Syariah Islam...?


Ketika Aceh menjadi Daerah khusus yang berlandaskan pada syariah Islam, saya merasa yakin bahwa usaha menegakkan panji Islam akan kembali berkibar di Di Aceh. Cahaya Islam yang menebarkan cinta dan kasih sayang serta keadilan bagi semua akan kembali bangun di wilayah dimana Kesultanan Islam pernah berjaya. Namun suatu ketika saya bertemu dengan aktifis anti korupsi berkata bahwa dari tahun ke tahun kita sanggup laporan bahwa Aceh menempati kelompok kawasan dengan tingkat korupsi tertinggi di Indonesia. Apakah Aceh makmur dengan adanya HUKUM syariah ? Tanya saya. Data BPS mengindikasikan Aceh masuk rangking 7 dari 10 kawasan termiskin di Indonesia. Ini menerangkan bahwa tegaknya syariah Islam yang di perjuangkan dengan darah berpuluh tahun tidak menunjukan Islam sebagai rahmatan Lilalamin. Islam hanya di gunakan partai untuk meraih kekuasaan dan alhasil tak beda dengan sekular. Namun lebih jelek dari sekular. Bagi elite politik Aceh, kebenaran itu hanya sesuai dengan definisinya. Politisi agama itulah yang jadi kian tampak di Aceh, yang kemudian juga berkembang di tempat lain dengan munculnya Perda Syariah. 

Politisi islam berbeda dengan “Islam nilai”. Dalam suasana itu, suatu usaha untuk meng-ideologi-kan Islam bergelora. Padahal dalam pandangan Tauhid, yakni menuntut insan hanya takut pada satu kekuatan, yaitu kekuatan Tuhan, yang lain hanyalah kekuatan yang tidak mutlak alias palsu. Tauhid menjamin kebebasan insan dan memuliakan hanya semata kepada-Nya. Pandangan ini menggerakkan insan untuk melawan segala kekuatan dominasi, belenggu, dan kenistaan insan atas manusia. Tauhid mempunyai esensi sebagai gagasan yang bekerja untuk keadilan, solidaritas, dan pembebasan. Ini yang nampak dilupakan oleh kebanyakan mereka yang mengusung dalil Islam. Mereka menutup segala ilmu dan bahkan dianggap bid’ah apabila tidak sesuai dengan dalilnya. Padahal hadirnya Ilmu didunia ini sebab Allah. Tidak ada yang terjadi tanpa campur tangan Allah. Bahwa Allah disamping menurunkan Ilmu khasshah melalui Al Alquran dengan mediator Rasul , Allah juga menurunkan ilmu ‘ammah kepada insan secara pribadi yang disebut dengan ayat-ayat kauniyah. 

Artinya ,apakah sesuatu yang tidak diatur dalam Al-Quran lantas bukan berasal dari Allah? Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan pelengkap sebanyak itu (pula)”. (QS al- Kahfi [18]:109). Kaprikornus salah besar kalau agama dikotak oleh harakah dan meng claim hanya dalil nya saja yang benar. Islam terlalu luas untuk hanya di monopoli satu harakah saja. Apalagi hanya berlandaskan kepada ilmu khasshah dan miskin ilmu ‘ammah. Dan pemaksaan dalam agama yaitu perilaku yang anti Alquran. Bila kita merindukan perubahan, maka diperlukan Raushanfikr (orang-orang yang tercerahkan), yakni individu-individu yang sadar dan bertanggung jawab membangkitkan karunia Tuhan Yang Mulia, yaitu “kesadaran diri” masyarakat. Sebab hanya kesadaran diri yang bisa mengubah rakyat yang statis dan bobrok menjadi suatu kekuatan yang dinamis dan kreatif. 

Sebagaimana Sosialisme yaitu paham yang berpihak pada kaum tertindas (mustadzafin) dan meluruskan perjalanan sejarah dari kekuasaan tiran menjadi kelompok tercerahkan, berpihak pada kelas bawah (proletar) bersama orang-orang yang berada di jalan Tuhan. Kebenaran dari mana pun “kompatibel”. Tak ada kebenaran yang bentrok dengan kebenaran lain. Mereka semua penghuni dari rumah yang sama, dan bintang dari gugus yang sama. Kita tak mungkin mempunyai semua kebenaran, dan kita membutuhkan tempat lain serta orang lain untuk membantu membuka aspek yang berbeda dari kebenaran itu: "pengetahuan keagamaan secara keseluruhan yaitu narasi panjang dari masa ke masa yang mengalir ibarat di dalam sebuah sungai besar,” Maka, Islam bukanlah, dan tak seharusnya jadi, sebuah ideologi—sesuatu yang di asumsikan sempit, yang di pahami sendiri , yang bisa mengclaim anda paling benar dalam segala hal, membimbing segala ihwal.

Ketika ada yang berkata  bahwa ia paling benar dalilnya maka ada dua hal yang sedang ia perjuangkan, pertama yaitu agama sebagai alat merebut hegemoni politik untuk meraih kekuasaan, kedua, memperkecil nilai islam itu sendiri biar Islam sebagai rahmatanlilalamin meredub melalui kampanye perbedaan mahzab, golongan, etnis. Keduanya sengaja untuk melepaskan agama sebagai kekuatan individu, yang terikat pribadi dengan sang Khalik. Makanya hak individu dalam memilih pilihannya sangat ditentang oleh mereka. Mereka membenci kebebasan dan segala turunan yang membela hak azasi insan yang tidak sesuai dengan dalil mereka. Mereka punya visi dan misi, serta keyakinan. Bahwa merekalah yang akan menjamin kehidupan ini menjadi beres. Yang lain akan binasa dan sengsara. Faktanya itulah yang terjadi dari tahun ke-tahun di Aceh...Saya tetap merindukan cahaya islam berkibar di Aceh, negeri yang makmur di bawah lindungan Allah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr.

Wallahu a'lam 


Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait