Ada teman dengan penuh semangat dan percaya diri berkata kepada saya bahwa sudah saatnya Undang-Undang Dasar 45 yang ada kini di kembalikan kepada Undang-Undang Dasar 45 secara murni. Ada juga bilang bahwa sudah saatnya Pancasila sesuai dengan konsep Piagam Jakarta. Bahkan ada juga yang bilang bahwa syariah Islam harus di tegakan di negeri ini. Banyak lagi yang di ungkapkan. Intinya dengan perubahan tersebut maka Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Apah sih bahwasanya yang dikeluhkan terhadap rezim sekarang? tanya saya. Rezim Jokowi memperlihatkan kesempatan luas kepada investor asing, terutama kepada china. Memberikan kesempatan tenaga kerja asing. Mengutamakan Konglomerat. Utang luar negeri terus bertambah. Ekonomi menurun , apalagi rupiah semakin terpuruk. Saya hanya tersenyum mendengar keluhan mereka. Mengapa ? memang apa yang di keluhkan itu begitu fakta adanya.
Laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen setiap tahun. Artinya jumlah penduduk bertambah setiap tahun sebanyak 4,5 juta. Itu sama dengan satu negara Singapura. Jadi, jikalau 10 tahun, ya 10 negara Singapura. Terlambat saja pemerintah meng-eskalasi pembangunan maka penambahan jumlah penduduk ini akan menjadi bahaya serius. Semua itu butuh biaya yang tidak bisa di tunda, yang setiap detik bertambah. Sementara postur APBN dari semenjak era Megawati dan SBY hingga kini memang 80% bersumber dari Pajak. Siapakah yang di andalkan membayar pajak ? Ya kelompok menengah atas dan kalangan dunia usaha. Kalau mereka di musuhi lantas dari mana penerimaan negara ? Coba dech mikir ? Sementara kekuatan APBN mendukung fungsi sosial dan ekonomi semakin melemah lantaran tekanan beban utang dan bunga yang terus membesar. Ini bukan tiba begitu saja tapi proses yang telah berlangsung semenjak era Soeharto. Siapapun yang jadi presiden harus menghadapi ini. Kaprikornus ini kesalahan kolektif sejarah. Andaikan sistem dirubah ibarat kembali ke Undang-Undang Dasar 45 atau syariah Islam, apakah perubahan sanggup seketika mendatangkan uang untuk membayar utang? Sumber daya alam yang ada tidak bisa menghasilkan uang tanpa modal. Darimana modalnya ? Berhenti berutang? lantas bagaimana mengatasi ledakan pertambahan penduduk setiap tahunnya ? Coba dech mikir.
Tapi mengapa lebih banyak ke China kemitraan tersebut? Mengapa bukan kepada Jepang atau Amerika atau Eropa ? Saat kini Negara yang punya agenda melepas dananya keluar negeri semoga mata uangnya melemah yaitu China. Sementara Amerika masih dililit krisis moneter yang justru mendapat suntikan dana dari China, Jepang yang terjebak krisis spiral, Eropa yang terjebak pertumbuhan negative. Namun untuk terlaksananya B2B itu maka sektor investasi, perdagangan, industri , jasa , harus di reformasi. Itu sebabnya berandal rente ekonomi yang membelenggu keadilan ekonomi harus di basmi. Ini tidak gampang lantaran menyangkut kepentingan elite politik dimana partai menikmati limpahan dana akhir rente ekonomi yang telah berlangsung puluhan tahun. Tidak ada pilihan! resiko politik harus di hadapi. Mafia Migas , Mafia Ikan, Mafia Pangan, Mafia Industri, perdagangan dan perkebunan , Mafia Minerba , Mafia anggaran dan birokrasi harus di ganyang. Setahun Jokowi berkuasa terjadi goncangan luar biasa. Namun kini semua telah terlewati. Mafia tersingkir dan investor absurd melihat indonesia serius melaksanakan reformasi anggaran yang berorientasi produksi, bukan konsumsi.
Saat kini Indonesia menjadi pilihan investasi kedua setalah China atau India. Negara di dunia boleh insolvent tapi private investor tetap kuat. Karenanya evaluasi investor private terhadap Indonesia bukanlah hal yang luar biasa. Karena investor private tidak melihat nasionalisme dalam berinvestasi tapi mereka melihat daerah yang nyaman mendatang keuntungan bagi uang mereka. Inilah fakta kapitalisme dan kita harus memanfaatkan keadaan ini semoga tidak hanya menjadi penonton kemelimpahan dana private. Karenanya tax amnesty yang di kombinasikan dengan repatriasi asset di canangkan semoga Indonesia sebagai financial gateway berkelas dunia untuk masuknya dana kesektor riel yang telah dibentangkan luas oleh pemerintah melalui paket budi yang sangat revolusioner dan visioner. Dengan demikian ekonomi bergerak bukan lantaran APBN tapi lantaran kekuatan system yang mengakibatkan Indonesia sebagai ladang kerja keras bagia siapa saja yang mau berusaha. Apakah ini tidak melanggar nasionalisme dan sosialisme? Tidak. Karena dunia perjuangan bergerak , akan mendatangkan pajak. Pajak yang meningkat akan menciptakan APBN sehat, yang pada gilirannya bisa melaksanakan fungsi ekonomi melunasi beban utang dan melaksankan fungsi social bagi rakyat yang setiap tahun bertambah lebih banyak dari penduduk Singapore.
Apa yang dilakukan Jokowi yaitu kebijakan yang membumi menurut fakta yang ada. Dia tidak terjebak politik menyalahkan masalalu demi pencitraan. Dia mengakibatkan kesalahan masa kemudian sebagai pelajaran untuk perbaikan hari kini semoga dimasa depan kita punya harapan. Jargon utopia yang membawa agama dan nasionalisme, sosialisme, tidak akan menuntaskan masalah. Sudah lebih setengah kurun negeri ini merdeka, selalu system di salahkan bila kemakmuran tidak terjadi. Padahal kesalahan bukan pada system tapi lebih kepada adat pemimpin dan mental rakyat. Jadi bagi pihak yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah kini bahwasanya tidak punya pegangan yang berpengaruh untuk menjatuhkan Jokowi. Selagi Jokowi tidak korupsi, tidak menduakan dengan perempuan lain, tidak melanggar Undang-Undang Dasar dan UU maka selama itu tak akan ada satupun yang bisa menjatuhkannya selain Tuhan. Dan Tuhan hanya berpihak kepada orang baik yang berbuat , bukan orang baik yang hanya akil bicara.Mari berubah...