Siapapun yang akan jadi Presiden maka beliau harus menghadapi problem yang disebut dengan jebakan APBN. Mengapa saya katakan jebakan APBN? Karena APBN kita tersandera oleh dua hal yaitu pertama , kewajiban membayar cicilan hutang dan bunga.Sebagian besar tunjangan berupa obligasi ( BOND) yang tidak bisa di reschedule pelunasannya atau di moratorium.Karena meminjam kepada pasar uang sama dengan shark loan. Kedua, anggaran belanja pegawai dan belanja rutin yang semakin membesar alasannya efek dari adanya pemekaran wilayah dan beban subsidi yang terus membesar. Sementara dari sisi penerimaan, sesuai UU negara tidak lagi secara pribadi berperan menguasai resource SDA tapi digantikan dengan prosedur perpajakan dan bagi hasil. Karena memang konsep APBN sehabis reformasi menempatkan negara hanya sebagai service provider yang berhak atas fee dari aktivitas modal. Akibatnya penerimaan negara sangat tergantung dari aktivitas produksi dunia perjuangan khususnya yang mengelola SDA. Kegiatan produksi ini tentu berafiliasi dengan ekonomi global. Maklum sebagian besar produksi SDA di export. Apabila ekonomi global suram maka ekonomi kita semakin suram alasannya terpaksa hutang harus ditambah untuk menutupi sisi penerimaan yang tekor. Namun bila ekonomi global cerah maka penerimaan pajak meningkat, ekonomi makin tumbuh dan hutang harus terus ditambah untuk memacu pertumbuhan. Karena penerimaan pajak gres didapat selesai tahun dan awal tahun harus hutang dulu supaya bisa bayar biaya pembangunan.
Prabowo punya jadwal untuk memangkas pengeluaran hingga dengan 30% dan meningkatkan penerimaan dengan renegosiasi Revenue Sharing Contract soal Migas dan KK untuk Tambang mineral. Dengan jadwal tersebut beliau bisa mengalokasikakn 30% penghematan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur ekonomi. Dapat dibayangkan bahwa 30 % dari Rp.2000 Triliun APBN itu sama dengan Rp. 600 Triliun.Ini jumlah tidak sedikit untuk mempercepak pembangunan trans java, jalur kereta Api Sumatera , jembatan selat sunda, dll. Dari hasil re perundingan dengan pengusaha tambang dan migas diperlukan akan memperkecil celah korupsi dan penyelewenang penerimaan negara ibarat modus operandi transfer pricing dll. Tentu alasannya itu penerimaan negara akan bertambah lebih besar lagi untuk mendukung jadwal ekonomi pro rakyat miskin dan melunasi hutang. Tapi ada yang dilupakan oleh Prabowo bahwa pengurangan 30% APBN dengan alasan penghematan itu juga akan memangkas anggaran DAU untuk kawasan otonom yang berjumlah 530 yang terdiri dari 33 provinsi, 498 kabupaten, 93 kota, 5 kota administrative dan 1 kabupaten administrative. Masing masing kawasan tersebut dipimpin oleh kader dari partai yang berbeda beda. Tentu mereka tidak akan bahagia apabila DAU dikurangi alasannya akan berdampak kepada prestasinya sebagai kepala daerah.Apalagi mereka sudah sudah terlanjur komitmen waktu Pilkada. Suara partai yang terdistribusi di DPR juga tidak akan menyetujui rencana pemotongan anggaran ini.
Renegosiasi Migas dan Tambang tidak akan bisa merubahnya secara significant. Mengapa ? alasannya sesuai UU investor Migas dan Tambang boleh mengakibatkan konsesi sebagai harta perusahaan sehingga bisa digadaikan ke bank untuk menarik pinjaman. Makara apabila Prabowo ingin merubah secara significant kontrak Migas dan Tambang maka akan berdampak sistemik. Maklum hampir semua perusahaan tambang dan migas menggadaikan konsesinya ke bank, baik didalam maupun luar negeri. Ingat apabila kebijakan yang pada hasilnya mengorbankan sektor Perbankan maka pemerintah tersebut niscaya oleng dan bukan mustahil jatuh ditengah jalan. Amerika saja tidak berkutik dan tunduk atas permintaan pasar mem bail out perbankan akhir kebijakan moneternya yang salah. Makara Agenda Prabowo hampir mustahil bisa dilaksanakan. Bagaimana dengan Jokowi? Jokowi mengikuti kebijakan atau platform PDIP yaitu TRISAKTI (berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian secara sosial budaya) yang hampir sama dengan Prabowo. Namun mungkin Jokowi akan berusaha realistis sebagaimana cara beliau mengelola DKI. Yang terdengar agendanya yakni mengurangi subsidi secara bertahap. Selama lima tahun subsidi sudah harus hapus semua. Mengurangi subsidi juga mengurangi anggaran belanja rutin, dan dialihkan dananya untuk pembangunan insfrastruktur ekonomi. Tapi menurut UU , tidak bisa subsidi di hapus. Kecuali UU dirubah dan juga Undang-Undang Dasar dirubah. Ini akan sulit sekali alasannya harus berhadapan dengan lebih dari 500 anggota DPR yang terdiri dari beberapa partai. Tidak mudah. Makara baik jadwal Prabowo maupun Jokowi tidak akan berhasil. Karena pemerintah sebelumnya bisa membuat jebakan yang mematikan. Sehingga siapapun yang berkuasa harus tunduk dengan platform yang sudah ada.
Mengkinkah Prabowo atau Jokowi melaksanakan langkah revolusioner,seperrti melaksanakan moratorium KK Freeport atau nasionalisasi Migas? Mungkin saja , asalkan didukung oleh militer sepeti di Bolivia dan Venezuela. Namun apakah beliau mampu menahan kelangkaan barang dan jasa apabila terjadi embargo ekonomi akhir kebijakannya itu. Ingat hampir 90% barang dan jasa berasal dari import. Atau bila tidak ada embargo ekonomi tapi embargo berhutang , apakah beliau bisa menyediakan dana akhir defisit Anggaran ? Saya yakin tidak ada satupun elite politik yang berani mengambil resiko bila sudah menyangkut financial resource. Pernah sobat menyampaikan kepada saya bahwa dalam satu rapat kerja dengan DPR tahun 2006, SMI dengan santai menjawab tekanan anggota DPR” Ya sudah bila begitu kita siap siap saja APBN difisit tanpa ada solusi pendanaan” Semua anggota DPR melamun dan hasilnya “manut” mendapatkan semua anjuran SMI, dan itu semua rekomendasi dari IMF dan World Bank. Mengapa ? semua elite politik takut dengan chaos economy karena niscaya berujung bau kedaluwarsa darah. Dan lagi semua anggota DPR memang pejuang tapi kekuatan mereka hanya sebatas perut. Kalau kempes perutnya , istiqamah nya pribadi luntur untuk berdamai dengan realita. Makara jangan berharap kepada Capres alasannya komitmen Pemilunya. Pilihlah alasannya pribadinya yang tidak berhutang, keluarga harmonis, tidak punya kasus,rendah hati dan merakyak. Dari pribadi yang higienis dan jujur itulah kita berharap beliau bisa berbuat sesuatu walau sangat kecil sekali bisa berbuat banyak. Tapi ada harapan...Siapapun yang terpilih sebagai presiden akan menghadapi jebakan APBN dan Nothing choice kecuali ikut dengan platform SBY yang sudah diterapkan selama dua periode beliau berkuasa. Bagaimananpun tentap SBY yang pemenang..dan itu yakni CAPITAL ...
Sumber https://culas.blogspot.com/