Pada hari Rabu saya bertemu dengan teman usang di Mandarin Hotel. Tadinya teman ini tinggal di Indonesia namun semenjak tahun 1999 beliau bermukim di Amerika.Ketika Era Soeharto beliau dikenal sebagai pialang handal menarik dana soft loan untuk proyek pemerintah.Saya sudah menganggap teman ini sebagai paman,dan memang beliau sendiri selalu menyebut saya sebagai ponakannya. Kedua anaknya menamatkan pendidikan di The London School of Economics. Walau beliau berharap putranya sanggup terjun sebagai businessman namun beliau tidak sanggup berbuat banyak ketika putranya menentukan menjadi dosen. Putrinya yang tidak diharapkannya menjadi pebisnis justru mengembangkan bisnis private equity dan leverage buy out. Tapi bagaimanapun beliau nampak sehat diusia senjanya. Saya suka berdiskusi dengan beliau sebab pemahaman ilmu filsafatnya sangat luas sehingga banyak sekali duduk perkara pelik sanggup beliau cairkan dengan sangat sederhana,sehingga gampang dimengerti.Disamping itu sebagai pialang specialis soft loan, beliau memiliki koneksi dengan hampir semua forum keuangan multilateral menyerupai IMF, World Bank,ADB,IDB, juga dengan Fund provider dan collateral provider berkelas dunia. Dulu setiap ada aktivitas di kedutaan negara teman , beliau selalu masuk dalam daftar tamu yang diundang.Menurutnya, hingga kini beliau tetap menjalin komunikasi dengan para relasinya walau sebagian besar mereka sudah pensiun dan bekerja di Foundation nir keuntungan dengan aktivitas dedikasi masyarakat.
Bagaimana dengan hasil Pilres sekarang? Saya ingin tahu perspektif beliau sebagai orang renta yang sarat pengalaman dan memiliki saluran kepada elite politik untuk mendapatkan the first hand information. Menurutnya, Prabowo dikalahkan oleh dirinya sendiri,bukan oleh siapa siapa. Demikian uangkapan bijaknya. Mengapa? Ketika beliau bersandar kepada Partai koalisi pendukungnya, indentitasnya sebagai pembela Gerakan Indonesia Raya menjadi kabur. PKS, PPP, PAN,PBB menggiringnya menjadi Indonesia sempit ( bukan Raya).Itu tercermin dari kampanye yang membawa issue SARA sebagai cara menjatuhkan Jokowi. Padahal issue SARA itu hanya laris untuk segelintir umat Islam Indonesia atau tidak lebih 10%. Tapi dampak dari issue SARA ini membuat Prabowo menjadi tidak menarik bagi umat islam dan membuat takut orang non islam. Makara harapannya berkoalisi dengan Partai Islam sanggup menarik dominan pemilih menjadi sia sia. Inilah kesalahan fatal Prabowo.Kesalahan berikutnya, bahwa aktivitas Garindra ( Prabowo) yang bertahun tahun di kampanyekan yaitu membuat pemeritahan yang higienis dari korupsi. Ini bukan hanya di kampanyekan tapi dibuktikan dimana Prabowo ada dibalik suksesnya Jokowi jadi Gubernur DKI dengan kader Garindra ( Ahok) sebagai wakil. Terbukti dengan suksesnya mendukung Ridwan Kamil sebagai walikota yang fenomenal itu. Tapi sebab pimpinan Partai koalisi pendukungnya semua terlibat skandal korupsi maka semua yang dikampanyekan bertahun tahun hilang begitu saja,alias sia sia belaka. Nah, ketika beliau tidak yakin dengan dirinya sendiri dan berharap kemenangan dari orang lain maka ketika itulah beliau kalah!. Dia dikalahka oleh dirinya sendiri.
Tapi berdasarkan kubu Prabowo, Pilpres ini sarat dengan kecurangan. KPU tidak bekerja efektif.Kata saya. Teman ini tersenyum. Menurutnya , ketika hasil quick count diumumkan, bahwasanya semua elite partai koalisi merah putih tahu niscaya bahwa Jokowi unggul.Tapi ada yang menjamin bahwa Prabowo masih sanggup dimenangkan melalui proses penghitungan ( real count ) yang dilakukan oleh KPU. Karena perbedaanya tipis. Ini berangkat dari pengalaman tahun 2004 dan 2009, dimana IT system KPU sanggup direkayasa untuk mendongkrak bunyi salah satu calon.Walau tidak dalam jumlah besar namun signifcant menjadi pemenang.Siapa yang menjamin itu ? Tanya saya penasaran. Teman ini menjawab dengan satu pertanyaan,siapa wakil Prabowo? Ya beliau yaitu Hatta Rajasa , orang kepercayaan SBY dan juga besan dari SBY. Silahkan tafsirkan sendiri,katanya. Lantas kemana jaminan itu ketika KPU menetukan Jokowi-JK sebagai pemenang. Tanya saya semakin penasaran. Setelah hasil quick count memenangkan Jokowi-JK maka ketika itulah Obama mengucapkan selamat kepada SBY atas suksesnya Pilpres. Dari sumber koneksi teman ini di Gedung Putih menegaskan bahwa Amerika harus memastikan proses Pilpres ini berlangsung tanpa ada rekayasa dari SBY ( penguasa ) untuk memenangkan salah satu capres. Mengapa? People power yang tercermin dari konser dua jari di Senayan suatu bukti bahwa sangat besar resikonya bagi SBY kalau merekayasa kekalahan Jokowi. Yang terbaik bagi SBY yaitu bersikap netral dan mengawal kemenangan Jokowi hingga tanggal pelantikannya.
Yang harus diketahui bahwa bagi Amerika dan Sekutunya Uni Eropa, indonesia yaitu negara yang sangat pital bagi kelangsungan geopolitik dan geostrategis dikawasan asia pasifik. Ini bukan hanya Indonesia kaya akan sumber daya alam tapi Indonesia berada dilintasan perdagangan dan investasi di Asia Pacific ,yang merupakan tempat paling ramai dan paling pesat pertumbuhannya. Amerika dan Uni Eropa menikmati keuntungan luar biasa dari stabilitas Asia Pacific pada umunya dan Indonesia pada khususnya. Tapi ada juga kekuatan lain yang juga menginginkan manfaat dari indoneisa dan tempat asia pacific. Siapa itu? Ya Rusia dan China. Saat kini baik China maupun Rusia dalam posisi menanti ketika yang sempurna untuk masuk, dan itu hanya mungkin apabila terjadi chaos menyerupai di Suriah dan Irak. Apabila Indonesia tidak kondusif maka Asia Pasific juga tidak akan aman. Ini disadari sepenuhnya oleh Amerika dan Uni Eropa yang jadinya apapun akan dilakukan untuk memastikan stabilitas keamanan dan politik di Indonesia tetap terjaga. Bagi SBY mengakibatkan Pilpres ini berlangsung kondusif dan tertip yaitu prestasi tersendiri dan akan dikenang sejarah bahwa beliau penguasa yang tidak mengutamakan keluarga ( besan) tapi mengutamakan kebenaran, bahwa pilihan rakyat harus dihormati.Prabowo telah kalah sebelum Pilpres. Memenangkan Prabowa lewat MK sama saja menegakkan benang basah, alias useless..