Jokowi, Neolib?

Seorang teman aktifis bertanya kepada saya, benarkah Pemerintah Jokowi mengikuti garis kebijakan Neoliberal. Apalagi team yang ada di staf kepresidenan ialah alumni  Harvard yang dikenal sebagai kampus penyokong neoliberal. Lihat, lanjutnya,kenyataan kini,semua barang public dikembalikan kepada prosedur pasar. Subsidi BBM dihapus. Ini terang melanggar UU dasar 45. Saya bisa maklum pandangannya alasannya sebegitulah wawasan yang ia punya, yang umumnya ia sanggup dari media massa tanpa dasar pengetahuan yang cukup. Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan pada metode pasar bebas, pembatasan yang sedikit terhadap sikap bisnis dan hak-hak milik pribadi. Saya katakan bahwa pada dikala kini pemerintah hanya melaksanakan UU dan hukum yang sudah ada.Tidak mungkin pemerintah bekerja diluar UU. Dan jikalau kini terkesan pemerintah melaksanakan kebijakan neoliberal maka begitulah keadaan negeri ini sesungguhnya sehabis dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar 45. Tak banyak public yang tahu bahwa pancasila sebagai palsafah Negara tidak lagi ada korelasinya dengan UUD.Semua sudah berubah.Yang tetap hanyalah jargon tentang  Ketuhanan, persatuan, kemanusiaa, musyawarah dan keadilan social.

Pada tahun 2002, OECD berkantor di dewan perwakilan rakyat sebagai mentor melaksanakan amandemen  Undang-Undang Dasar 45. Semua partai yang kini berkuasa ialah mereka yang merubah Undang-Undang Dasar 45. Dari 194 ayat, 3 Pasal Aturan Tambahan, 2 Aturan Peralihan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 2002 hanya 25 ayat yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 45 dipertahankan. Kaprikornus ini bukan amendment tapi merubah Undang-Undang Dasar 45. Bagaimana struktur Indonesia sehabis perubahan Undang-Undang Dasar 45 ini ? 1) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan pribadi oleh rakyat; (2) MPR hanyalah sekedar majelis pertemuan bersama (joint session assembly) yang tidak punya kewenangan mengubah dan tetapkan Undang-Undang Dasar alasannya bukan merupakan forum tertinggi pelaksana kedaulatan rakyat; (3) memakai sistem presidensial, dan (4) memisahkan perekonomian nasional dengan kesejahteraan  sosial sehingga menimbulkan sistem perekonomian Negara tidak lagi dilandasi oleh asas pemerataan dan kekeluargaan untuk membuat keadilan sosial, tetapi telah menjelma sistem ekonomi individualistis dan bebas menyerupai aliran ekonomi kapitalistis. Di Era SBY kebijakan pemerintah terfocus kepada bagaimana mendatangkan pajak bagi negara untuk kepentingan APBN. Karena itu pemerintah membuka terusan seluas mungkin bagi modal untuk berkembang walau alasannya itu meminggirkan para petani, nelayan, dan usaha kecil.

Pada tahun 2002, Asian Development Bank menawarkan pinjaman lunak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung Program Financial Governance and Social Security Reform ( FGSSR) senilai USD 250 juta. Saya ingat ketika sumbangan itu diberikan, salah satu teman aktifis berkata bahwa ada dua jadwal besar dari jadwal ini, yaitu mereformasi koperasi dan jaminan social dalam Blue Print Economic reform. ST-MPR 2002,  secara konstitusional, bangkit usaha koperasi tidak lagi dianggap perlu atau wajib dikembangkan di Indonesia. Sehingga secara konstitusi Koperasi sebagai alat usaha rakyat dalam bidang ekonomi tidak lagi menerima kawasan istimewa dihadapan Negara. Kemudian diperkuat lagi dalam amandemen Undang-Undang Dasar 45 Pasal 33 dengan menambah ayat 4. Ayat  ini seakan mengingkari secara halus ayat 1,2, dan 3-nya dimana perekonomian disusun secara prinsip demokrasi. Kaprikornus tidak ada lagi perlakuan istimewa kepada satu pelaku ekonomi. Siapa saja sanggup mengusahakan perekonomian secara bebas alias liberalisasi perekonomian. Hal ini tertuang dalam ayat selanjutnya yaitu ayat 5 dimana ketentuan lebih lanjut diatur UU. UU yang mana? lihat saja UU penanaman modal dan UU PMA yang kental sekali nuansa liberalnya. Dampak dari amandemen itu ialah ekonomi tumbuh dengan pesat namun melahirkan gap kaya dan miskin yang sangat lebar, dan MNC AS semakin tak tergoyahkan dari keberadaannya menguasai SDA Indonesia. Kaprikornus memang by design negara ini digadaikan kepada pemodal,terjajah secara sistematis, terjebak secara anggaran yang harus berhutang.

Dengan keadaan tersebut diatas, Jokowi sadar bahwa siapapun yang akan jadi Presiden maka ia harus menghadapi problem yang disebut dengan jebakan APBN.  Mengapa saya katakan jebakan APBN? Karena APBN kita tersandera oleh dua hal yaitu pertama , kewajiban membayar cicilan  hutang dan bunga.Sebagian besar pinjaman berupa obligasi ( BOND) yang tidak bisa di reschedule pelunasannya atau di moratorium.Karena meminjam kepada pasar uang sama dengan shark loan. Kedua, anggaran belanja pegawai dan belanja rutin yang semakin membesar alasannya efek dari adanya pemekaran wilayah dan beban subsidi yang terus membesar. Sementara dari sisi penerimaan, sesuai UU negara tidak lagi secara pribadi berperan menguasai resource SDA  tapi digantikan dengan prosedur perpajakan dan bagi hasil. Karena memang konsep APBN sehabis reformasi menempatkan negara hanya sebagai service provider yang berhak atas fee dari acara modal. Akibatnya penerimaan negara sangat tergantung dari acara produksi dunia usaha khususnya yang mengelola SDA. Kegiatan produksi ini tentu berafiliasi dengan ekonomi global. Maklum sebagian besar produksi SDA di export. Apabila ekonomi global suram maka ekonomi kita semakin suram alasannya terpaksa hutang harus ditambah untuk menutupi sisi penerimaan yang tekor. Namun bila ekonomi global cerah maka penerimaan pajak meningkat, ekonomi  makin tumbuh dan hutang harus terus ditambah untuk memacu pertumbuhan. Karena penerimaan pajak gres didapat selesai tahun dan awal tahun harus hutang dulu biar bisa bayar biaya pembangunan.

Apakah joko widodo tunduk dengan jebakan APBN sehingga patuh dengan konsep neoliberal ? Ketika Jokowi mengajukan RAPBN-P 2105, saya lega sekali. Bahwa Jokowi keluar dari jebakan APBN dengan memotong anggaran belanja rutin. Caranya menggeser anggaran subsidi dari pos belanja rutin ke Pos Fiskal sehingga pemerintah punya kekuatan besar sebagai aktivis sector real. Sebelumnya by design alasannya jebakan APBN , pemerintah tidak punya pilihan lain harus ikut neoliberal alasannya ruang fiscal sangat kecil. Tapi kini pemerintah leading dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Dengan dana fiscal diatas Rp.300 Triliun maka pemerintah bisa mengintervensi sector produksi khususnya petani biar terjadi swasembada pangan,menggerakan ekonomi desa melalui dana desa biar desa menjadi basis ekonomi rakyat yang kokoh, membangun insfrastruktur eonomi menyerupai jalan,pelabuhan, bandara, biar logistic system efisien sehingga bisa menekan harga produksi, merevitalisasi Industri hulu dan memperluas industry pengolahan makanan menyerupai gula, garam. Meningkatkan modal BUMN biar bisa bersaing dengan asing. Kebijakan memotong belanja rutin memang tidak popular alasannya membuat orang yang berada di comfort zone merasa terganggu dan mereka tentu murka dengan segala alasan.Itu biasa saja di alam demokrasi. Tiga tahun apabila jadwal Jokowi selesai maka dipastikan ada lebih 100 UU pro neoliberalisme akan di removed dan kita akan kembali kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 secara murni,itulah alasannya mengapa Tentara Nasional Indonesia terlibat pribadi dengan jadwal Jokowi.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait