Ketika awal Jokowi berkuasa, sobat saya menyampaikan bahwa yang paling berbahaya secara politik yakni perilaku Jokowi yang ingin memaksa Freeport mengakhiri KK dan patuh kepada UU minerba. Karena ini menyangkut kepentingan AS yang 5 presiden sebelumnya tidak bisa menghadapi. Apalagi Jokowi bukan presiden yang pemimpin Partai, yang tentu tidak punya kekuatan terorganisir di akar rumput menahan gejolak serangan politik dalam negeri. Benarlah. Tahun 2015 suhu politik memanas dengan munculnya skandal “ Papa minta saham” yang berkaitan dengan Dirut PT. Freeport Indonesia dan Setya Novanto bersama Murez. Isi rekaman itu menyeret nama nama mantan presiden sebelumnya yang terlibat dalam konspirasi tingkat tinggi. Setya Novanto lolos dari kasus ini alasannya beliau tidak mau bersaksi atas isi rekaman itu. Secara tidak pribadi Novanto menyelamatkan muka para presiden sebelumnya. Tanpa operasi intelligent Asing mustahil rekaman yang sudah setahun lebih muncul lagi kepublik dan menciptakan gemetar elite politik. ini seakan sinyal kepada Jokowi bahwa jangan main main dengan Freeport. Apakah itu cukup ? Belum.
Pada bulan Februari 2016, Kapal selam AS berkekuatan nuklir mendekati perairan Indonesia. Ini provokasi yang berbahaya. Jokowi telah memerintahkan Tentara Nasional Indonesia AL harus tanpa ragu menjaga teritori Indonesia. Makanya Tim reaksi cepat Western Fleet Quick Response (WFQR) Tentara Nasional Indonesia AL dipiloti Kapten Laut (P) S Hayat dan Letnan Satu Laut (P) Asgar Serli bergerak cepat menuju wilayah perairan Nongsa, Batam. Pusat Penerbangan Tentara Nasional Indonesia AL yang bermarkas di Tanjungpinang harus melakukan mekanisme tetap dalam Standar operasi tempur untuk menjaga teritory Indonesia. Berita ini tidak begitu di perhatikan oleh Publik. Padahal ketika itu prajurit Tentara Nasional Indonesia berhadapan dengan Angkatan bahari AS yang memakai Kapal selam modern untuk mendekati perairan Indonesia. Saya yakin apalah arti kekuatan Helikopter Helikopter BO 105 nomor lambung NV-408, di bandingkan dengan kekuatan angkatan bahari AS. Tapi prajurit Tentara Nasional Indonesia tanpa sedikitpun ragu terus me shadow kapal selam itu untuk segera menjauh dari perairan Indonesia. Selesai? belum. Masih ada lagi…
Di penghujung tahun 2016 atau bulan november terjadi agresi massa umat islam yang dikenal dengan gerakan GNMF MUI untuk memenjarakan Ahok yang dituduh menistakan agama. Namun sesungguhnya diarahkan untuk menjatuhkan Jokowi. Terbukti dalam agresi 411 ratusan ribu orang berdemontrasi mengepung istana negara. Aparat dengan kesetian tinggi kepada Presiden berhasil menjaga ketertiban demo tersebut walau sempat terjadi goresan dengan aparat. Selesai? belum. Sebulan kemudian diadakan lagi agresi 212, tujuan tetap sama memenjarakan Ahok dengan sasaran Istana negara. Kali ini Jokowi datangi penerima demo dengan percaya diri, dan memastikan beliau tidak takut dan beliau bukan musuh umat islam. Apakah itu cukup? Belum.
Pada ketika hari Pilkada DKI, Kapal induk bertenaga nuklir milik Amerika Serikat (AS) USS Carl Vinson memasuki wilayah Indonesia dengan alasan mengawal kunjungan Wapres AS Mike Pence ke Indonesia. Kunjungan dengan kawalan berkekuatan besar ini secara tidak pribadi AS menerapkan smart power terhadap Indonesia. “ Kamu jangan coba coba melawan saya “. Pada bulan itu memang sedang dilakukan negosiasi dengan Freeport. Jokowi menghadapi tekanan itu dengan tenang. Dalam pertemuan dengan Jokowi, Mike tidak menyinggu gsoal Freeport. Teman saya mengatakan, Mike terkesan bahwa Jokowi bukan musuh. “Dia laki-laki yang baik yang tahu mengasihi negerinya. Dia sangat mengasihi negerinya. Tidak sama dengan presiden sebelumnya. Tidak ada kekuatan yang bisa menjatuhkan Jokowi. Dia terlalu kuat. Semua untuk negeri yang beliau cintai...”
Provokasi AS di perairan Indonesia dan adanya pressure group sebagai proxy AS yang menciptakan stabilitas politik dalam negeri terganggu, menguatkan argumen para elite politik dan Jenderal bahwa berhadapan dengan kepentingan AS di Indonesia sangat berbahaya.Tahun 2017, Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia harus menghormati kepentingan AS. Bahkan Prabowo hingga mengingatkan pemerintah Jokowi bahwa Amerika Serikat pernah membantu bangsa Indonesia pada beberapa hal. Tentu ini berkaitan dengan kekisruhan negosiasi dengan Freeport. Sikap Jokowi sudah terang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 perihal Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 perihal Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kewajiban divestasi hingga 51 persen. Sikap ini dipegang dengan konsisten.
Teman saya bilang bahwa bukan hanya AS yang dibentuk Jokowi tidak berdaya. China juga mencicipi perilaku keras Jokowi. Dalam pertemuan APEC di Beijing, Jokowi dengan tegas akan memperlihatkan ruang ALKI kepada AS. Dengan demikian tidak berdesakan dengan China di Malaka. Untuk itu Jokowi akan membangun pelabuhan check point di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi. Waktu itu baik China dan AS sepakat untuk mengakhiri konplik bahari china selatan. Atas akad itu China merasa kondusif dengan jadwal OBOR untuk menghubungkan China ASEAN. Pembangunan kereta logistik digelar dari Guangxie melalui Vietnam, Thailand, Malaysia Singapore dan rencana dengan jembatan bahari Malaka akan terhubung dengan Indonesia ( Dumai ). Saat kini jalur kereta sudah hingga di Malaysia. Dan sedang membangun tunel ke Singapore. Sementara AS sedang memperkuat investasi explorasi gas di blok santa fee dan marsela ( bahari Arafuru- Maluku ) dan Mahakam, kalimantan timur. Tetapi dalam perjalanannya Jokowi tidak pernah komit dengan akad APEC itu.
Jokowi tidak menanggapi tawaran jembatan Selat Malaka yang menghubungkan Dumai dengan Malaka. Padahal proyek itu sudah sanggup izin prinsip dari pemerintah SBY. Program Toll bahari Jokowi bukannya mendukung OBOR malah bersaing dengan OBOR. China pusing. Bagaimana dengan AS? Blok Mahakam di take over oleh Pertamina awal tahun ini dan Blok marsela di bangkit di darat dan kini justru Jokowi akan membangun pangkalan militer di Kepulauan Arafuru. AS tambah pusing. “ Bagaimana mau kerjasama bila tidak ada yang komit. Jokowi seenaknya mengabaikan komitment yang dibuatnya.” Kata sobat konsultan Geostrategis kepada saya. Saya hanya tersenyum. Saya katakan kepada sobat bahwa OBOR ( One Belt One Road ) tidak akan sanggup peluang menyentuh Malaka sebelum Sumatera terkoneksi dengan toll bahari maupun toll darat. Jokowi tidak mau mengorbankan Geostrategisnya untuk kepentingan asing. Janji China akan menggelontorkan dana USD 30 miliar untuk jalan toll Sumatera dan toll bahari , nyatanya hanya 10% saja cair. Mau komit gimana? Amerika juga sama, engga ada niat baik menuntaskan dilema Freeport dengan mulus. Mau komit gimana ? Saya rasa ini hanya pertimbangan fairly. Kalau mau bersinergi , China dan AS harus tunjukkan itikad baik. "Sekarang Indonesia, ada atau tidak ada china atau AS pembangunan jalan terus sesuai agenda. Agenda Jokowi untuk Indonesia", kata saya.
“ jadi apa ajakan kau ?" Kata sobat sambil mengerutkan kening.
"Menurut saya, china selesaikan aja komitment membiayai jalan toll Sumatera dan toll laut, dalam koridor B2B. Kemudian AS gunakan Jepang dan Eropa bangkit koneksitas Kalimatan dan Sulawesi. Dukung penyelesaian dilema freeport. Nah bila itu semua udah selesai, Jokowi akan komit. Mengapa ? Karena bila infrastruktur terbangun, Indonesia juga siap bersaing atas jadwal OBOR nya China dan Grand Pacific nya Amerika. Kan engga mungkin Indonesia hanya jadi penonton.”
“ Wah saya yakin Jokowi akan gagal Pilpres 2019. Terlalu banyak musuh. Apalagi proxy China dan AS ada disemua Partai. “ kata teman. Saya hanya tersenyum. Memang usaha mempertahankan NKRI itu tidak mudah. Mengapa ? musuhnya bukan saja orang aneh tetapi juga dari dalam negeri yang berkedok pengamat, tokoh agama, politisi, dan mereka tanpa rasa aib secara vulgar menandakan keberpihakannya terhadap asing. Tidak ada mereka berdemo memperlihatkan sumbangan kepada Presiden dalam upaya nasionalisasi SDA kita. Bagi mereka bagaimana caranya biar jadwal aneh terkabulkan dan Jokowi jatuh, entah bagaimana caranya. Yang penting mereka sanggup uang dan kekuasaan.
“ Negeri kami merdeka berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Engga ada yang kami takuti dengan aneh apalagi proxy kambing, proxy sapi, proxy kampret. Karena yang menjaga kami yakni Tuhan. Apakah ada yang lebih hebat dari Tuhan? “ kata saya. Engga percaya? Nah , terbukti kini di penghujung tahun kekuasaan Jokowi, Blok Mahakam, Blok Rokan dan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia selesai dan Jokowi masih bisa tersenyum tanpa beban menyapa rakyat dengan gaya jenakanya. Belakangan AS dan China harus bermanis muka kepada Jokowi biar Indonesia berperan dalam tawaran Indopacific dan tetap saja Jokowi memilih arah tawaran itu sesuai dengan kepentingan Indonesia. Sementara Gerakan pressure group semakin kehilangan inspirasi dan pijakan politik. Beberapa diantara mereka kini tersangkut kasus pidana dan mungkin ada yang hampir gila alasannya ngoceh salah terus. Pemilu 2019 yakni panggung Jokowi, untuk periode kedua dengan sumbangan penuh dari koalisi partai yang akan menguasai dingklik minimal 70% di DPR.