Politisasi Agama Dan Komunis ?


13 Mei 1968, Revolusi Kebudayaan China, mereka menangkap Zhou dan membunuhnya. Tubuhnya dipotong potong. Jantungnya dimakan mentah mentah. Kaki dan kepalanya digantung didepan pasar kota, Wuxuan. Beribu ribu orang menontonnya. Janda, Zhou pun diseret kesana untuk melihat. Perempuan yang sedang hamil tujuh bulan itu diperintahkan untuk membuka bajunya. Ia menolak. Tapi seorang perjaka revolusioner, memaksa merenggut bajunya dari belakang. ” Terlalu kurus untuk dimakan ” kata perjaka itu sehabis melihat badan kerempeng perempuan itu dalam keadaan telanjang. Dalam ketakutan teramat sangat perempuan itu melihat para perjaka revolusioner sedang memakan jantung suaminya dan sebagian ada pula yang sedang memakan kemaluan suaminya. Ini kanibalisme. Budaya binatang.

Dengan wajah dan verbal berlumuran darah , para perjaka itu berkata ” Ini suami mu ?
” Ya. ..” jawab perempuan itu dengan rasa takut.
‘ Dia kapitalis penghisap darah rakyat. Benarkah ?
‘ Ya, Benar ‘ Suara perempuan itu ketakutan, Dia sadar bahwa berkata “ tidak” ialah mengundang kematian.

Itulah citra sekilas ihwal yang terjadi dikala Revolusi Kebudayaan yang menguncang China di paruh kedua tahun 1960 an hingga dengan tahun 1975 memang ganas. Yang paling jelek dari komunis ialah kebencian luar biasa kepada lawan politiknya. Berawal kepada kebencian alasannya ialah perbedaan politik kemudian dengan seni propaganda yang diserang ialah eksklusif lawan politik. Apapun sanggup dijadikan alasan merusak reputasi lawan. Karena landasan moralnya bukan agama tapi politik maka mereka tidak merasa berdosa untuk memfitnah lawan politiknya dengan cara cara sistematis untuk menanamkan mindset kepada pengikutnya untuk terus menghidupkan kebencian dan amarah kepada lawan politiknya. Dan bila mereka menang maka aturan rimba dibenarkan akhir konsekwensi dari propaganda

Hal yang indentik dengan politik komunis soal kekerasan secara personal kepada lawan politik hanya sebanding dengan Islam radikal. Dimana agama dijadikan dokrin politik dengan pijakan tafsir Al Alquran dan hadith yang dipolitisir. Targetnya ialah menggiring kaum BOTOL menjadi budak dan mesin perusak cinta dan kasih sayang. Tujuan utopia yang berlabelkan syariah islam menjadi pembenaran untuk meng-halalkan darah lawan politiknya atau siapa saja yang berbeda paham dengan mereka. Ada ulama yang mengeluarkan anutan soal itu dan mereka siap bertarung bela ulama.

Makanya sekarang jangan terkejut bila cara mereka mengfitnah Jokowi hingga kepada dilema personal ibarat mewaspadai ibu kandungnya, merusak rasa hormat seorang ayah yang menikahkan putrinya. Orang bermoral tahu bahwa issue ini terang sangat menghina, apalagi adat orang timur dimana ibu sangat dihormati. Sangat memuliakan putrinya. Tapi mereka tidak peduli. Andaikan ada kesempatan mereka sanggup membunuh Jokowi dan memakan daging joko widodo ibarat perkara Zhou di China dikala revolusi kebudayaan, niscaya akan mereka lakukan. Saya eksklusif pernah dikirim screenshot oleh nitizen yang memuat daftar orang yang jadi "target "kalau Jokowi jatuh dan kelompok mereka menang.

Mengenang ”Revolusi Kebudayaan ” , bagi china ialah mengenang sisi gelap. Tidak ada satupun warga China yang menginginkan jam berdetak mundur kemasa gelap itu. Kemajuan yang begitu pesat disegala sektor paska revolusi kebudayaan telah menciptakan mereka gamang dengan segala impikasi jelek ibarat masa lalu. Koreksi demi koreksi ialah ujud dari ketakutan masa kemudian yang gelap. Dari sinilah mereka berguru dari sejarah untuk hari esok yang lebih baik. Namun tetap saja Partai Komunis China exist hanya sebagai alat persatuan. Namun setidaknya mereka tidak lagi menuntaskan perbedaan politik dengan aturan rimba tapi dengan pedang hukum. Tidak ada lagi politik personal tapi komunal dengat semangat gotong royong.


China sadar bahwa musuh utama China ialah politisasi agama, bukan berpolitik dengan moral agama. Musuh utama china ialah politisasi komunis , bukan berpolitik dengan moral komunis. China tidak menghapus komunis dan tentu tidak pula memusuhi agama tapi meluruskannya untuk peradaban yang lebih baik untuk china yang bersatu dan bermartabat.

Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait