru. Pemimpin yang jujur yaitu mengutamakan kepentingan rakyat , yang tidak memanfaatkan politik untuk mencari kekayaan. Ia mustahil tepat namun tidak seharusnya oportunis dan materialis. Agama tidak mendidiknya jatuh miskin alasannya yaitu idealismenya. Karenanya ia sudah selesai dengan dirinya sebelum jadi pemimpin. Tugas pemimpin menjadi wangsit bagi semua orang melalui kebijakan dan keteladanan supaya orang punya keyakinan melewati hidup yang kadang tidak ramah. Bahwa akan selalu ada cita-cita selagi mau berubah dan bekerja keras. Pemimpin juga haruslah democrat sejati , yang teguh pada pendirian dan menghormati pendirian orang lain. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan seyogianya menempuh jalan yang dibenarkan oleh aturan dan moral. Walau pahit di rasa namun kalau alasannya yaitu itu kedamaian terjadi maka ia lebih menentukan berserah diri kepada Allah tanpa harus menyebabkan kekerasan.
Ada dongeng sobat kepala Daerah. Pada waktu blusukan ke kampung kampung seorang diri ia bertemu dengan satu keluarga yang tinggal di rumah gubuk. Ketika ia masuk, rumah itu tidak ada lantai kecuali tikar beralaskan tanah. Tidak ada penyekat ruangan. Dapur dan tempat mandi bersebelahan dengan tempat tidur. Entah mengapa dikala itu sempat berlinang air matanya. Segera ia kembali kekantor untuk memerintahkan SKPD supaya meng penilaian penyaluran revitalisasi rumah kumuh yang anggarannya di sediakan Jokowi melalui Menteri Sosial. Dalam penilaian ternyata memang penyalurannya terkesan lambat alasannya yaitu banyak hal harus di buktikan sebelum dana di salurkan. Bahwa rumah yang akan di revitalisasi harus rumah sendiri dan berdiri diatas tanah sediri atau telah menempati lebih dari sekian tahun. Atas dasar itu ia berusaha meyakinkan pihak pemerintah sentra supaya ketentuan itu sanggup di perlunak. Pemerintah sentra baiklah namun hanya menunjukkan santunan material bangunan , tidak termasuk ongkos kerja.
Diapun meminta tokoh masyarakat yang tinggal di kampung itu supaya menggerakan masyarakat bergotong royong membangun rumah bagi keluarga itu. Dia sendiripun terlibat mengimbau supaya rakyat yang bisa bergotong royong. Singkat dongeng dalam satu bulan telah berdiri rumah mungil untuk keluarga kecil itu. Diapun menunjukkan ternak supaya di pelihara oleh keluarga itu sebagai sumber penghasilan. Maka jadilah rumah sehat bagi keluarga duafa, dan juga mata pencaharian bagi keluarga itu. Teman itu menyampaikan kepada saya bahwa Hal yang paling di takutinya dikala terpilih menjadi pemimpin yaitu kalau ia gagal atau lalai membela kaum duafa. Dan lebih takut lagi kalau ia gagal mengajak masyarakat peduli kepada kaum duafa. Mengapa ?Kekuasaan itu sangat menyulitkan di darul abadi kelak alasannya yaitu begitu besar tanggung jawab seorang pemimpin kepada rakyatnya. Sehebat apapun pemimpin berbuat tetap tidak bisa menciptakan ia membusungkan dada alasannya yaitu tentu banyak hal yang luput dari perhatiannya, dan ini tetap menjadi tanggung jawabnya di hadapan Tuhan.
Dia teringat dikala pertemuan dengan kepala daerah se Indonesia, Jokowi menasehati " Sering seringlah turun kebawah , lihat lapangan, temui rakyat, tegur mereka.Karena mungkin banyak hal telah bersiklus dengan baik tapi tidak menjamin semua sempurna. Bisa saja ada yang luput diperhatikan. Tugas pemimpin mengingatkan abdnegara dibawahnya supaya tidak pernah lupa dan luput perhatian terhadap tujuan ideal dari semua aktivitas pemerintah" Di masa Jokowi aktivitas revitalisasi daerah kumuh di anggarkan melalui APBN dan juga melibatkan dana di luar APBN yang diantaranya dana CSR. Kepala daerah sebagai kepanjangan tangan Presiden harus memastikan aktivitas ini jalan. Tujuannya supaya tanggung jawab membantu kaum duafa bukan hanya gerakan pemerintah tapi juga tanggung jawab masayarakat untuk terlibat aktif membantu. Bukankah tanggung jawab pemimpin bukan hanya membantu pribadi tapi juga mengajak masyarakat ambil bab dalam setiap aktivitas bagi kaum duafa. Tidak memanjakan mereka tapi meringankan yang berat mereka pikul, tidak memberi uang tunai tapi memberi kesempatan mereka mendapat hasil tanpa harus menadahkan tangan. Karenanya menata lingkungan mereka supaya lebih manusiawi merupakan keniscayaan..
Sumber https://culas.blogspot.com/