One Belt One Road..


Ketika Deng Xioping, melaksanakan perjalanan panjangnya menyusuri provinsi provinsi di derah pesisir CHina, beliau melihat ketimpangan yang sangat lebar dengan provinsi yang berada di pedalaman. Sebagai seorang insinyur yang juga jago seni administrasi perang, Deng melihat terjadinya gap antara wilayah pesisir dengan pedalaman ini harus segera diatasi. Ketimpangan ini bukan sebab orang China di pedalaman itu malas. Atau orang yang tinggal di pesisir lebih suka bekerja keras. Tapi sebab ketimpangan infrastruktur ekonomi. Wilayah pesisir punya jalan masuk eksklusif ke bahari untuk perdagangannya, sementara kawasan pedalaman tidak ada. BIaya logisitik kawasan pedalaman untuk menjangkau bahari sangat mahal. Keadaan ini harus diatasi. Kalau tidak samakin usang semakin lebar gap pertumbuhan antar wilayah di CHina. Ini akan memicu perasaan ketidak adilan rakyat. Dengan mulai mengkampanyekan kegiatan “ Menebarkan kemakmuran wilayah pesisir ke wilayah pedalaman melalui pembangunan instrastruktur ekonomi. “ Wilayah pedalaman harus memiliki jalan masuk logistik yang murah dan cepat ke wilayah pesisir. Dengan demikian akan terjadi koneksitas antar wilayah. Strategi Deng ini ternyata dilaksanakan dengan serius oleh China. China membangun jalan raya dan kereta yang mencapai lebih 50,000 KM. Pelabuhan raksasa berkelas domestik dan international sebagai kegiatan toll bahari China. Tahun 1980an  semua kegiatan Deng menghubungkan wilayah pesisir dan pedalaman berhasil dibangun. Ekonomi China menggeliat bagaikan raksasa yang bangun dari tidur lamannya. Semua kawasan berlomba lomba memacu pertumbuhan ekonominya. Antar wilayah terjadi saling keterikatan berbagi potensinya masing masing. Sehingga tidak ada lagi istilah kawasan kaya atau kawasan miskin. Yang ada, saling memanfaatkan untuk kemakmuran bersama. Semua itu terjadi sebab antar wilayah terjadi koneksitas yang efisien dan efektif.

Namun sebagai negara yang berpenduduk lebih dari 1,2 miliar , China memiliki tantangan dan juga bahaya akan masa depan. Apa itu ? Pertumbuhan ekonomi akan berhadapan pertumbuhan penduduk, yang apabila tidak disiasati secara serius akan berdampak jelek dengan hasil dari kerja keras yang telah ada. Gap kaya miskin tetap akan terus melebar.  Karenanya mau tidak mau. China tidak bisa hidup sendiri. China harus menarik kemitraan luas dengan negara yang berada di regionalnya. Inilah cikal bakal apa yang disebut dengan One-Belt One-Road China ( OBOR) yang merupakan  elemen inti dalam kebijakan luar negeri Eurasia. Untuk menjadi masyarakat kala ke-21 yang sejahtera, ekonomi China harus terus meningkatkan rantai nilai tambah dengan membangun kemampuan inovasi. Ini juga harus memperbaiki alokasi modal jangka panjang sambil mengakomodasi bangkitnya konsumerisme - semua sambil mengelola warisan model pertumbuhan lama. Program OBOR membantu merealisasikan semua itu.

Ambisi OBOR terang signifikan. Menyampaikan ambisi itu akan membutuhkan sanksi di lapangan. Pada tingkat mikro, perusahaan China akan menghadapi aneka macam risiko menurut proyek per proyek. Ini bisa meliputi rintangan diplomatik atau peraturan, kesalahpahaman budaya dan aneka macam sistem aturan yang berbeda yang akan mereka navigasikan. Tak satu pun dari rintangan ini tidak sanggup diatasi; Perusahaan dari semua negara menghadapi tantangan ibarat itu ketika mereka pindah ke luar pasar dari rumah mereka dan memasuki wilayah yang asing. Sesuai dengan sejarah Foreign Direct Investment (FDI) dari negara besar ibarat AS dan Eropa, beberapa kesalahan akan dilakukan dan uang bisa hilang. Cina menyadari itu. CHina tidak akan memaksakan kegiatan OBOR itu bisa segera di terima oleh mitranya. Namun China akan selalu ada untuk mendukung gagasan mitranya. Pada final 1990an, sebuah kebijakan "Go Outward" dilembagakan, mendorong perusahaan China untuk berinvestasi di luar negeri. Pada awal tahun 2000an, Shanghai Cooperation Organization (SCO) didirikan, yang mensistematisasikan keterlibatan tingkat tinggi China dengan sekelompok negara Asia tengah yang berada di sepanjang “jalur Sutra". Ada juga seni administrasi "Go West", yang bertujuan untuk berbagi provinsi wilayah barat, yang banyak di antaranya berbatasan dengan negara-negara Asia Tengah. Pada tahun 2009, Presiden Hu mempererat relasi dengan Asia tengah dengan aneka macam kunjungan kenegaraan, investasi dan kemitraan ekonomi. 

Dan kemudian, pada tahun 2013, Presiden Xi Jinping memperkenalkan nama "Silk Road Economic Belt" dan "Maritime Silk Road" pada kunjungan resmi ke negara-negara asia tengah  dan negara-negara Asia Tenggara.  Dalam waktu kurang dari 18 bulan, Cina mengeluarkan planning agresi komprehensif yang didukung hampir 60 negara Eurasia dan non Eurasia. Jaringan ekonomi yang diajukan tersebut meliputi wilayah geogra yang sangat luas. Sabuk daratan akan melalui benua Asia, Eropa, dan Afrika, menghubungkan Cina, Asia Tengah, Rusia dan Eropa di utara, dan menghubungkan Cina dengan Teluk Persia dan Laut Mediterania melalui Asia Tengah dan Lautan Hindia di selatan. Satu rute jalur maritim diawali dari pantai Cina ke Eropa melalui Laut Cina Selatan dan Lautan Hindia, rute Artikel Babo dari Cina ke Pasifik Selatan. Jalur ini diperkirakan meliputi 4,4 milyar orang dan US S$2,1 trilyun produksi bruto, atau 63% dari populasi dunia dan 29% dari PDB dunia (Cheng, 2015).

Di bawah sponsor Presiden Xi, dana APBN melalusi agresi BUMN China di gelontorkan untuk proyek-proyek di bawah bendera OBOR. Prokyek "Silk Road Fund" senilai US $ 40 miliar. Proyek ini dibawah kendali dari Dewan Negara yang dipimpin eksklusif oleh Presiden. China juga membentuk forum multilateral dibidang pembiyaan proyek yaitu  Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang telah mendanai sejumlah proyek besar di negara-negara yang terkait dengan kegiatan OBOR.  Sejak di canangkannya OBOR sekitar US $ 1,3 triliun proyek yang telah didanai eksklusif di bawah bendera OBOR, kegiatan ini berukuran lebih dari tujuh kali ukuran Marshall Plan sebagai dana restorasi paska perang dunia kedua. Dan OBOR tidak dengan kegiatan ingin menguasai negara lain secara politik tapi sebagai kawan ekonomi saling memanfaatkan atas potensi masing masing. Karena setiap negara punya duduk perkara terhadap pertumbuhan dan kemitraan ialah langkah bijak untuk masa depan yang lebih baik.

Jalur sutra bukan hanya mimpi supaya china kembali ke masa kemudian sebagai  pusat ekonomi Asia Timur, tapi benar benar di laksanakan dengan terencana. Pembangunan itu terus berlangsung. Misal dari Nanning telah di bangun jalur kereta melintasi Kamboja, Thialand, Malaysia dan terus ke Singapore, yang akant terhubung dengan toll bahari Indonesia di Kuala Tanjung ( SUMUT). Juga sedang berlangsung pembangunan jalan dari China, Mongolia dan Rusia. Sementara itu di Pakistan, pembangunan infrastruktur mengalami kemajuan pesat berkat pembangunan koridor Sabuk dan Jalur Sutra. Toll Laut China -Yunani, telah terhubung dengan masuknya China Cosco Shipping, menyelamatkan Piraeus Port Authority (PPA) dari bangkrutan sebab hutang. Kini ekonomi Yunani membaik sehabis terlilit krisis paska gagal bayar hutang. Yunani kembali menjadi pelabuhan penting. Bila tahun 2010 Yunani hanya menjadi peringkat 93 sebagai pelabuhan kelas dunia, sekarang menduduki peringkat 39. Suatu dampak positip yang luar biasa mengeskalasi pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Tahun 2016, melalui China Railway Corporation, China telah meluncurkan kereta barang pertamanya ke London.Kereta barang tersebut melaksanakan perjalanan dari Stasiun Kereta Api Barat Yiwu di Provinsi Zhejiang, China Timur, menuju Barking, London, Inggris. Untuk mencapai tujuannya, yang berjarak lebih dari 7.400 mil atau lebih dari 11.840 km itu, kereta membutuhkan waktu tempuh 18 hari. Rute ini akan melewati Kazakhstan, Rusia, Belarus, Polandia, Jerman, Belgia, dan Perancis, sebelum datang di London, ibu kota Inggris. Inggris ialah negara kedelapan yang akan ditambahkan ke dalam rangkaian layanan kereta China-Eropa, dan London ialah kota ke-15 di lintasan yang dilewati kereta itu. 

Mengapa begitu antusias negara negara Asia dan Eropa mendapatkan inisiatif china terhadap OBOR ini ? Karena China ialah negara besar secara populasi dan negara terkuat dari segi ekonomi. Suka tidak suka, China telah menjadi kawan mitra dagang terbesar lebih dari setengah dunia dan meningkat ke posisi terdepan di aneka macam segmen rantai pasokan manufaktur global. China merupakan pasar tunggal terbesar untuk segala hal mulai dari kendaraan beroda empat sampai ponsel dan e-commerce sampai pariwisata internasional. Ini juga merupakan konsumen terbesar dari aneka macam komoditas di bidang energi, mineral dan pertanian. Meskipun peluangnya sangat mengesankan, masih banyak yang harus dilakukan oleh negara mitranya. Setidaknya mereka juga mulai mencar ilmu dari China bagaimana mengakibatkan negara sebagai pelayan bukan penguasa. Bagaimana melaksanakan revolusi mental rakyat , dari yang pasive menjadi aktif dengan passion tinggi melewati tantangan masa depan yang tidak mudah. Melakukan upaya pemberantasan korupsi secara sistematis dan keras. Kalau tidak,  kemakmuran sebab dampak OBOR ini hanya melahirkan kelas menengah yang rakus dan gap kaya miskin tetap melebar.


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait