Showing posts with label Akuntansi Keuangan. Show all posts
Showing posts with label Akuntansi Keuangan. Show all posts

Macam-Macam Bukti Transaksi

     Kuitansi
Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima uang. Kuitansi harus dibubuhi materai pada jumlah tertentu sesuai dengan peratuaran yang berlaku. Lembar asli diserahkan kepada pihak yang membayar, sedangkan tembusan atau bagian sus/potongannya disimpan pihak penerima.Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Nota Kontan
Nota kontan adalah tanda bukti pembelian barang secara tunai yang dibuat oleh penjual dan diberikan kepada pembeli. Nota kontan dibuat minimum rangkap dua. Aslinya diserahkan kepada pihak pembeli dan tembusannya disimpan pihak penjual untuk bukti transaksi.


Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Faktur

Faktur adalah perhitungan jual beli secara kredit yang dibuat oleh penjual. Faktur asli diberikan kepada pembeli sebagai bukti pembelian kredit. Sedangkan tembusannya atau copy-nya disimpan penjual sebagai bukti penjualan kredit.

Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Nota Kredit
Nota Kredit adalah surat bukti terjadinya pengurangan piutang usaha karena adanya pengembalian barang dagangan atau penurunan harga karena terjadinya kerusakan atau ketidak sesuaian kualitas barang yang dikirim dengan yang dipesan. Nota kredit dibuat dan ditandatangani oleh penjual. Arti nota kredit adalah penjual mengkredit (mengurangi) piutang usaha yang akan ditagih ke pembeli. Lembar asli diberikan kepada pembeli, sedangkan tembusannya/copy-nya disimpan penjual.


Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Nota Debit

Nota debit adalah surat bukti terjadinya pengurangan utang usaha karena adanya pengembalian barang dagangan atau penurunan harga yang dibuat oleh pihak pembeli. Arti nota debit adalah mendebit (mengurangi) utang usaha pembeli yang harus dilunasi.

Lembar asli dikirimkan oleh pembeli kepada penjual bersamaan pengiriman kembali barang yang dibeli, sedangkan tembusannya/copy-nya disimpan oleh pembeli sebagai arsip dan bukti pencatatan.

Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Cek

Cek adalah surat perintah dari pemegang rekening giro (penyimpan dana) kepada banknya supaya mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada pembawa cek/pihak penerima pembayaran, sedangkan pihak yang melakukan pembayaran menyimpan sus/potongannya.

Cek sebenarnya bukan surat bukti melainkan alat pembayaran. Oleh karena itu, pengeluaran cek harus disertai penerimaan kuitansi.
Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

     Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah alat pembayaran kepada pihak lain dengan cara memindahkan saldo rekening depository fiscal establishment pihak yang membayar kepada rekening pihak yang menerima. Seperti halnya cek, bilyet giro dibuat oleh pihak pembayar. Pihak penerima bayaran menerima lembar bilyet giro, sedangkan pihak pembayar menyimpan sus/potongannya yang harus disertai penerimaan kuitansi.


Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi

Memo
Memo adalah bukti transaksi yang dibuat oleh pimpinan perusahaan untuk bagian-bagian lain di perusahaan tersebut yang berisi perintah pencatatan suatu kejadian.


Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima  Macam-Macam Bukti Transaksi
Untuk menambah pemahaman saya sarankan baca langsung di link :

Urutan Nomor Akun (Chart Of Account) Dalam Akuntansi

Sebenarnya cara menciptakan nomor akun sudah pernah saya ahas pada postingan sebelumnya. Namun di halaman facebook Acofy masih anyak yang bertanya wacana cara menciptakan urutan penomoran akun.
Maka saya mencoba membahas lagi wacana penomoran akun (chart of acount) atau COA.

Pada umumnya perusahaan dalam pengelompokan nomor akun ialah mulai dari akun-akun aset, kemudian diikuti oleh akun-akun utang, ekuitas, pendapatan, dan beban.

Untuk akun-akun yang tergolong aset lancar urutannya selalu dimulai dari aset yang paling likuid (lancar). Dan biasanya dimulai dengan akun "kas", alasannya ialah tidak akun yang lebih lancar daripada kas. Kemudian sesudah itu diikuti oleh akun aset lancar lainnya menyerupai piutang, perlengkapan, asuransi diayar di muka dan lain. Ingat, bahwa untuk aset lancar penomoran akunnya menurut  urutan tingkat likuiditas (lancar).

Sedangkan untuk akun aset tetap biasanya urutan penomoran akunnya menurut yang mempunyai umur irit (masa manfaat) yang paling lama. Maka tidak heran "tanah"  di tempatkan terlebih dahulu seelum aset tetap berwujud lainnya. Baru sesudah itu dikuti oleh akun aset tetap berwujud lainnya menyerupai bangunan, kendaraan, peraltan, dan sterusnya.

Penyusunan COA untuk utang biasanya dimulai dengan akun utang jangka pendek yang paling lancar, maka tidak heran biasanya dimulai dengan utang perjuangan sebelum akun utang jangka pendek lainnya. Lalu selah itu diikuti oleh akun utang jangka panjang.

Untuk akun Ekuitas sama halnya dengan akun utang biasanya dimulai dengan akun modal gres kemudian diikuti oleh akun prive (untuk perusahaan perseorangan).

Sedangkan untuk akun pendapatan urutannya menurut yang paling sering digunakan. Maka tidak heran "pendapatan usaha" terleih dahulu urutannya di antara akun pendapatan lain. Karena pendapatan perjuangan berafiliasi dengan operasional perusahaan (pendapan operasional perusahaan). Karena berafiliasi dengan operasional maka akun pendapatan perjuangan menjadi akun yang paling sering dipakai d iantara akun pendaptan lain. Setelah itu gres diikuti oleh akun pendapatan lain menyerupai pendapatan sewa, pendapatan bunga, dan seterusnya.

Untuk akun beban urutan dalam penggunaan nomor akun menurut pengeluaran-pengeluran yang peling besar. Maka akun "beban rupa-rupa (beban lain-lain)" menjadi uruan terakhir dalam penomoran akun. Karena pengelurannya relatif kecil dan jarang terjadi.

Berikut ini ialah rujukan Chart of Account:
Sebenarnya cara menciptakan nomor akun sudah pernah saya ahas pada postingan sebelumnya Urutan Nomor  Akun (Chart Of Account) dalam Akuntansi


Satu lagi yang perlu diingat bahwa sistem dalam penomoran akun harus fleksibel  (numbering flexile system). Makasudnya ialah bahwa nama akun yang gres sanggup ditambah (disisipkan) tanpa meruah urutan nomor akun yang lain.
Contoh sanggup dilihat pada gambar sebelumnya bahwa nomor akun piutang perjuangan 1.2 kemudian nomor akun perlengkapan kantor 1.4. Kalu dilihat disitu ada satu angka yng dilampaui yaitu angka 1.3. Hal ini betujuan jikalau seandainya nanti ada penambahan akun gres yang lebih lancar dari perlengkapan kantor misalnya dalah piutang wesel, maka idak perlu untuk mengubah susunan urutan penomoran akun kembali. kita tinggal sisipkan saja piutang wesel  pada nomor akun 1.3.

Oke, demikianlah cara menciptakan urutan penomoran akun dalam akuntansi. Silahkan teman-teman berkomentar pada kolom komentar jikalau sendainya ada yang mau ditanyakan atau mau request pembahsan wacana akuntansi.

Penggunaan Neraca Lajur Dan Pembahasannya

Penggunaan Neraca Lajur dan Pembahasannya Penggunaan Neraca Lajur dan Pembahasannya

Akuntan seringkali memakai kertas kerja (work sheet) berupa neraca lajur untuk mengumpulkan dan meringkas data yang mereka butuhkan dalam rangka menyiapkan laporan keuangan, Kertas kerja ini berbentuk multi kolom, yang memuat kolom neraca saldo sebelum penyesuaian, kolom penyesuaian, kolom neraca saldo sehabis penyesuaian, kolom keuntungan rugi, dan kolom neraca.

Fungsi kertas kerja ini hanya sebagai alat bantu untuk mempermudah proses penyusunan laporan keuangan yang dilakukan secara manual. Kertas kerja juga bekerjsama mempunyai kegunaan sebagai alat bantu untuk memahami alur data akuntansi, mulai dari neraca saldo sebelum pembiasaan hingga menghasilkan laporan keuangan sebagai produk selesai dari siklus akuntansi. Sebagai alat bantu (pilihan), kertas kerja ini merupakan catatan akuntansi yang sifatnya tidak permanen oleh lantaran itu tidak termasuk sebagai bab dari catatan akuntansi formal lainnya, menyerupai jurnal dan buku besar yang memang dibutuhkan sebagai bab dari sistem akuntansi. Sifatnya yang bukan merupakan bab yang formal dari tahapan siklus akuntansi tampak dari skema arus yang telah digambarkan di atas, dimana kertas kerja ini berada di luar alur tahapan siklus akuntansi.

Kertas kerja menjadi tidak diharapkan terutama bagi perusahaan yang sudah mempunyai sistem komputerisasi akuntansi yang baik dan memadai. Kertas kerja ini juga tidak diharapkan lagi dalam perusahaan kecil yang dimana hanya mempunyai sedikit transaksi, sedikit akun, dan sedikit penyesuaian. Pada perusahaan kecil, laporan keuangan sanggup disiapkan eksklusif dari neraca saldo sehabis pembiasaan tanpa memakai alat bantu neraca lajur sebagai kertas kerja.

Adapun urutan tahapan dalam menyiapkan kertas kerja yakni sebagai berikut:
1.      Menyiapkan neraca saldo sebelum pembiasaan (un-adjusted trial balance) ke dalam kertas kerja. Hal ini dilakukan dengan cara memindahkan (to list) seluruh saldo selesai yang terdapat pada masing-masing buku besar akun (saldo selesai sebelum penyesuaian) ke dalam kolom neraca saldo sebelum pembiasaan yang ada dalam kertas kerja.
2.      Memasukkan data jurnal pembiasaan ke kolom pembiasaan yang ada dalam kertas kerja. Hal ini dilakukan dengan cara memindahkan besarnya tiap-tiap nilai pembiasaan akun yang ada dalam ayat jurnal pembiasaan ke dalam kolom pembiasaan sesuai dengan posisi nilai debet dan kredit masing-masing akun. Jika nama akun yang digunakan dalam ayat jurnal pembiasaan ternyata belum terdapat dalam neraca saldo (yang telah disiapkan pada tahapan pertama di atas), maka embel-embel akun gres tersebut akan disisipkan sempurna di bawah total jumlah neraca saldo.
3.      Memasukkan saldo yang telah diubahsuaikan ke dalam kolom neraca saldo sehabis penyesuaian (adjusted trial balance) yang ada dalam kertas kerja. Kolom neraca saldo sehabis pembiasaan ini merupakan hasil adonan antara data yang terdapat dalam kolom neraca saldo sebelum pembiasaan dengan data yang ada dalam kolom penyesuaian.
4.      Memindahkan tiap saldo masing-masing akun yang ada dalam kolom neraca saldo sehabis pembiasaan ke dalam kolom laporan keuangan. Hal ini dilakukan dengan cara memilah-milah secara tepat, akun mana yang akan ditransfer ke dalam kolom keuntungan rugi dan juga akun mana yang akan ditransfer ke dalam kolom neraca. Sebagai contoh, saldo akun kas yang ada dalam kolom neraca saldo sehabis pembiasaan akan ditransfer ke kolom neraca dengan saldo debet, saldo akun utang perjuangan yang ada dalam kolom neraca saldo sehabis pembiasaan akan ditransfer ke kolom neraca dengan saldo kredit, saldo akun pendapatan yang ada dalam kolom neraca saldo sehabis pembiasaan akan ditransfer ke kolom keuntungan rugi dengan saldo kredit, saldo akun beban yang ada dalam kolom neraca saldo sehabis pembiasaan akan ditransfer ke kolom keuntungan rugi dengan saldo debet, dan seterusnya. Saldo at dalam kolom keuntungan rugi dan kolom neraca iniya akan digunakan dalam menyusun laporan keuanakun yang terdapat dalam kolom keuntungan rug lah yang nantinya akan digunakan dalam mergan.  
5.      Untuk masing-masing kolom (baik masing-masing kolom (baik kolom keuntungan rugi maupun kolom neraca), hitunglah total saldo debet dan total saldo kredit dengan cara menjumlahkan seluruh saldo akun dari atas hingga ke bawah sesuai dengan saldo akun yang ada pada masing-masing kolom. Besarnya selisih antara total saldo debet dengan total saldo kredit untuk kolom keuntungan rugi harus sama dengan besarnya selisih antara total saldo debet dengan total saldo kredit untuk kolom neraca, hanya saja posisi untuk masing-masing selisih tersebut akan saling berlawanan antara kolom keuntungan rugi dengan kolom neraca. Artinya, jikalau posisi selisih antara total saldo debet dengan total saldo kredit untuk kolom keuntungan rugi berada di sebelah debet, maka posisi selisih antara total saldo debet dengan total saldo kredit untuk kolom neraca akan berada di sebelah kredit, dengan besarnya selisih yang sama.

Sebagai pola : untuk kolom/lajur keuntungan rugi dengan total saldo debet Rp. 30.000.000,- dan total saldo kredit Rp. 40.000.000,akan mempunyai posisi selisih di sebelah debet, yaitu sebesar Rp. 10.000.000,-. Sedangkan untuk kolom/lajur neraca dengan total saldo debet Rp. 85.000.000,- dan total saldo kredit Rp. 75.000.000,- akan mempunyai posisi selisih di sebelah kredit, yaitu sebesar Rp. 10.000.000,- juga. Perhatikanlah bahwa besarnya selisih tersebut masing-masing mempunyai nilai yang sama yaitu Rp. 10.000.000,- baik untuk selisih antara debet kredit pada kolom keuntungan rugi maupun untuk selisih antara debet kredit pada kolom neraca, hanya saja posisi selisih tersebut masing-masing saling berlawanan. Besarnya keuntungan higienis (net income) atau rugi higienis (net loss) ditentukan dengan cara membandingkan antara total saldo debet dengan total saldo kredit yang ada pada keuntungan rugi. Jika total saldo kredit untuk kolom keuntungan rugi melebihi total saldo debet untuk kolom keuntungan rugi, maka akan menghasilkan keuntungan bersih, dan sebaliknya jikalau total saldo debet untuk kolom keuntungan rugi melebihi total saldo kredit untuk kolom keuntungan rugi, maka akan menghasilkan rugi bersih.

Sistem Pencatatan Perpetual Dan Periodik Dalam Akuntansi Beserta Teladan Lengkap

Sistem Pencatatan Perpetual dan Periodik dalam Akuntansi Sistem Pencatatan Perpetual dan Periodik dalam Akuntansi Beserta Contoh Lengkap


Sebelumnya kita telah membahas  tentang karakteristik perusahaan dagang. Dimana perusahaan dagang memiliki barang persedian. Terdapat metode akauntansi yang lazim digunakan dalam mencatat persediaan barang dagangan, yaitu metode atau sistem pencatatan perpetual (perpetual inventory system) dan metode atau sitem pencatatan periodik/fisik (periodic/phisichal inventory system)

Kali ini akan dibahas secara tuntas perbedaan sistem pencatatan perpetual dan periodik beserta contohnya.

SISTEM PENCATATAN PERPETUAL
Dalam sistem pencattan perpeual, catatan mengenai harga pokok dan masing-masing barang dagangan yang dibeli maupun yang dijual diselenggarakan secara terperinci. Sistem pencattan ini akan secara terus-menerus menawarkan berapa besarnya salado persedian barang dagangan yang ada di gudang untuk masing-masing jenis persediaan. Dengan sistem pencatatan perpetual, harga pokok dari barang ditentukan tiap kali penjualan terjadi. Yang perlu diperhatikan dalam mencatat transaksi barang dagangan dengan metode perpetual  ini yaitu bahwa akun pembelian, retur pembelian, bagian pembelian dan akun ongkos angkut masuk tidak akan pernah digunakan. seluruh akun-akun tersebut akan diganti dengan akun persediaan barang dagangan.

SISTEM PENCATATAN PERIODIK
Dengan sistem periodik, pembelian barang dagangan akan dicatat dengan memakai akun pembelian bukan akun persediaan barang dagangan menyerupai yang dilakukan pada sistem pencatatan perpetual. Juga dengan sisem periodik, akun-akun berikut ini secara terpisah (masing-masing) akan digunakan : bagian pembelian, retur pembeliaan dan adaptasi harga beli, dan ongkos angkut masuk.

Ingat, bahwa point yang membedakan anatar sitem pencatatan periodik dengan sistim pencattan perpetual yaitu terletak pada komponen penentu haraga pokok penjualan, dimana pada sistem pencatatan perpetual tidaklah mengenal akun, pembelian, bagian pembelian, retur pembeliaan dan adaptasi harga beli, termasauk akun ongkos angkut masuk.

Dalam sistem periodik maupun perpetual tidak ada perbedaan dalam hal pencatatan atas akun ongkos angkut keluar dan bagian penjualan; hal ini dikarenakan ongkos angkut keluar dan bagian penjualan bukanlah merupakan komponen dalam menghitung besaranya haraga pokok penjualan. Demikian juga untuk akun retur penjualan,  dan adaptasi harga jual yang sama-sama akan tetap digunakan baik dalam sistem pencatatan periodik  maupu perpetual, hanya saj bedanya bahwa dalam sistempencatatan pepetual, jurnal untuk mencatat transakasi retur penjualan akan diikuti dengan satu ayat jurnal lagi yaitu untuk mencatatan pengurangan haraga pokok penjualan di sebelah kredit dan menambah kembali saldo akun persediaan barang dagangan yang diterimanya di sebelah debet.

Jadi, bentuk perbedaan sistem pencatatan perpetual dan periodik sanggup dilihat pada tabel berikut:
Sistem Pencatatan Perpetual dan Periodik dalam Akuntansi Sistem Pencatatan Perpetual dan Periodik dalam Akuntansi Beserta Contoh Lengkap
Keterangan
BD = Barang Dagang

Khusus sistem pencatatan ongkos angkut juga mempunya dua metode yaitu FOB Shipping Point dan FOB Destination maka dalam pola jurnal diatas juga 2 buah masing-masing metode pencatatan persediaan

Untuk pencatatan retur juga dilakukan 2 metode untuk masing-masing pencatatan BD, yaitu apabila penjual mau mendapatkan kembali BD, atau dengan pengurangan harga jual..

Untuk bagian penjual juga dalam pola untuk masing-masing metode pencatatan barang dagang juga dibentuk 2 metode yaitu, kalau dalam masa periode bagian dan kalau telah lewat periode potongan.

Saya rasa cukup sekian kalau ada yang mau ditanyakan, atau didiskusikan silahkan koment di kolom komentar. Saya akan mencoba untuk mengapresiasi masing masing pertanyaan teman-teman.

Sejarah Perkembangan Standar Akuntansi Di Indonesia Lengkap


Perkembangan standar akuntansi di Indonesia sanggup dibagi ke dalam lima periode penting. Periode pertama ialah masa Pra-PAI sebelum tahun 1973 kemudian disusul dengan penyusunan PAI tahun 1973-1984. Periode ketiga yakni tahun 1984-1994 ialah masa berlakunya PAI 1984. Periode keempat ialah masa mulai dilakukannya harmonisasi SAK ke IAS yakni tahun 1994-2006 di mana SAK dikembangkan dengan melihat acuan IAS maupun standar-standar, negara lain. Periode kelima ialah masa konvergensi IFRS yakni 2006-2012.

Masa Pra-PAI (Sebelum 1973) 
Sebelum 1973, Indonesia tidak mempunyai standar akuntansi keuangan yang baku dan terkodifikasi. Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968, penggunaan laporan keuangan oleh pihak di luar administrasi jarang sekali terjadi, kecuali untuk pelaporan fiskal. Audit tahunan lazimnya hanya dilakukan atas laporan keuangan BUMN/BUMD dan perusahaan abnormal yang sangat sedikit jumlahnya.

Dengan berlakunya kedua peraturan perundangan wacana penanaman modal tersebut mulai timbul kebutuhan laporan keuangan yang bisa menyajikan informasi keuangan yang relevan, andal, sanggup dimengerti, serta sanggup diperbandingkan (baca karakteristik laporan keuangan). Kebutuhan tersebut terutama sehubungan dengan permohonan kredit investasi dari bank pemerintah dan ventura bersama dengan investor asing. Pada waktu itu bukan saja standar akuntansi keuangan, tapi juga standar audit belum terkodifikasi, sehingga baik laporan keuangan maupun laporan audit menjadi tidak mengenal standar pelaporan dan sering kali sulit diperbandingkan.

Meskipun opini auditor menyebutkan "laporan keuangan telah disajikan secara masuk akal menurut prinsip akuntansi yang lazim berlaku”, sering kali timbul keraguan apa yang disebut sebagai "prinsip akuntansi yang lazim berlaku”. Di samping belum adanya standar yang tertulis, keraguan dan kerancuan juga disebabkan lantaran jumlah akuntan masih sangat sedikit, dan para praktisi yaitu tenaga akuntansi di perusahaan dan ajudan auditor di kantor akuntan publik, pada umumnya ialah lulusan Sekolah Menengan Atas dan terutama yang berijazah Bond A dan sebagian kecil Bond B. Untungnya pada masa itu keadaan bisnis masih gres berkembang dan tidak sekompleks sekarang.

Lahirnya PAI 1974 (1973–1984) 
Dalam rangka persiapan diaktifkannya pasar modal, maka atas derma dan dorongan Badan Persiapan Pasar Uang dan Pasar Modal (BAPEPUM) telah dibuat Panitia Penghimpun Bahan-bahan dan Struktur daripada Generally Accepted Accounting Principles dan Generally Accepted Auditing Standards yang terdiri dari Dewan Penasihat dan Panitia Kerja. Dengan demikian dibutuhkan sanggup secepatnya tersusun standar akuntansi dan standar audit

Sebagai hasil kerja Panitia Penghimpun tersebut maka lahirlah Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA). Kedua produk tersebut kemudian mendapat pengesahaan pada Kongres III IAI pada tanggal 2 Desember 1973, dan untuk pertama kali dibuat Komite PAI dan Komite NPA untuk berbagi baik PAI maupun NPA.

PAI tersebut disusun menurut buku Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises dari Paul Grady diterbitkan oleh AICPA sebagai sumber utama. Di samping itu, sebagai materi himpunan telah dipakai juga:
  • Buku Prinsip-prinsip Akuntansi yang diterbitkan oleh Direktorat Akuntan Negara,Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara; 
  • Statement of the Accounting Principles Board, No. 4, diterbitkan oleh AICPA;
  • Opinions of the Accounting Principles Board, diterbitkan oleh AICPA; 
  • Kumpulan dari Accounting Research Bulletin, diterbitkan oleh AICPA; 
  • A Statement of Australian Accounting Principles, diterbitkan oleh Accounting and Auditing Research Committee dari Accountancy Research Foundation; 
  • Wet op de Jaarrekening van Ondernemingen, diterbitkan oleh NIVRA; 
  • dan beberapa literatur lainnya.

Dapat disimpulkan, pada tahun 1973 Indonesia memulai perkembangan standar akuntansi dengan dibentuknya suatu komite sementara yang dibuat untuk mengumpulkan dan menyusun prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia. PAI kemudian menjadi suatu infrastruktur pelaporan untuk mendukung pasar modal yang gres berkembang di Indonesia sebagai upaya penting pemerintah untuk meningkatkan arus dana masuk ke Indonesia. Komite berpedoman pada karya Paul Grady dari AICPA di AS. Standar ini tidak berkembang sampai tahun 1984. Dari satu sisi hal ini sanggup dimengerti lantaran jumlah perusahaan yang terdaftar di pasar modal kurang dari dua puluh lima.

Masa Penerapan PAI 1984 (1984-1994)
Tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melaksanakan revisi secara fundamental PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Tujuan dari PAI 1984 ini ialah untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Sejak tahun 1986, Komite PAI secara aktif melaksanakan revisi atas PAI 1984 dengan menerbitkan 7 (tujuh) Pernyataan PAI dan 9 (sembilan) Interpretasi PAI.

Masa Penerapan SAK (1994–2006)
Selama tahun 1984–1994 telah terjadi banyak sekali fenomena penting dalam perekonomian dan bisnis nasional dan global, antara lain sebagai berikut. 
  • Perkembangan pasar modal di Indonesia yang sangat pesat. Jumlah perusahaan go public melonjak dari 24 pada awal tahun 1989 menjadi sekitar 160 pada September 1994. 
  •  Disahkannya Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Dana Pensiun. 
  • Reformasi peraturan perundangan perpajakan Indonesia. 
  • Timbulnya beberapa kasus bank krisis dan info wacana kredit macet dan kredit bermasalah.
  • Ditandatanganinya perjanjian gres GATT sebagai kelanjutan Uruguay Round.

Dari beberapa fenomena tersebut, sanggup disimpulkan bahwa dunia sedang memasuki periode globalisasi dan Indonesia mulai masuk dalam perdagangan global tersebut. IAI secara tanggap telah memantau fenomena tersebut dengan melaksanakan serangkaian seminar, diskusi, dan rapat untuk menciptakan Strategi Pengembangan IAI 1994–2000 dan salah satu kesimpulan yang diambil ialah PAI harus segera dikembangkan dengan mengacu pada International Accounting Standard.

Sejalan dengan hal tersebut, nama PAI telah diganti menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Menjelang Kongres VII IAI, dan menyongsong HUT IAI ke-34 pada bulan Desember 1994, profesi akuntan di Indonesia telah mempunyai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan 35 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang setaraf standar akuntansi internasional. Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk mengguna
Standards sebagai dasar untuk membangun standar-standar Indonesia. IAI kemudian melaksanakan revisi besar untuk menerapkan standar-standar revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, ebanyakan konsisten dengan IAS. Namun, masih terdapat beberapa standar akuntansi yang diadopsi dari US GAAP dan maupun dikembangkan sendiri-sendiri.

Sejak tahun 2004, revisi SAK dilakukan pada tahun 2008 dan juga IAI mengeluarkan revisi 2009.

Masa Konvergensi IFRS (2006-2012) 
Dengan memperhatikan semakin maraknya negara-negara lain menyerupai Australia mengadopsi IFRS secara penuh, maka pada tahun 2006 dalam kongres IAIX di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu ialah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai simpulan tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi gres mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.

Beberapa hambatan dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS antara lain ialah minimnya sumber daya untuk mendukung anggota DSAK-IAI yang semua anggotanya ialah paruh waktu bekerja untuk pengembangan standar pelaporan. Kendala lainnya ialah IFRS yang sangat cepat berubah sehingga DSAK-IAI sulit untuk mengejarnya. Masalah translasi bahasa juga menjadi hambatan lantaran dalam proses translasi tidak gampang untuk mencari padanan kata yang sempurna dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Indonesia membutuhkan upaya aksesori dalam mengadopsi IFRS dibandingkan dengan negara-negara yang memakai IFRS dalam bahasa aslinya menyerupai Australia atau negara-negara Eropa.

Kesiapan pelaku industri juga menjadi pertanyaan. Ketidaksiapan industri keuangan khususnya perbankan dalam mengadopsi standar akuntansi instrumen keuangan PSAK 50 dan PSAK 55 menciptakan banyak pihak mencurigai apakah Indonesia siap dalam mengadopsi IFRS. PSAK 50 dan PSAK 55 ialah standar akuntansi instrumen keuangan yang diadopsi dari IAS 32 dan IAS 39 yang sedianya berlaku efektif mulai 1 Januari 2009 dengan terpaksa diundur menjadi 1 Januari 2010 akhir desakan dari pelaku industri yang belum siap menerapkannya kala itu.

Bukan hanya penyusun laporan keuangan yang harus berbenah, kesiapan profesi lain menyerupai aktuaris dan jasa penilai juga menjadi sorotan. Dimulai dari berlakunya PSAK 24 Imbalan Kerja tahun 2004 yang menganjurkan penggunaan jasa aktuaris independen, standar gres ini cukup mengagetkan profesi aktuaris pada ketika itu yang tiba-tiba saja kebanjiran pelanggan. Profesi lainnya menyerupai jasa penilai properti juga terkena dampak dari peningkatan penggunaan nilai masuk akal dalam standar akuntansi mengenai aset tetap dan properti investasi yang dikeluarkan pada tahun 2008.

Namun, terlepas dari segala hambatan yang menghadang, DSAK-IAI semakin mengukuhkan niatnya untuk mengadopsi IFRS lantaran memang IFRS mempunyai banyak kelebihan.
  • IFRS dihasilkan oleh suatu forum internasional yang independen sehingga dampak kekuatan politik dalam penyusunan standar sanggup minimal. 
  • Proses pembuatan IFRS lebih komprehensif melalui riset yang mendalam. Komentar untuk discussion paper maupun exposure draft keluaran IASB tiba dari seluruh dunia sehingga standar yang dihasilkan lebih mencerminkan kebutuhan global daripada kebutuhan suatu negara tertentu. 
  • IFRS ialah standar yang berbasis prinsip (principle based) sehingga pengaturannya lebih sederhana dibandingkan dengan standar pelaporan keuangan keluaran Amerika Serikat yang lebih terang dan rumit (rule based). 
  • IFRS mensyaratkan pengungkapan informasi (disclosure) yang lebih detail dan terang sehingga membantu pengguna laporan keuangan mendapat informasi yang relevan. 
  • IFRS semakin diterima oleh banyak negara, terlebih sehabis terbukti standar akuntansi Amerika Serikat tidak bisa membentengi skandal-skandal perusahaan besar menyerupai kasus Enron dan Worldcom.

Sejak Juni 2009, proses konvergensi IFRS mengalami percepatan. Sepanjang semester dua tahun 2009, DSAK-IAI menerbitkan kurang lebih 19 exposure draft PSAK dan ISAK juga mencabut beberapa PSAK yang sudah tidak relevan. Sepanjang tahun 2010 dan 2011, DSAL-IAI secara sedikit demi sedikit mengadopsi IFRS.

Sampai 1 Januari 2012, DSAK-IAI telah menerbitkan semua IFRS/IAS kecuali IAS 41 Agriculture dan IFRS 1 First Time Adoption International Financial Reporting Standards.


DSAK-IAI belum mengambil keputusan kapan IAS 41 akan diadopsi. IFRS 1 tidak relevan untuk diadopsi lantaran beberapa ketentuan transisi PSAK telah mempertimbangkan isi ketentuan dari IFRS 1 tersebut.

Cara Gampang Berguru Dan Memahami Akuntansi Untuk Pemula Dalam 7 Menit


Sebelum mencar ilmu akuntansi tentu kita harus memahami terlebih dahulu definisi atau pengertian akuntansi itu sendiri.

Apa itu akuntansi ?
Akuntansi yakni seni/prosedur/metode/ketentuan/aturan dalam mengukur, mengumpulkan dan melaporkan gosip yang mempunyai kegunaan perihal aktivitas dan tujuan yang menyangkut keuangan suatu organisasi.

Dalam akuntansi ada sebuah istilah yang dinamakan dengan Double Entry, yaitu suatu sistem pencatatan transaksi-transaksi keuangan secara berpasangan, dimana setiap transaksi berakibat ganda yaitu Debet dan Kredit. Dimana jumlah debet sama dengan jumlah Kredit,

Ilustrasi:
23 Oktober Tn. Ari menyetorkan modal untuk usahanya sebesar Rp. 10.000.000,.

Maka pencatatannya harus dilakukan double entry yaitu di debet dan kredit, dengan jurnalnya sebagai berikut:

Kas                   Rp. 10.000.000,. (debet)
         Modal                               Rp. 10.000.000,. (Kredit)

Maksudnya yakni bahwa akun Kas bertambah di sisi Debet sebesar Rp. 10.000.000, dan Modal bertambah di sisi Kredit sebesar Rp. 10.000.000. Jadi, sisi Debet dan Kredit jumlahnya seimbang, yaitu sama-sama Rp. 10.000.000.

Pada umumnya pencatatan jurnal transaksi akuntansi, semuanya harus dicatat dengan sistem berpasangan (Double Entry). 

Semua pencatatan akuntansi sudah diatur dengan standar yang ada. Makara dalam pencatatan akuntansi kita hanya harus melaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku umum. Jadi, kapan suatu akun atau asumsi dikatakan bertambah di sisi debet dan berkurang di sisi kredit, atau sebaliknya bertambah di sisi kredit dan berkurang di sisi debet ?
Berikut ketentuannya:


Keterangan:
Harta/Aset bertambah di sisi debet, dan berkurang di sisi kredit
Utang bertambah di sisi kredit, dan berkurang di sisi debet
Beban/Biaya betmabah di sisi debet, dan berkurang di sisi kredit
Pendapatan bertambah di sisi kredit, dan berkurang di sisi debet
Modal bertambah di sisi kredit, dan  berkurang di sisi debet
Prive bertambah di sisi debet, dan berkurang di sisi kredit


Cara menghafalnya sangat mudah, yaitu hanya akun Harta/Aset, Beban/Biaya, dan Prive yang bertambah di sisi debet. Selain akun Harta/Aset, Beban/Biaya, dan Prive, bertambah di sisi kredit. Coba teman-teman lihat pada goresan pena yang berwarna merah. Tulisan yang berwarna merah berarti bertambahnya di sisi debet.

Jika suatu akun bertambah di sisi debet, otomatis beliau akan berkurang di sisi kredit. Dan sebaliknya, kalau suatu akun bertambah di sisi kredit, otomatis ia kan berkurang di sisi debet.

Makara yang perlu diingat yakni akun Harta/Aset, Beban/Biaya, dan Prive bertambah di sisi debet. Selain akun tersebut bertambah di sisi kredit.

Jika teman-teman sudah memahami hal tersebut, maka teman-teman akan gampang memahami bahan akuntansi selanjutnya, dan sistem ini tidak akan terlepas pada pelajaran akuntansi lanjutan.

Mudahkan ? Jika teman-teman masih ragu atau ada yang mau ditanyakan, silahkan komen di post komentar.

Psak 53 : Cara Penerapan Dan Contohnya


PSAK 53 Pembayaran berbasis saham disahkan oleh DSAK per  tanggal 22 oktober 2010 dan erlaku efektif tahun 2012. PSAK 53 (Revisi 2010) menggantikan PSAK 53 Kompensasi berbasis saham yang diterbitkan pada tahun 1998. PSAK 53 (revisi 2010) merupakan adopsi dari IFRS 2 Share Based Payment versi Juni 2009.

PSAK 53 mengatur perlakuan akuntansi untuk transaksi pembayaran berbasis saham.

Apa itu transaksi berbasis saham ?
Transaksi berbasis saham yaitu transaksi yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa sebagai imbalan atas instrumen ekuitas dari entitas tersebut (termasuk opsi saham karyawan), atau mendapatkan barang atau jasa dengan memperlihatkan laiabilitas kepada pemasok barang atau jasa tersebut untuk jumlah yang didasarkan pada harga saham entitas tersebut.

Sebelum kita membahas lebih lanjut silahkan teman-teman download terlebih dahulu PSAK 53 wacana Pembayaran Berbasis Saham. Silahkan teman-teman cari di google, alasannya yaitu saya belum ada kesempatan menyediakannya, atau silahkan cari bukunya.

Oke kita lanjut kepada pembahasan !

PSAK 53 membagi transaksi pembayaran berbasis saham ke dalam tiga jenis. 
  1. Transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa sebagai imbalan untuk instrumen ekuitas dari entitas tersebut. 
  2. Transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas, yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa dengan memperlihatkan liabilitas kepada pemasok barang atau jasa tersebut untuk jumlah yang ditentukan menurut nilai instrumen ekuitas dari entitas tersebut.
  3. Transaksi Pembayaran berbasis saham dengan alternatif kas, yang di dalamnya menerima barang atau jasa dan syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan penyelesaian dalam kas atau saham kepada entitas tersebut maupun pihak keduanya.


Dapat dilihat bahwa PSAK 53 tidak menerapkan hal-hal berikut. 
  • Transaksi berbasis saham dengan pihak mana pun dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham di entitas tersebut. 
  • Transaksi berbasis saham dalam kombinasi bisnis.

PENGAKUAN
PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengakui transaksi pembayaran berbasis saham dalam laporan keuangannya.

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengakui barang dan jasa yang diterima atau diperoleh dalam transaksi pembayaran berbasis saham bila entitas tersebut memperoleh barang atau ketika jasa diterima, dan juga mengakui kenaikan ekuitas dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, atau liabilitas dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas (paragraf 7).

Ilustrasi 1

Pada tanggal 4 April 20X4, PT ABC memperoleh sebidang tanah yang mempunyai nilai pasar sebesar Rp25 miliar dengan mengeluarkan 10 juta saham biasanya (masing-masing bernilai Rp1.000).

Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT ABC mencatat transaksi pada tanggal 4 April 20X4 sebagai berikut.

Tanah             Rp. 25.000.000.000
         Modal                                 Rp. 25.000.000.000

PSAK 53 mengatur lebih lanjut bahwa bila barang atau jasa yang diterima atau diperoleh tidak memenuhi syarat untuk diakui sebagai aset, maka barang atau jasa tersebut harus diakui sebagai beban (paragraf 8).

Ilustrasi 2
tanggal 5 Mei 20X5, PT RND memperoleh peralatan laboratorium rupa-rupa nilai pasar sebesar Rp120.000.000 dari perusahaan asosiasinya untuk proyek riset berkelanjutan dengan mengeluarkan 100.000 saham biasanya

Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT RND mencatat transaksi pada tanggal 5 Mei 20X5 sebagai berikut.


Beban riset            Rp. 120.000.000
        Modal saham                          Rp. 120.000.000

Dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas yang di dalamnya jasa diterima, jasa tersebut harus diakui selama masa kerja tersebut diberikan sebagai imbalan atas instrumen ekuitas yang dikeluarkan. Oleh alasannya yaitu itu, bila instrumen ekuitas diberikan dengan segera, maka entitas tersebut harus mengakui jumlah penuh jasa tersebut dengan segera (paragraf 15). Namun, bila ada periode sampai opsi saham menjadi hak karyawan (periode vesting), maka entitas tersebut harus mengakui jasa yang diterima sama ketika jasa tersebut diberikan selama periode vesting (paragraf 16).

Ilustrasi 3 
Pada tanggal 1 Januari 20X6, PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) memperlihatkan 100.000 opsi saham karyawan kepada eksekutif eksekutifnya dengan nilai Rp5.000 per opsi. Jika opsi saham karyawan diberikan dengan segera, biaya sebesar Rp500.000.000 akan dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X6. Namun, bila opsi saham karyawan hanya sanggup diberikan bila eksekutif eksekutif tersebut masih bekerja di perusahaan sampai 31 Desember 20X7, maka biaya opsi saham karyawan harus dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X6 dan 20X7.

PENGUKURAN
PSAK 53 mensyaratkan peraturan yang berbeda mengenai pengukuran jenis-jenis transaksi pembayaran berbasis saham yang berbeda.

Transaksi Pembayaran Berbasis Saham yang Dilakukan dengan Penerbitan Instrumen Ekuitas
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengukur barang atau jasa yang diterima dan kenaikan ekuitas yang sesuai menurut nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima (paragraf 10). Jika nilai masuk akal dari barang atau Jasa yang diterima tidak sanggup diukur dengan andal, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut mengukur barang atau jasa yang diterima serta kenaikan ekuitas deng merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 10).

Ilustrasi 4 
Skenario A 
Pada tanggal 6 Juni 20X6, PT A membeli sebidang tanah, yang telah ditaksir oleh juru taksir profesional sebesar Rp50 miliar, dengan mengeluarkan 10 juta dari saham biasanya. Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT Amengukur transaksi tersebut menurut nilai masuk akal dari tanah tersebut dan mencatat transaksi pada tanggal 6 Juni 20X6 sebagai berikut.

Tanah                  Rp. 50 miliar
      Modal Saham                    Rp. 50 miliar

Skenario B 
Pada tanggal 6 Juni 20X6. PT B membeli sebuah bangunan bernilai sejarah yang telah ditaksir oleh juru taksir profesional sebesar Rp10 miliar sampai Rp50 miliar, dengan mengeluarkan 1 juta dari saham biasanya. Saham biasa PT B sebanyak 100 juta dijual di BEI dan ditawar sebesar Rp22.000 per saham pada tanggal 6 Juni 20X6. Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT A mengukur transaksi tersebut dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari saham yang dikeluarkan dan mencatat transaksi pada tanggal 6 Juni 20X6 sebagai berikut.

Tanah                    Rp. 22 miliar
         Modal saham                    Rp. 22 miliar

Berdasarkan prinsip di atas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa untuk transaksi dengan karyawan, suatu entitas wajib mengukur jasa yang diterima serta kenaikan ekuitasnya dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan, dengan alasan bahwa nilai masuk akal dari jasa yang diterima pada umumnya sulit diukur dengan hebat (paragraf 11). PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa dalam kasus-kasus yang jarang terjadi, ketika nilai masuk akal dari instrumen ekuitas tidak sanggup diukur dengan andal, suatu entitas wajib mengukur jasa yang diterima serta kenaikan ekuitasnya menurut ilai intrinsik dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 26). 

Oleh alasannya yaitu itu, untuk opsi saham karyawan serta transaksi kompensasi dengan  karyawan yang berbasis saham dan diselesaikan dengan ekuitas lainnya. PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal (atau nilai intrinsik dalam masalah yang jarang terjadi) dari instrumen ekuitas dianggap sebagai beban dalam laporan keuntungan rugi komprehensif (lihat paragraf 8, 11, dan 26) dan bahwa nilai masuk akal (atau nilai intrinsik dalam masalah yang jarang terjadi) dari instrumen ekuitas wajib dibebankan dalam laporan keuntungan rugi komprehensif pada periode vesting (lihat paragraf 15 dan 16).

Bagian berikut membahas opsi saham karyawan. Namun, pembahasan tersebut juga sanggup diterapkan untuk setiap transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas yang diukur dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan, dengan pengecualian tanggal dukungan harus dibaca sebagai tanggal entitas tersebut memperoleh barang atau jasa.

PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal dari instrumen ekuitas wajib didasarkan pada harga pasar, bila ada, dengan mempertimbangkan syarat dan ketentuan dukungan instrumen ekuitas (paragraf 17).

Jika harga pasar tidak tersedia, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut mengestimasi nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan dengan memakai teknik penilaian untuk menentukan harga instrumen ekuitas tersebut pada tanggal dukungan dalam transaksi masuk akal antara pihak-pihak yang mengetahui (paragraf 18). Model penilaian harus konsisten dengan metode penilaian harga instrumen keuangana yang berlaku umum serta harus menyertakan seluruh faktor dan asumsi yang akan dipertimbangkan oleh partisipan pasar yang mengetahui dalam memutuskan harga. Contoh-contoh model tersebut yaitu model Black-Scholes dan model Binomial.

Dalam menentukan nilai masuk akal dari instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal tersebut harus ditentukan pada tanggal dukungan yang didefinisikan sebagai tanggal entitas dan karyawannya menyetujui aktivitas tersebut, yang pada praktiknya yaitu tanggal ketika karyawan mendapatkan penawaran tersebut atau bila penawaran tersebut melalui suatu proses persetujuan, tanggal ketika persetujuan tersebut diperoleh.

Wajib dicatat bahwa PSAK 53 menerapkan pendekatan tanggal dukungan yang diubah" (modified grant date approach). Dalam pendekatan ini, (i) syarat pasar diperhitungkan dalam menentukan nilai masuk akal dari setiap instrumen ekuitas yang diberikan pada tanggal dukungan dan perubahan syarat pasar yang terjadi sesudah tanggal dukungan tidak akan memengaruhi nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan serta (ii) syarat vesting, selain syarat pasar, dikecualikan dari penilaian harga masuk akal saham atau opsi saham pada tanggal pemberian. Syarat vesting diperhitungkan dengan cara mengurangi atau menambah jumlah dari saham atau opsi saham yang balasannya menjadi hak.

Lebih lanjut PSAK 53 menjelaskan bahwa pendekatan tanggal dukungan yang diubah mensyaratkan bahwa nilai masuk akal tanggal dukungan harus memperhitungkan semua syarat vesting (kecuali persyaratan masa kerja dan persyaratan kinerja nonpasar) dan semua syarat-syarat nonvesting, sedangkan total nilai masuk akal opsi saham karyawan yang dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif harus diubah alasannya yaitu tidak sanggup memenuhi persyaratan masa kerja dan persyaratan kinerja nonpasar.

PSAK 53 menjelaskan definisi syarat-syarat vesting dan syarat-syarat nonvestis
sebagai berikut

Syarat-syarat vesting yaitu syarat-syarat yang menentukan apakah suatu enti mendapatkan jasa yang mengakibatkan pihak lawan berhak mendapatkan imbalan mela perjanjian pembayaran berbasis saham. Syarat-syarat vesting yaitu baik (i) persyarat masa kerja ataupun (ii) persyaratan kinerja yang sanggup mencakup syarat-syarat pasar maupun nonpasar.

Contoh syarat masa kerja (bakti) contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan karyawan harus bekerja untuk entitas tersebut selama tiga tahun semoga opsi saham karyawan tersebut menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja pasar contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan bahwa harga resmi dari instrumen ekuitas entitas tersebut memenuhi sasaran rupiah tertentu semoga opsi saham karyawan menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja nonpasar contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan pencatatan bursa umum semoga opsi saham karyawan menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja nonvesting contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan karyawan untuk membayar bantuan harga sanksi dari opsi tersebut.

Ilustrasi 5 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT ABC (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) mengabulkan aktivitas yang memperlihatkan opsi untuk membeli 200.000 saham biasa kepada lima eksekutif puncak perusahaan tersebut (sehingga jumlah totalnya yaitu 1.000.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila kelima eksekutif tersebut masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi ini sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp1.500. Selain itu, PT ABC mengharapkan semoga kelima eksekutif tersebut tetap bekerja untuk perusahaan sampai tanggal Januari 20X5. Oleh alasannya yaitu itu, jumlah nilai masuk akal dari opsi saham karyawan yaitu Rp1.500.000.000

Dalam pola ini, opsi saham tersebut dicatat dalam jurnal sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
             Cadangan modal                          Rp. 500.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
              Cadangan modal                         Rp. 500.000.000


31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
               Cadangan modal                        Rp. 500.000.000

Jika pada tanggal 10 Januari 20X5 semua opsi saham dilaksanakan, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut:

Kas                                   Rp. 5.000.000.000
Cadangan modal               Rp. 1.500.000.000   
                Modal saham                            Rp. 6.500.000.000

Jika semua opsi saham tidak dilaksanakan dan balasannya dihapus pada tanggal 31 Desember 20X8, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

Cadangan modal-opsi saham             Rp. 1.500.000.000
                 Cadangan modal-umum                               Rp. 1.500.000.000

Dapat dilihat bahwa jumlah total biaya kepegawaian didasarkan pada estimasi angka opsi saham karyawan yang diperkirakan menjadi hak (vested).

Ilustrasi 6
Pada bulan Januari 20X7, PT ESO, yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember, memperlihatkan 50.000 opsi saham kepada 20 orang eksekutif (sehingga total opsi saham karyawannya sebanyak 1.000.000). Opsi saham karyawan akan menjadi hak (vested) hanya bila para eksekutif tersebut bekerja untuk perusahaan sampai tanggal 31 Desember 20X9.

Selama tahun 20X7, dua orang eksekutif keluar dari perusahaan sehingga perusahaan mengestimasi bahwa 6 orang eksekutif akan keluar dari perusahaan sepanjang periode 3 tahun. Selama tahun 20X8, seorang eksekutif lain keluar dari perusahaan sehingga perusahaan mengestimasi bahwa hanya 5 (bukan 6) orang eksekutif yang akan keluar dari perusahaan sepanjang periode 3 tahun. Selama tahun 20X9, dua orang eksekutif lain keluar dari perusahaan. 

Berdasarkan model Black-Scholes, nilai masuk akal masing-masing opsi saham karyawan ditentukan sebesar Rp1.500. 

Opsi saham karyawan perusahaan dicatat dalam jurnal untuk semua tahun yang relevan sebagai berikut.

31 Desember 20X7
Biaya kepegawaian               Rp. 350.000.000
         Cadangan modal-ESO                          Rp. 350.000.000
(14 x 50.000 x Rp1.500/3)

31 Desember 20X8
Biaya kepegawaian Rp. 400.000.000
         Cadangan modal-ESO Rp. 400.000.000
(15 x 50.000 x Rp1.500 X 2/3 - 350.000.000)

31 Desember 20X9
Biaya kepegawaian         Rp. 375.000
Cadangan modal-ESO                      Rp. 375.000
(15 x 50.000 x Rp1.500 - 750.000.000)

Seperti disebutkan di atas, nilai masuk akal opsi saham karyawan ditentukan pada tanggal dukungan dan tidak diadaptasi untuk perubahan syarat-syarat pasar berikutnya. Namun, jumlah opsi yang diperkirakan untuk diberikan (dengan kata lain jumlah biaya kepegawaian) harus diadaptasi untuk perubahan syarat-syarat vesting nonpasar. Penyesuaian ini dibentuk semoga jumlah yang diakui untuk barang dan jasa sebagai imbalan atas instrumen ekuitas yang diberikan harus didasarkan pada jumlah instrumen ekuitas yang pada balasannya akan menjadi hak (vested). Sebagai contoh, bila tidak ada instrumen ekuitas yang diperkirakan akan diberikan alasannya yaitu tidak sanggup memenuhi syarat-syarat vesting nonpasar (misalnya karyawan tidak sanggup memenuhi masa kerja yang telah ditentukan), maka secara kumulatif tidak ada jumlah yang diakui untuk barang dan jasa yang diterima (paragraf 20).

Ilustrasi 7 
Lihat kembali pola pada Ilustrasi 5 sebelumnya. Pada tanggal pemberian, PT ABC memperkirakan bahwa kelima eksekutif tetap bekerja untuk perusahaan sampai tanggal 1 Januari 20X5. Namun, di awal tahun 20X4, tanpa diduga salah seorang eksekutif keluar dari perusahaan dan opsi sahamnya sebanyak 200.000 pun dihapus. Dalam pola ini, jumlah nilai masuk akal dari opsi saham karyawan yaitu hanya sebesar Rp1.200.000.000 (Rp1.500 x 800.000), bukan Rp1.500.000.000. Namun, alasannya yaitu Rp1.000.000.000 dari biaya telah dibebankan pada tahun 20X2 dan 20X3, hanya Rp200.000.000 (bukan Rp500.000.000 menyerupai pada Ilustrasi 5) yang akan dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X4. Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal


31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian         Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
           Cadangan modal                          Rp. 500.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian         Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
          Cadangan modal                           Rp. 500.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian          Rp. 200.000.000
(Rp1.200.000.000 - Rp1.000.000.000) 
           Cadangan modal                          Rp. 200.000.000

Jika pada tanggal 10 Januari 20X5 keseluruhan 800.000 opsi saham dilakukan, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

Kas                                  Rp. 4.000.000.000
Cadangan modal                Rp. 1.200.000.000
            Modal saham                                Rp. 5.200.000.000

Di sini ditekankan bahwa jumlah biaya kepegawaian yang dibebankan diperhitungkan melalui nilai masuk akal opsi saham karyawan yang diperkirakan menjadi hak (vested).

Ilustrasi 8 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1.PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada 10 eksekutif puncak perusaha uk membeli masing-masing 100.000 saham biasa (total sebanyak 1.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. 

Diasumsikan pula bahwa seorang eksekutif mengundurkan diri sepanjang tahun 20X2 dan pada tanggal 31 Desember 20X2, diperkirakan bahwa seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sebelum seluruh opsi menjadi hak (sehingga diperkirakan hanya 800.000 opsi yang akan menjadi hak). Pada tahun 20X3, dua orang eksekutif mengundurkan diri dan pada tanggal 31 Desember 20X3, diperkirakan bahwa seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sebelum seluruh opsi menjadi hak (sehingga diperkirakan hanya 600.000 opsi yang akan menjadi hak). Pada tahun 20X4, tidak ada eksekutif yang mengundurkan diri (sehingga diperkirakan hanya 700.000 opsi yang akan menjadi hak).
Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian          Rp. 800.000.000
(Rp3.000 x 800.000 X 1/3) 
            Cadangan modal                            Rp. 800.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian         Rp. 400.000.000
(Rp3.000 x 600.000 x 2/3 - Rp800.000.000) 
             Cadangan modal                           Rp. 400.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian         Rp. 900.000.000
(Rp3.000 x 700.000 x 3/3 - Rp1.200.000.000) 
              Cadangan modal                           Rp. 900.000.000

Ilustrasi 8 didasarkan pada opsi saham karyawan yang syarat vestingnya yaitu masa kerja. Pada praktiknya, opsi saham karyawan sanggup distrukturisasi semoga menggabungkan syarat-syarat vesting lain.

Contoh berikut mengilustrasikan opsi saham karyawan dengan syarat vesting kinerja nonpasar

Ilustrasi 9 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT LMN (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada 10 eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 10.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 31 Desember 20X2 bila penjualan perusahaan mengalami kenaikan sampai lebih dari 20%, atau pada tanggal 31 Desember 20X3 bila kenaikan ratarata pada periode selama 2 tahun lebih dari 20%, atau pada tanggal 31 Desember 20X4 bila kenaikan rata-rata pada periode selama 3 tahun lebih dari 10%. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. 

Pada tanggal 31 Desember 20X2, penjualan hanya mengalami kenaikan sebesar 16%, namun perusahaan yakin bahwa penjualan untuk tahun 20X3 akan mengalami kenaikan sedikitnya sebesar 15%, sehingga memenuhi syarat vesting kenaikan kumulatif sebesar 15%. Sepanjang tahun 20X2, salah seorang eksekutif mengundurkan diri dari perusahaan, dan perusahaan memperkirakan seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sepanjang tahun 20X3. 

Pada tanggal 31 Desember 20X3, penjualan hanya mengalami kenaikan sebesar 13%, namun perusahaan yakin bahwa penjualan untuk tahun 20X4 akan mengalami kenaikan sedikitnya sebesar 8%, sehingga memenuhi syarat vesting kenaikan kumulatif sebesar 10%. Sepanjang tahun 20X3, salah seorang eksekutif mengundurkan diri dari perusahaan dan perusahaan memperkirakan seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sepanjang tahun 20X4. Pada tanggal 31 Desember 20X4, penjualan mengalami kenaikan sebesar 10% dan syarat vesting pun terpenuhi. Tidak ada seorang eksekutif pun yang mengundurkan diri dari perusahaan sepanjang tahun 20X4, sehingga masing-masing dari total delapan orang eksekutif mendapatkan 100.000 saham. 

Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian        Rp. 120.000.000
(Rp3.000 x 10.000 x 8 x 1/2)
         Cadangan modal                          Rp. 120.000.000
  
31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian       Rp. 20.000.000
(Rp3.000 x 10.000 x 7 x 2/3 - 120.000.000) 
        Cadangan modal                           Rp. 20.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian      Rp. 100.000.000
(Rp3.000 x 10.000 X 8 - 140.000.000) 
        Cadangan modal                           Rp. 100.000.000

Dapat dilihat bahwa jumlah biaya kepegawaian yang dibebankan selama tiga tahun yaitu Rp240.000.000 (Rp3.000 X 10.000 X 8).

Kadang-kadang opsi saham karyawan bisa mempunyai syarat pasar (misalnya sasaran harga saham) sebagai syarat vesting-nya. Dalam masalah menyerupai ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas wajib mengakui jasa yang diterima dari karyawan yang memenuhi seluruh syarat-syarat vesting tanpa memandang apakah syarat pasar terpenuhi atau tidak (paragraf 22). Seperti disebutkan sebelumnya, ini alasannya yaitu syarat pasar telah diperhitungkan pada ketika estimasi nilai masuk akal opsi pada tanggal pemberian.

Ilustrasi 10 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT STU (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada eksekutif eksekutif (CEO), perusahaan untuk membeli 500.000 saham biasa perusahaan dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 31 Desember 20X4. Namun, opsi saham tersebut tidak bisa dilaksanakan bila harga pasar saham perusahaan tidak mengalami kenaikan menjadi sedikitnya Rp8.000 pada tanggal 31 Desember 20X4. 

Perusahaan memakai model penetapan harga opsi Binomial (yang memperhitungkan probabilitas harga saham sanggup atau tidak sanggup melebihi Rp8.000 pada tanggal 31 Desember 20X4) dan mengestimasikan bahwa nilai masuk akal opsi saham dengan syarat pasar ini yaitu sebesar Rp1.200 per opsi. 

Dengan asumsi bahwa perusahaan memperkirakan CEO tersebut masih bekerja sampai sesudah tanggal 31 Desember 20X4 dan CEO memang masih bekerja setelan ggal tersebut, maka ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

Terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat pasar tidak akan memengaruhi ayat-ayat
jurnal berikut

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian    Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3) 
      Cadangan modal                          Rp. 200.000.000

31 Desember 20X3
Biaya kepegawaian     Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3) 
       Cadangan modal                         Rp. 200.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian     Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3). 
       Cadangan modal                         Rp. 200.000.000

Opsi yang diberikan perusahaan mungkin mempunyai fitur penambahan kembali (reload feature). Fitur ini menciptakan opsi menjadi menarik alasannya yaitu karyawan akan mendapatkan komplemen opsi saham bila mereka menentukan mencairkan opsinya dengan saham dan bukan dengan kas. Dalam PSAK 53 paragraf 24 disyaratkan bahwa fitur komplemen ini dihentikan dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai masuk akal opsi yang diberikan pada tanggal pengukuran. Bila memang karyawan menentukan untuk mengambil pilihan dalam fitur ini maka opsi komplemen tersebut dihitung sebagai opsi gres bila dan ketika opsi komplemen tersebut diberikan

Suatu entitas sanggup mengubah syarat dan ketentuan dukungan opsi saham karyawan. Misalnya, suatu entitas sanggup memutuskan ulang harga opsi untuk mengurangi harga sanksi dari opsi yang diberikan.
PSAK 53 mensyaratkan bahwa tanpa memandang perubahan syarat dan ketentuan opsi saham karyawan, suatu entitas wajib mengakui, sebagai nilai minimal, jasa yang diterima diukur dengan nilai masuk akal pada tanggal pemberian, kecuali bila opsi itu balasannya tidak menjadi hak (vested) (paragraf 28). Selain itu, suatu entitas wajib mengakui dampak perubahan yang menaikkan jumlah nilai masuk akal dari opsi tersebut (paragraf 28).

Contoh berikut mengilustrasikan masalah perubahan syarat dan ketentuan opsi saham karyawan dengan perubahan harga sanksi opsi tersebut (penetapan ulang harga).

Ilustrasi 11
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada lima eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 20.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 Jika para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. Pada tanggal 1 Januari 20X3, perusahaan mengurangi harga sanksi opsi saham menjadi Rp4.000, dengan asumsi bahwa harga pasar saham perusahaan tidak diperkirakan akan melebihi Rp5.000 pada 3-4 tahun mendatang akhir resesi global. 

Perusahaan mengestimasi bahwa pada tanggal 1 Januari 20X3 (tanggal penetapan ulang harga), nilai masuk akal setiap opsi sebelum memperhitungkan penetapan ulang harga yaitu Rp1.600, sedangkan nilai masuk akal dari setiap opsi yang ditetapkan ulang yaitu Rp1.800. Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.


31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian    Rp. 100.000.000
(Rp3.000 x 100.000/3) 
       Cadangan modal                        Rp. 100.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian    Rp. 110.000.000
(Rp3.000 x 100.000/3 + Rp200 x 100.000/2) 
        Cadangan modal                       Rp. 110.000.000


31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian   Rp. 110.000.000
(Rp3000 x 100.000/3 + Rp200 x 100.000/2) 
       Cadangan modal                          Rp. 110.000.000

Jika suatu entitas membatalkan atau menuntaskan dukungan opsi saham selama periode vesting, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut memperhitungkan penghapusan atau penyelesaian itu sebagai percepatan vesting (paragraf 30(a)). Contoh bila sebuah opsi saham karyawan akan menjadi hak (vested) sesudah tiga tahun, namun diselesaikan sesudah dua tahun, maka biaya kepegawaian yang timbul akhir opsi saham karyawan yang diberikan wajib diakui secara prospektif selama dua tahun bukan tiga tahun.

PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa semua kompensasi yang diberikan kepada karyawan wajib diperhitungkan sebagai transaksi pembelian kembali saham (paragraf 30 (b)).

Ilustrasi 12 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1.PT MNO (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada lima eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 20.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20x2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20x5 sampai 31 Desember 20X8. Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. Pada tanggal 1 Januari 20X3, perusahaan membatalkan opsi saham dan membayar masing-masing eksekutif sebesar Rp50.000.000.

Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian             100.000.000
(Rp3000 x 100.000/3) 
             Cadangan modal                       100.000.000


31 Desember 20X3  
Biaya kepegawaian           200.000.000
(Rp3000 x 100.000 - 100.000) 
             Cadangan modal                       200.000.000

31 Desember 20X4
Cadangan modal              250.000.000
            Kas                                             250.000.000

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa bila suatu entitas atau pihak lawan sanggup menentukan untuk memenuhi atau tidak memenuhi syarat vesting, maka ketidakmampuan entitas atau pihak lawan untuk memenuhi syarat vesting selama periode vesting wajib diperlakukan sebagai penghapusan yang menjadikan percepatan vesting.

Ilustrasi 13
Pada tanggal 1 Januari 20X1, PT ABC memperlihatkan kesempatan kepada eksekutif keuangannya (CFO) untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas yang memungkinkan dirinya mendapatkan opsi saham bila ia menyetujui untuk menyimpan 10% dari honor bulanannya sebesar Rp1.000.000 selama periode tiga tahun. Kompensasi bulanan diberikan dari simpanan honor CFO tersebut. CFO tersebut sanggup memakai mulasi potongan untuk melakukan opsinya di tamat periode tiga tahun atau
simpanannya kapan pun selama periode tiga tahun tersebut. 

Estimasi beban perjanjian pembayaran berbasis saham itu yaitu Rp3.000.000 per tahun untuk periode tiga tahun tersebut. 

Dalam pola ini, persyaratan membayar bantuan terhadap aktivitas merupakan syarat nonvesting. Bila CFO tersebut menentukan untuk berhenti berkontribusi pada bulan April 20X2, maka insiden ini diperlakukan sebagai pembatalan. 

Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian 120.000.000 
       Kas                                   108.000.000
       Tunggakan honor                   12.000.000
(Gaji CFO untuk 12 bulan)

Biaya kepegawaian     3.600.000
       Cadangan modal--Kepemilikan Saham Karyawan (KSK)  3.600.000
(KSK untuk CFO)

1 April 20X2
Biaya kepegawaian 30.000.000
     Kas                                   27.000.000
     Tunggakan gaji                   3.000.000
(Gaji CFO untuk 3 bulan)


Tunggakan honor        15.000.000
       Kas                                  15.000.000
(menghapuskan liabilitas)


Biaya kepegawaian       7.200.000
       Cadangan modal-KSK        7.200.000
(pembatalan program)

PSAK 53 mengatur lebih lanjut bahwa bila suatu entitas maupun pihak lawan tidak sanggup menentukan untuk memenuhi syarat nonvesting (misalnya produk domestik bruto negaranya melebihi 5%), maka ketidakmampuan untuk memenuhi syarat nonvesting tidak akan memengaruhi akuntansi. Entitas tersebut tetap mengakui beban selama sisa periode vesting (paragraf 23).

Dalam insiden yang jarang terjadi bila entitas tersebut tidak bisa mengestimasi nilai masuk akal instrumen ekuitas yang diberikan pada tanggal dukungan secara andal, PSAK 53 memperbolehkan penggunaan basis nilai intrinsik (perbedaan antara nilai masuk akal saham dan harga eksekusi).
Untuk insiden jarang menyerupai itu, PSAK 53 mengatur bahwa entitas tersebut wajib (paragraf 26).
  • Mengukur instrumen ekuitas pada nilai intrinsiknya, pertama kali pada tanggalentitas itu memperoleh barang dan jasa dan selanjutnya pada setiap tanggal pelaporan dan balasannya pada tanggal penyelesaian tamat (yaitu ketika opsi sahamdilaksanakan, dibatalkan atau kedaluwarsa). 
  • Mengakui barang dan jasa yang diterima menurut jumlah instrumen ekuitas yang balasannya menjadi hak (vested) atau balasannya dilaksanakan.

Transaksi Pembayaran Berbasis Saham dengan Alternatif Kas
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan kepada entitas dan pihak lawan untuk menuntaskan transaksi tersebut dengan pembayaran kas atau penerbitan instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas bila entitas tersebut membebankan liabilitas untuk diselesaikan dengan kas, atau sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas bila tidak ada liabilitas menyerupai itu yang dibebankan (paragraf 37).

PSAK 53 mengatur perlakuan akuntansi spesifik sesuai dengan apakah entitas atau pihak lawan tersebut mempunyai pilihan.

Pihak lawan mempunyai hak untuk memilih
Untuk transaksi pembayaran berbasis sahamy pilihan penyelesaian kepada pihak lawan, et instrumen keuangan beragam dengan komponen ekuitas (yakni pihak lawan men menuntut pembayaran dengan kas) dan komponen pembayaran dengan instrumen ekuitas).

PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan akuntansi tersendiri untuk instrumen keuangan majer komponen utang ditentukan terlebih dahulu.

Sesuai dengan persyaratan PSAK 50, PSAK 53 mensyaratkan bahwa:
a)      untuk transaksi dengan pihak-pihak selain karyawan, entitas tersebut mengukur nilai masuk akal dari barang atau jasa yang diperolen dan mengukur nilai masuk akal dari komponen utang: nilai masuk akal dari komponen ekuitas yaitu selisih dari mal masuk akal barang atau jasa dan nilai masuk akal komponen utang (paragraf 38) dan
b)      untuk transaksi dengan karyawan, entitas tersebut pertama-tama harus mene mal masuk akal dari komponen utang dan kemudian mengukur nilai masuk akal dari kom ekuitas dengan memperhitungkan bahwa pihak lawan harus membatalkan be untuk mendapatkan kas guna mendapatkan instrumen ekuitas (paragraf 39 dan 40).

Pada tanggal penyelesaian, PSAK 53 mensyaratkan bahwa:
a)      jika pihak lawan menuntut penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas, maka entitas tersebut wajib mentransfer liabilitas kepada ekuitas, sebagai pengganti atas instrumen ekuitas yang diterbitkan (paragraf 42); dan
b)      jika pihak lawan menuntut penyelesaian dengan pembayaran kas, maka entitas tersebut wajib memperlakukan kompensasi itu sebagai penyelesaian liabilitas secara penuh, dan komponen ekuitas yang sebelumnya diakui harus tetap berada di dalam ekuitas (paragraf 43).

Entitas mempunyai hak untuk memilih
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan penyelesaian kepada entitas, maka entitas itu wajib menentukan bila entitas itu mempunyai kewajiban sekarang untuk diselesaikan dengan pembayaran kas dan memperhitungkan transaksi pembayaran berbasis saham.

PSAK 53 mengatur bahwa suatu entitas mempunyai kewajiban sekarang untuk diselesaikan dengan pembayaran kas bila pilihan penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas tidak mempunyai substansi komersial, atau bila entitas tersebut mempunyai praktik di mas kemudian atau kebijakan tertulis akan penyelesaian dengan pembayaran kas, atau secara umum menuntaskan dengan pembayaran kapan pun pihak lawan memi penyelesaian dengan pembayaran kas (paragraf 44)

Jika entitas tersebut mempunyai kewajiban sekarang untuk menuntaskan dengan pembayaran kas, maka PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas itu memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas (paragraf 45).

Jika kewajiban menyerupai itu tidak ada, maka PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas itu memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas (paragraf 46). Dalam masalah menyerupai itu, PSAK 53 mengatur bahwa pada ketika penyelesaian:
a)      jika entitas itu menentukan untuk menuntaskan dengan pembayaran kas, maka pembayaran dengan kas wajib diperhitungkan sebagai pembelian kembali saham;
b)       jika entitas itu menentukan untuk menuntaskan dengan penerbitan instrumen ekuitas, maka akuntansi lebih lanjut tidak diwajibkan. Pembayaran berlebih wajib diakui sebagai beban;
c)      jika entitas menentukan penyelesaian dengan nilai masuk akal yang lebih tinggi pada tanggal penyelesaian, maka entitas mengakui beban komplemen atas kelebihan nilai yang diberikan. Kelebihan nilai dihitung atas perbedaan kas yang dibayarkan dan nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang seharusnya diterbitkan. Selain itu kelebihan nilai juga sanggup dihitung dari perbedaan antara nilai masuk akal saham yang diterbitkan dan jumlah kas yang harusnya dibayar.

Ilustrasi 14
Pada tanggal 1 Januari 20X1, PT LMN memperlihatkan hak kepada eksekutif eksekutifnya (CEO), sebagai kepingan dari paket remunerasi, untuk menentukan 1.200.000 saham atau 1.000.000 saham phantom. Dalam paket remunerasi ini, ia mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran dengan kas setara dengan nilai 1.000.000 saham. Pemberian ini mensyaratkan ia menuntaskan masa bakti selama dua tahun dengan perusahaan. Selain itu, bila CEO itu menentukan alternatif saham, saham itu harus dititipkan selama dua tahun lagi sesudah tanggal vesting. Harga pasar saham perusahaan yaitu sebagai berikut
·         Pada tanggal 1 Januari 20X1: Rp5.000 per saham
·         Pada tanggal 31 Desember 20X1: Rp5.400 per saham
·         Pada tanggal 31 Desember 20X2: Rp6.000 per saham
·          
Berdasarkan model penetapan harga opsi, dan sesudah memperhitungkan pembatasan transfer pasca-vesting, nilai masuk akal dari alternatif saham diestimasi sebesar Rp4.500 per saham pada tanggal pemberian. Dalam pola ini, nilai masuk akal dari instrumen beragam yaitu sebesar Rp5.400.000.000 (1.200.000 Rp4.500), komponen utang (yaitu penyelesaian dengan pembayaran kas) sebesar Rp5.000.000.000 (1.000.000 x Rp5.000), sehingga nilai masuk akal dari komponen ekuitas yaitu sebesar Rp400.000.000 (Rp5.400.000.000 - Rp5.000.000.000).

Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut:

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian     2.900.000.000
      Liabilitas                                        2.700.000.000
(1.000.000 x Rp5.400 x 1/2)
      Cadangan modal                              200.000.000
(Rp400.000.000 x 1/2)

31 Desember 20X2
Biaya kepegawaian       3.500.000.000
       Liabilitas                                         3.300.000.000
(1.000.000 x Rp6.000 - 2.700.000.000)
      Cadangan modal                                200.000.000
(Rp400.000.000 x 1/2)

Diasumsikan bahwa CEO itu menentukan penyelesaian dengan pembayaran kas pada tanggal 1 Januari 20X3, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.
Liabilitas               6.000.000.000
         Kas                                        6.000.000.000

Namun, bila CEO itu menentukan penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas pada tanggal 1 Januari 20X3, maka ayat jurnalnya yaitu adalah sebagai berikut.
Liabilitas                 6.000.000.000
Cadangan modal       400.000.000
       Modal saham                          6.400.000.000
(1.200.000 x Rp1.000)

Pembayaran Berbasis Saham Antar kelompok Entitas Ada kalanya pembayaran berbasis saham diberikan kepada anak perusahaan atau perusahaan lain dalam kelompok bisnis yang sama. Misalnya yaitu entitas nyang membayar supplier-nya (yang merupakan anak perusahaan PSAK 53 paragraf 47-50 mengatur bagaimana entitas mengukur pembayaran tersebut dalam laporan keuangan individual entitas (bukan laporan keuangan konsolidasian),

Entitas yang mendapatkan barang atau jasa dan memperlihatkan imbalan instrumen itas mengukur nilai barang/jasa yang diterima dengan menilai sifat dari penghargaan berikan serta hak dan kewajiban yang dimiliki entitas. Jumlah yang diakui mendapatkan barang/jasa bisa saja berbeda dengan jumlah yang diakui entitas akseptor imbalan berbasis saham.

Kedua pihak yang bertransaksi hanya bisa mengakui transaksi sebagai pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas bila memang transaksi tersebut dibayar dengan saham yang diterbitkan ekuitas (bukan saham perusahaan lain misalnya). Bila tidak maka transaksi tersebut diakui sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan kas.

PENGUNGKAPAN
PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkap isu untuk memahami sifat dan tingkat perjanjian pembayaran berbasis saham yang dilakukan selama tahun berjalan (paragraf 51).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut (paragraf 52).
1.      Deskripsi masing-masing jenis perjanjian pembayaran berbasis saham yang ada pada tahun berjalan, termasuk syarat dan ketentuan umum dari setiap perjanjian, menyerupai persyaratan vesting dan metode penyelesaian.
2.      Jumlah dan rata-rata tertimbang harga sanksi opsi saham untuk:
a)        opsi yang beredar pada awal tahun;
b)       opsi yang diberikan selama periode;
c)         opsi yang hangus selama periode;
d)       opsi yang dihukum dalam suatu periode;
e)        opsi yang ketika jatuh temponya telah lewat (expired) dalam suatu periode;
f)        opsi yang beredar pada tamat tahun; dan
g)        opsi yang sanggup dihukum pada tamat tahun.

3.      Rata-rata tertimbang harga saham untuk opsi yang dihukum dalam suatu periode.
4.      Rentang harga sanksi dan rata-rata tertimbang sisa masa kontraktual untuk opsi saham yang beredar pada tamat tahun.

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkapkan isu yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk memahami bagaimana nilai masuk akal dari barang dan jasa yang diterima atau nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan dalam suatu periode ditentukan (paragraf 53).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut untuk kasus-kasus ketika nilai masuk akal dari transaksi pembayaran berbasis saham diukur dengan memakai nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 54).
1.      Informasi mengenai bagaimana nilai masuk akal dari opsi saham yang diberikan dalam suatu periode ditentukan, termasuk:
a)      model penetapan harga opsi yang dipakai dan input bagi model tersebut, termasuk rata-rata tertimbang harga saham, harga eksekusi, volatilitas (volatility) harga saham yang diharapkan, periode opsi, dividen yang diharapkan, dan suku bunga bebas risiko:
b)      bagaimana volatilitas harga saham yang diharapkan ditentukan; dan
c)      apakah ciri-ciri lain dari opsi yang diberikan telah diperhitungkan.

2.      Informasi mengenai bagaimana nilai masuk akal dari instrumen ekuitas lain selain diberikan dalam suatu periode ditentukan.
3.     Bila entitas memperlihatkan pembayaran instrumen ekuitas lain selain opsi saham maka entitas mengungkapkan jumlah dan rata-rata tertimbang nilai masuk akal instrumen ekuitas pada tanggal pengukuran, dan isu wacana bagaimana nilai masuk akal tersebut diukur. Bila nilai masuk akal tidak diukur atas dasar harga pasar yang sanggup diobservasi entitas harus mengungkapkan bagaimana nilai masuk akal instrumen tersebut ditentukan Entitas juga mengungkapkan bagaimana dividen yang diharapkan dari instrumen tersebut (bila ada) diperhitungkan dalam pengukuran nilai wajar, begitu juga dengan fitur menempel lainnya.

Bila entitas memodifikasi perjanjian selama periode maka entitas harus menjelaskan mengenai modifikasi tersebut. Entitas juga mengungkapkan komplemen nilai masuk akal bila ada akhir dari modifikasi tersebut juga bagaimana komplemen nilai masuk akal tersebut diukur.

PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkapkan isu yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk memahami dampak transaksi pembayaran berbasis saham terhadap keuntungan atau rugi entitas dalam suatu periode dan terhadap posisi keuangannya (paragraf 57).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut (paragraf 58).
a)      Jumlah beban yang diakui dalam suatu periode yang muncul akhir transaksipembayaran berbasis saham, dengan pengungkapan beban yang muncul akhir transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumenekuitas secara tersendiri.
b)       Jumlah tercatat pada tamat periode dari kewajiban yang muncul akhir transaksi berbasis saham.
c)       Jumlah nilai intrinsik pada tamat periode dari kewajiban yang hak penyelesaian dengan pembayaran kas dari pihak lawan telah menjadi hak (vested) pada tamat periode.

KETENTUAN TRANSISI
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen tas entitas harus menerapkan Pernyataan ini untuk dukungan saham, opsi saham atau instrumen ekuitas lain yang diberikan sesudah tanggal 1 Januari 2012 dan belum vested pada tanggal efektif Pernyataan ini.

Entitas dianjurkan, tetapi tidak disyaratkan, untuk untuk dukungan lain selain instrumen ekuitas bila ekuitas telah mempublikasikan masuk akal instrumen ekuitas tersebut, yang ditentukan pada tanggal pengukuran.

Jika sesudah PSAK ini berlaku efektif suatu entitas mengubah syarat dan ketentuan dukungan yang belum menerapkan PSAK ini, maka entitas itu tetap wajib menerapkan PSAK ini terhadap perubahan tersebut (paragraf 64).

Untuk seluruh instrumen ekuitas yang diatur oleh PSAK ini, suatu entitas wajib menyajikan kembali isu komparatif, dan bila diperlukan, menyesuaikan laporan posisi keuangan pembuka saldo keuntungan untuk periode paling awal yang disajikan (paragraf 62)

Untuk liabilitas yang muncul akhir transaksi pembayaran berbasis saham yang telah ada pada tanggal PSAK ini efektif, maka entitas menerapkan PSAK ini secara retrospektif. Atas liabilitas tersebut, entitas menyajikan kembali isu komparatif, termasuk menyesuaikan saldo keuntungan awal periode sajian kecuali entitas tidak disyaratkan untuk menyajikan kembali isu komparatif.

PERBEDAAN DENGAN STANDAR IASB
PSAK 53 dibentuk menurut IFRS 2 Share-based Payment. Tidak ada perbedaan siginifikan antara PSAK 53 dan IFRS 2.

APENDIKS
PSAK 53 mensyaratkan bahwa semua syarat nonvesting diperhitungkan ketika memutuskan nilai masuk akal dari pembayaran berbasis saham.

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa bila suatu entitas atau pihak lawan dan menentukan untuk memenuhi syarat nonvesting, ketidakmampuan entitas atau pihak lawan itu untuk memenuhi syarat nonvesting dalam suatu periode vesting wajib diperlakukan sebagai penghapusan yang menjadikan percepatan vesting. Namun, bila baik entitas maupun pihak lawan sanggup menentukan untuk syarat nonvesting (misalnya produk domestil bruto dari negara melebihi 5%), PSAK 53 mengatur bahwa ketidakmampuan untuk memenuhi syarat nonvesting tidak akan berdampak pada akuntansi. Entitas tersebut tetap mengakui beban selama sisa periode vesting.

Ilustrasi  
Pada tanggal 1 Januari 20X1. PT ABC memperlihatkan kesempatan kepada eksekutif keuangannya (CFO) untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas yang memungkinkannya memperoleh opsi saham bila ia menyetujui untuk menyimpan 10% dari honor bulanannya sebesar Rp1.000.000 selama periode tiga tahun. Pembayaran bulanan dilakukan dengan mengurangkan honor CFO. CFO itu sanggup memakai akumulasi simpanan untuk melakukan opsinya pada tamat periode tiga tahun atau mendapatkan ganti atas simpanannya kapan pun dalam periode tiga tahun tersebut. Estimasi beban perjanjian pembayaran berbasis saham itu sebesar Rp3.600.000 per tahun untuk masing-masing dari 3 tahun tersebut.

Pada bulan April 20X2, CFO itu berhenti membayar bantuan untuk aktivitas tersebut dan mengambil pengganti bantuan sebesar Rp 15.000.000 yang telah dibayarkan selama 15 bulan terakhir.

Dalam pola ini, persyaratan membayar bantuan untuk aktivitas itu merupakan syarat nonvesting. Bila CFO itu menentukan untuk tidak melanjutkan membayar bantuan pada bulan April 20X2, insiden ini diperlakukan sebagai pembatalan. Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian 120.000.000
     Kas                                  108.000.000
     Tunggakan honor               12.000.000
(Gaji CFO untuk 12 bulan)

Dr. Biaya kepegawaian                   3.600.000
        Cadangan modal – Kepemilikan Saham Karyawan (KSK) 3.600.000
(KSK untuk CFO)

1 April 20X2
Biaya kepegawaian 30.000.000
       Kas                                       27.000.000
       Tunggakan gaji                     3.000.000
(Gaji CFO untuk 3 bulan)

Tunggakan honor         15.000.000
       Kas                                         15.000.000
(menghapuskan liabilitas)

Biaya kepegawaian              7.200.000
      Cadangan modal – KSK                7.200.000
(pembatalan program)


saya rasa cukup sekian wacana pembahasan PSAK 53, kalau mau diskusi wacana PSAK 53 silahkan komentar pada kolom komentar. Dan terakhit alasannya yaitu PSAK selalu ada revisi, tolong ingatkan saya kalau seandainya PSAK ini telah direvisi sehingga artikel ini bisa direvisi kembali.