Serangan fitnah kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak besar lengan berkuasa terhadap popularitas dan elekbilitas pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf. Elektabilitas capres-cawapres nomor urut 01 ini berada diangka 54,9% dan Prabowo-Sandi 34,8% berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia.
"Kalau (fitnah) itu besar lengan berkuasa mustahil elekebilitas Jokowi melenggang naik di atas 50 persen," ujar Pengamat politik Adi Prayitno pada diskusi publik bertajuk "Indonesia Darurat Hoaks: Siapa Untung" di Kantor Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Jakarta Selatan, Kamis (10/1/2019).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merilis 62 konten info hoaks. Menurut Adi, data hoaks yang dirilis Kemenkominfo tersebut 99% menyerang Jokowi.
Adi melanjutkan, mustahil ormas keagamaan ibarat NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas keagamaan lainnya berdiam diri kalau status 'fitnah' yang dilekatkan kepada Jokowi benar adanya. Dia menilai tuduhan Jokowi komunis, antiislam, mengkriminalisasi ulama, dan antek China ialah hoaks belaka.
"Itu hoaks semua. Hoaks itu muaranya politik identitas. Hoaks itu by design dan hoaks itu racun demokrasi. Stop hoaks dan jangan pernah diulangi lagi," tandas Adi.
Di kawasan yang sama, Ketua DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) bidang Riset dan Kajian Stategis, Karyono Wibowo menyampaikan hoaks sudah menjadi industri. Kasus Saracen ialah salah salah satu contoh.
Hal tersebut, kata Karyono, terlihat dari masifnya info hoaks di media umum dan ruang publik dijejali oleh ujaran kebencian dan hoaks. Lihat saja misalnya, masalah hoaks yang ditangani Polisi Republik Indonesia ibarat masalah 7 kontainer surat bunyi tercoblos, hoaks soal tenaga kerja abnormal China, tuduhan Jokowi PKI, Jokowi keturunan China, isu utang, dan masalah hoaks Ratna Sarumpaet.
Hoaks, berdasarkan Karyono, tidak hanya dipakai untuk kepentingan politik tapi juga di bidang ekonomi dan bisnis. Jika hoaks ini tak segera ditangani maka mengancam persatuan dan keutuhan bangsa.
"Saya mendorong hoaks itu harus dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa, extra ordinary crime. Selain itu perlu ada gerakan nasional yang dapat mencegah semoga hoaks itu tidak menjadi budaya bangsa," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Reza Hariyadi. Menurut dia, hoaks harus menjadi musuh bersama. Media massa, kata dia, harus menjadi salah satu kekuatan dalam memberantas penyebaran hoaks.
"Karena hoaks di media sosial, Twitter, Instagram dan di Facebook ini dampak negatifnya luar biasa. Sementara yang diuntungkan kolompok-kolompok industri," katanya. [sindonews.com]