Jokowi Menghentikan Bisnis Rente.


Meeting dengan investor asing.
" Kami minta Anda jadi kawan kami untuk bebaskan tanah proyek daerah industri dan pelabuhan logistik” Katanya.
" Saya sanggup apa?
" Kami beri fee per m2"
" Hanya itu ?
" Ya. Dana dari kami. Tugas Anda hanya atur pembebasan tanah"
" Izin ?
" Itu juga pecahan dari kiprah Anda. Tapi biaya semua kami yang bayar"
" Bagaimana jikalau kita bicara secara real bisnis. Saya ingin kawan sejajar"
" Engga mungkin. Kami yang punya uang dan kami juga yang pegang market. Kenapa harus sejajar?
" Tapi saya warga negara Indonesia. Negeri ini negara saya. Pemerintah hanya akan kasih izin kepada saya."
" Apa peduli Anda dengan itu semua? Ayolah. Kita sobat lama. Toh tampa resiko Anda akan sanggup uang banyak dari komisi itu"
" Justru karana sobat lama, saya pikir Anda tidak pernah kenal saya. Sebaiknya cari kawan lain aja. "
" Anda korbankan semua ini hanya karana Indealisme?
" Bukan idealisme tapi rasa hormat. Tanggungan jawab sebagai warga negara. Apapun saya tidak akan Gadaikan negeri ini hanya karana uang."
" Baiklah. Saya tunggu Anda berubah sikap. Saya beri waktu berpikir"
" engga perlu tunggu. Hasilnya akan sama. Kita sudahi meeting”

Dulu di Indonesia untuk jadi kaya raya tidak sulit. Karena yang jadi pengusaha engga banyak. Yang punya wawasan bisnis international juga engga banyak. Banyak lulusan universitas populer lebih menentukan jadi pegawai di perusahaan abnormal atau perusahaan patungan.  Makanya untuk mendapatkan peluang itu gampang sekali. Apalagi kiprah birokrasi sebagai sumber akomodasi jadi kaya dengan gampang sangat mendukung.  

Sering saya bertemu dengan Kepala Daerah yang memperlihatkan peluang bisnis menggiurkan. Tugas saya hanya cari investor untuk bebaskan lahan. Setelah dibebaskan pemda akan bayar harga dua kali lipat. Namun kiprah saya membagi keuntungan kepada mereka. Pernah juga anggota dewan perwakilan rakyat memperlihatkan bisnis tukar guling lahan negara. Saya sanggup harga lahan murah untuk saya jual lebih mahal. Semua proses legal diatur oleh dia. Tapi lagi lagi saya harus bagi bagi keuntungan. Saya bergaul dengan elite politik maupun pejabat tetapi tidak untuk bisnis. Semua usulan bisnis konpirasi saya tolak. Kedekatan saya hanya sekedar berteman menjaga korelasi baik. Maklum di indonesia jikalau pengusaha engga mau beteman dengan pejabat sanggup gampang di gusur.

Tahun 90a saya pernah sanggup anjuran dari kekerabatan di Singapore. Bahwa beliau minta saya membangun kebun sawit dan kemudian beliau akan beli kebun itu dengan harga di tentukan didepan. Bagaimana modal? Engga usah kawatir. Dia akan kasih pinjam. Nanti akan di perhitungkan saat lahan siap ditanam. Katakanlah perhektar beliau buka harga Rp. 25 juta. Sementara ongkos real untuk buka lahan hanya Rp. 20 juta. Kaprikornus saya untung Rp. 5 juta. Nah jikalau 5000 hektar , hitung sendiri berapa saya untung? Tapi bisnis gampang itu saya tolak. Karena secara moral tidak sanggup saya terima. Saya tahu persis beliau hanya ingin memanfaatkan kelemahan saya saja untuk sanggup untung besar. Mengapa ? Mari saya ceritakan…

Contoh ada teman. Ia sesungguhnya broker. Ia sanggup order jual kebun sawit kepada pengusaha singapore. Dia buat PT untuk sanggup izin Perkebunan Besar Sawit. Dia tidak ada modal. Namun pengusaha singapore kasih beliau modal untuk membuka kebun itu. Bila lahan masih hutan, beliau tebang. Kayunya beliau jual. Hasil jual itu masuk kekantongnya. Kalau lahan rakyat , di paksa jual oleh pegawapemerintah dengan harga murah. Lahan di bersihkan dengan menyerahkan kepada kontraktor land clearing biar sanggup di tanam sawit. Setelah proses land clearing selesai, tuganya selesai. Selanjutnya transaksi jual beli saham antara beliau dan pengusaha Singapore di lakukan. Pengusaha singapore menunjuk proxy lokal sebagai pemegang saham. Dia mendapatkan uang penjualan saham itu sehabis di potong modal awal yang beliau terima. Kesimpulannya beliau tidak keluar modal. Hanya andalkan kedekatan dengan penguasa, beliau sanggup kaya raya tanpa resiko apapun.

Tapi apa yang terjadi dari proses bisnis tersebut diatas? Banyak pihak yang tanpa alasan rasional mendapatkan uang. Saya katakan tidak rasional lantaran memang tidak ada alasan yuridis atau moral mereka terima uang. Siapa itu ? Lurah, camat, Bupati hingga Gubernur kebagian uang. Belum lagi pejabat yang berkaitan dengan perizinan konsesi itu semua terima uang. Kemudian para kotraktor land clearing mendapatkan uang tidak masuk akal lantaran beliau hanya aben lahan dan engga peduli imbas lingkungan. Konsultan lingkungan sanggup uang tidak masuk akal lantaran beliau buat studi hanya copy paste dari studi yang pernah di buat tanpa melalui studi menyeluruh secara objective. Konsultan projek menciptakan perencanaan juga sanggup uang tidak masuk akal lantaran beliau juga hanya copy paste. Seharusnya mereka di bayar lantaran skill nya tapi mereka kerja ala kadarnya. Karena tahu pekerjaannya hanya komplemen formal syarat di keluarkannya izin. Dan tahu bahwa pejabat juga tidak peduli jikalau syarat itu benar valid atau tidak.

Kemudian sehabis transaksi pelepasan saham di lakukan, pengusaha singapore menyediakan equity 30% dari nilai proyek kebun sawit + PKS, dan 70% dari bank lokal untuk melaksanakan proses penanaman dan produksi. Ketika produksi, CPO di beli oleh pengusaha singapore dengan harga murah. Maklum itu memang kebun beliau sendiri. Pemegang saham hanya proxy saja. Kaprikornus kesimpulannya pengusaha singapore sanggup resource dan sanggup juga modal dari bank lokal. Dan mereka mendapatkan keuntungan dengan pengorbanan kecil. Dari denah bisnis inilah menciptakan para pejabat kaya raya, anggota dewan perwakilan rakyat kaya, Konsultan kaya, kontraktor kaya, LSM dan Ormas kaya, semua kecipratan uang dari menjarah sumber daya lahan nasional. Mengapa ? lantaran merekalah gerombolan cecunguk kelas menengah yang saling melindungi biar hidup makmur. Mereka menciptakan singapore makmur. Bergaya hidup hedonisme di kota kota mahal di luar negeri. Memanjakan diri ditempat berkelas. Punya selir di semua apartemen glamor yang di belinya, anak anak sekolah di luar negeri. Bagaimana dengan Rakyat kecil ? mereka hanya jadi buruh kasar. Kadang tanahnya di rampas paksa. Kalau harga CPO jatuh , pengusaha sawit surrender. Yang korban ya bank dan rakyat.

***
Saya pernah ditawari oleh investor abnormal untuk urus ijin tambang Nikel dan Batu bara. Skema bisinisnya yummy banget. Saya urus izin. Biaya pengurusan izin beliau tanggung. Termasuk biaya performance bond, AMDAL dan pembebasan lahan. Semua biaya investasi pengadaan peraralatan tambang dari dia. Setiap ton akan sanggup fee sedikitnya USD 5. Pajak dan semua pungutan beliau bayar. Nah bayangkan jikalau ekspor perbulan sedikitnya 50.000 ton maka setiap bulan sanggup uang cash sebesar USD 250,000 atau Rp 3,5 miliar. Makanya jangan kaget bila ada pengusaha tambang yang sanggup membelikan apartement selirnya seharga miliaran dan memberi kehidupan hedonis di sentra perbelanjaan mahal di luar negeri.

Kalau yang lebih canggih lagi yaitu investor abnormal beri Standby lC sebagai market offtaker dan venturer. Standby LC itu saya cairkan di Bank lokal untuk pembiayaan proyek tambang. Setelah proyek siap produksi saya lepas saham ke investor tersebut dengan capital gain dua kali lipat. Saya sisakan sedikit saham sebagai tampak muka dihadapan pemerintah. Setela itu saya tidur tiduran nikamati uang. Kerjaan saya hanya loby elite politik. Walau lantaran itu saya harus membayar ormas yang bersahabat dengan elite politik. Bayar ring satu presiden biar urusan dapatkan konsesi lancar. Suap pejabat dari tingkat sentra hingga daerah. Tetapi cara cara tersebut saya tolak. Bukan lantaran saya sombong dan tidak mau kaya mudah. Tetapi saya aib dengan orang renta saya yang mendidik saya “ Jangan pernah kianati negara dengan cara apapun. Jaga itu!. Itulah kehormatan kamu.”.

***
Mau tahu anda? denah menyerupai kisah saya diatas telah melahirkan 10.922 IUP (Izin Usaha Penambangan ) tersebar di 12 Provinsi (Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara), di Indonesia. Kalau liat Peta indonesia hampir 70% lahan itu dikuasai penambang. 30% nya lagi dikuasai Perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Penguasaan Hutan (HPH). Apakah itu semua dikuasai oleh swasta Nasional ? sebagian besar yaitu abnormal atau yang berhubungan dengan abnormal secara eksklusif maupun tidak langsung. Mana ada perusahaan tambang yang tidak ada korelasi dengan asing. Lihat aja Bumi Resource punya Bakrie,  Sandi, Hashim  dan Artikel Babo. Itu sebabnya rasio GINI lahan kita sangat timpang.

Begitu juga dengan usaha perkebunan dan HTI yang terhubung dengan investor Singapore, Malaysia, Eropa. Begitulah SDA kita di kuras selama berpuluh puluh tahun. Yan lebih jelek lagi yaitu tata kelola SDA kita sangat buruk. Tahun 2016 saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengumumkan ada 721 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang perlu dicabut atau tidak perlu diperpanjang izinnya. Ini sebagai rangkaian dari aktivitas koordinasi dan supervise (Korsup) KPK bersama beberapa Kementerian dan Lembaga. Setidaknya ada 12 Provinsi di Indonesia sebagai sasaran Korsup KPK. Itulah cara Jokowi melaksanakan keadilan distribusi sumber daya biar terhindar dari mafia bisnis petualang yang hidupnya hanya mementingkan harta dan memanjakan diri. Tidak peduli lantaran itu sumber daya negara dikuras.

***
Untunglah, sehabis melalui usaha keras di tataran elite politik balasannya Jokowi berhasil menghentikan denah ini yang telah berlangsung puluhan tahun.  Di masa kekuasaan Jokowi, izin tambang dan Perkebunan besar termasuk HTI di moratorium ( Instruksi Presiden No 8/2015 ). Artinya tidak ada izin gres yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bukan itu saja, Jokowi perintahkan KPK untuk melaksanakan cegah tangkal korupsi pengelolaan SDA ini. Bagi Perkebunan Sawit dan pengelola Tambang yang telah ada di menetapkan syarat ketat dengan kewajiban mengolah dalam negeri hingga ke tahap downstream. Tidak ada lagi broker dan proxy yang kaya raya. Tidak ada lagi mereka yang masuk gerombolan cecunguk kaya raya hanya mengandalkan terusan kepada penguasa entah di tingkat Daerah atau pusat. Kalau mau uang ya harus pastikan anda qualified mendapatkan uang. Kalau mau ya harus kerja. Kerja. PESTA USAI. !

Di kala Jokowi tidak pernah lagi terdengar orang bisik bisik di cafe executive  atau di hotel bintang 5 bicara wacana konspirasi bisnis dengan penguasa. Bahkan orang abnormal engga ada lagi nawarin untuk jadi proxy. Karena mereka tahu. Asalkan semua syarat investasi terpenuhi izin niscaya keluar. Engga perlu pakai suap. Engga perlu loby ring satu presiden. Engga perlu loby ormas biar sanggup rekomendasi.  Makanya petualang bisnis yang jual konsesi mati kutu.  Bahkan ada yang pengusaha masuk 100 terkaya di Indonesia ditangkap KPK. Banyak di kala Jokowi, izin yang mereka sanggup di kala Presiden sebelumnya di cabut lantaran gagal membangun. Akibatnya banyak apartemen glamor ditiggal pemiliknya lantaran para selir kehilangan suplai uang. Pusat belanja barang bermerek sepi pembeli. Mungkin mereka ini semua tidak akan menentukan Jokowi..





Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait