Soekarno jatuh. AS ada dibalik itu. Soeharto terpilih sebagai presiden. Selanjutnya bisa ditebak bahwa bandul politik dan kebijakan harus sesuai dengan agenda AS terutama dalam kancah perang cuek antara Blok Barat dan Unisoviet. Hampir semua kebijakan ekonomi Indonesia didukung oleh AS bersama sekutunya menyerupai Jepang, Eropa Barat. Indonesia terus membangun tiada henti hingga kesudahannya Soeharto sanggup gelar Bapak Pembangunan. Namun setelah perang cuek usai tahun 1991, masa masa terindah bersama AS berkahir sudah. AS tidak melihat lagi Soeharto sebagai golden boy. AS butuh pemimpin yang visioner di Indonesia. Dari tahun 1991 terjadi faksi di kubu TNI. Mengapa TNI? alasannya ialah unsur kekuatan orde gres ada pada TNI. Suka tida suka Golkar juga bab dari TNI. Orde gres hanya bisa dijatuhkan oleh TNI. Bukan oleh kekuatan manapun.
Soeharto sadar itu. Dia tidak bisa terus bergantung kepada TNI. Makanya semenjak tahun 1990, dibuat ICMI. Kelahiran ICMI bukanah kebetulah sejarah belaka, tetapi erat kaitannya dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang simpulan dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan tanda-tanda akan berakhirnya perang cuek dan konflik ideologi. Seiring dengan itu semangat kebangkitan Islam di belahan dunia timur ditandai dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif bagi perkembangan perabadan dunia. Sejak tahun 1991 Soeharto mulai memberi kiprah lebih luas kepada ICMI masuk dalam kabinet. Keadaan ini dibaca oleh TNI, terutama ketika ICMI mulai menguasai posisi penting di Golkar.
Bagi Barat ( AS) kebangkitan Islam ini menjadi problem yang serius alasannya ialah itu berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antar peradaban lahir dari perasaan Barat yang subjektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang berdiri kembali sehingga mengancam dominasi peradaban Barat. Yang pro kepada kekuasaan yang berbasis Islam ialah Soeharto. Dari situasi inilah Tentara Nasional Indonesia mulai terpecah. Secara membisu diam, Faksi pun terbentuk di internal TNI. Mengapa hingga terjadi faksi di Tentara Nasional Indonesia ? alasannya ialah islam yang dimaksud Soeharto bukan islam tradisional yang sudah terbukti setia kepada NKRI. Soeharto selalu curiga kepada NU dan Muhammadiah. Melalui Prabowo Subianto yang juga menantunya , Soeharto mulai melaksanakan pendekatan kepada kaum islam moderat, menyerupai Amin Rais, Nurcolis Madjid, dan lain lain. Dan juga meng eliminate perwira yang tidak sejalan dengan agenda Soeharto.
Jenderal yang paling di curigai oleh Soeharto ialah LB Moerdani. Ditengah semakin kuatnya cengkraman ICMI dalam Kabinet Soeharto paska Pemilu, LB Moerdani memberikan ilham bagaimana menjatuhkan Soeharto. Itu disampaikannya di kediaman Fahmi idris dan dihadapan eks agresi 66 menyerupai Cosmas Batubara, dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan sejumlah tokoh Artikel Babo. Moerdani berbicara mengenai Soeharto yang menurunya, 'Sudah tua, bahkan sudah pikun, sehingga tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu sudah waktunya diganti'...Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa sebagai jalan untuk menurunkan Soeharto.” Tetapi ilham ini ditolak keras oleh Firdaus yang hadir dalam pertemuan itu. 'Kalau memakai massa, yang pertama dikejar ialah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.' “ (Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Penerbit Mizan, hal. 316).
Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', dikala menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis bawah umur Soeharto. Soeharto murka dan mecopot jabatan Moerdani. Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Prabowo pernah merencanakan menculik Moerdani alasannya ialah tuduhan makar. Prabowo Subianto tidak memberi komentar mengenai bencana ini dalam bukunya. Perwira lain yang di curigai oleh Soeharto itu diantaranya ialah , Try Soetrisno, Agum Gumelar dan AM Hendropriyono, Fachrul Razi, Ryamizard Ryacudu, Luhut BInsar Panjaitan; Sintong Panjaitan, Sutiyoso; Soebagyo HS. Walau semua Pati itu berpretasi hebat namun karirnya tergantung dari rekomendasi Prabowo Subianto sebagai menantu kesayangan Soeharto.
Jusuf Wanandi dalam memoarnya menulis bahwa ketika Presiden Soeharto berhasil menetralisir efek Try Soetrisno dengan menempatkan Feisal Tanjung dan Prabowo Subianto , mudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan Benny Moerdani connection. Karenanya Soeharto menempatkan semua impian kepada Wiranto. Tetapi Soeharto salah menilai wacana Wiranto. Setelah dilantik sebagai Panglima ABRI, diketahui Wiranto menghadap Benny Moerdani dan meminta supaya setiap bulan bisa bertemu. Tanggapan Benny berdasarkan Jusuf Wanandi dan Salim Said ( dalam bukunya “Menyibak Tabir Orde Baru, hal. 365-366; Salim Said, hal. 320) ialah "Jangan berilusi, orang renta itu [Soeharto] tidak menyukai saya, tidak percaya kepada saya. Anda harus tetap di sana alasannya ialah Anda satu-satunya yang kita miliki. Jangan menciptakan kesalahan alasannya ialah kariermu akan selesai jikalau Soeharto tahu Anda erat dengan saya.”. Apakah Soeharto benar benar tidak tahu kalau Wiranto main dua kaki ? tentu tahu. Makanya Soeharto lebih mempercayai menantunya Prabowo Subianto untuk mengawasi sepak terjang Wiranto bersama stafnya menyerupai SBY yang ketika itu Kasospol.
Yang jadi pertanyaan ialah bagaimana dan apa bahwasanya yang terjadi pada krusuhan pada tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998 yang menewaskan 1.880 orang itu. Yang terang bencana itu panglima ABRi ialah Wiranto yang gres menjabat bulan Maret 1998. Tentu bencana itu tidak tiba begitu saja. Tanpa persiapan dan planning yang matang mustahil amuk massa yang begitu besar dan massive sanggup terjadi. Dalam hitungan jam sanggup mengkremasi sebagian besar ibu kota. Ini terang operasi militer. Wiranto masuk dalam kancah kekacauan yang sudah dipersiapkan jauh sebelumnya. Wiranto ada pada waktu dan kawasan yang salah. Karenanya beliau harus bersikap. Wiranto tentu tahu ada faksi di tubuh TNI. Ada yang pro ke Golkar ada yang pro ke Soeharto dan ada juga yang pro demokrasi. Pada moment memilih sikap, Wiranto memilih pilihan kepada Pro demokrasi. Dia bertekad akan mengawal proses suksesi dari Rezim Soeharto ke Habibie dan kemudian masuk proses reformasi dengan diamandemennya Undang-Undang Dasar 45.
Namun suksesi ke Habibie tidak diinginkan oleh Prabowo Subianto. Sehari setelah Habibie dilantik sebagai Presiden menggantikan Soeharto, beliau mencopot Letjen Prabowo Subianto dari jabatan Panglima Kostrad pada 23 Mei 1998. Mengapa ? Karena Habibie mendengar laporan Panglima ABRI Jenderal Wiranto mengenai pergerakan pasukan Kostrad secara besar-besaran dari luar kota menuju Jakarta. Selain itu, sebagian di antara pasukan itu disebut telah "mengepung" kediaman Habibie di Kuningan dan Istana Kepresidenan. Wiranto juga tahu proses penculikan aktifis pro demokrasi dari periode Desember 1997 hingga Februari 1998 dilakukan oleh Prabowo di era Panglima Faisal Tanjung. Artinya Prabowo memang punya agenda tersendiri dengan adanya chaos yang sehingga lengsernya Soeharto. Tetapi pada moment itu, Soeharto lebih percaya WIranto untuk melewati proses suksesi secara UU. Padahal tadinya mungkin Prabowo berharap Soeharto mengeluarkan dekrit menunjuk dirinya sebagai Penguasa transisi.
Habibie berkuasa tidak lebih 17 bulan. Faksi Habibie di Golkar ialah kaum intelektual islam yang moderat. Faksi ini umumnya di dominasi oleh almuni HMI yang ada di GOLKAR. Namun dalam kurun waktu yang singkat kekuasaanya itu Habibie tidak bisa jauh dari faksi Tentara Nasional Indonesia yang pro Soeharto dan pro demokrasi. Elite Golkar tidak suka ini. Karenanya ketika Akbar Tanjung berhasil merebut ketua Umum Golkar dari Harmoko dan menggusur semua kekuatan Tentara Nasional Indonesia Pro Soeharto di DPP, Golkar pun menolak pertanggungan jawab Habibie sehingga Habibie dilengserkan secara kuntitusi dihadapan sidang MPR/DPR. Tanpa ada amarah dan selalu dengan wajah senyum menyaksikan detik detik berakhirnya sejarah beliau sebagai pemimpin di negeri ini. Kekuasaan berikutnya walau terang PDIP sebagai pemenang pemilu. Namun poros tengah islam dibawah koordinasi Amin Rais berhasil menempatkan Gus Dur sebagai Presiden dan Megawati sebagai wakil.
Siapa yang ada dibalik terbentuknya poros tengah itu? tak lain ialah Wiranto bersama faksi Tentara Nasional Indonesia yang pro demokrasi termasuk SBY. Ketika itu SBY ialah kasospol ABRI. Dia bertugas menjalin komunikasi dengan kekuatan politik dari golongan manapun terutama dengan islam. Hubungan dengan ormas islam sudah terjadi usang semenjak SBY masuk ke Markas ABRI. Bersama LBP , SBY punya jalan masuk kesemua petinggi Ormas islam. Secara tidak pribadi SBY berperan melakun silent revolution dikalangan patron umat islam supaya punya kekuatan untuk bersatu dalam politik. Bukan hanya kepada kelompok islam, kepada pro demokrasi juga relasi SBY manis sekali. Waktu bencana 27 Juli 1996 penyerbuan markas PDIP yang memakan korban tidak sedikit itu, SBY ialah Kasdam Jaya yang pangdamnya ialah Soetioso. Hubungan antara Megawati dengan SBY. Gus Dur dengan SBY, sudah terjalin lama. Makanya jangan kaget ketika Era Gus Dur, SBY sanggup posisi Menteri Pertambangan dan energi. Era Megawati jadi MenkoPolkam. Andaikan waktu itu SBY ialah faksi yang pro Soeharto, mungkin Megawati sudah dihabisi. Tetapi ini Megawati seakan dilindungi dari pihak yang ingin menghabisinya. Soetiyoso diangkat jadi Gubernur DKI periode kedua ketika presiden Era Megawati.
Lantas siapakah Godfather dari faksi Tentara Nasional Indonesia pro Demokrasi itu ? beliau ialah nasionalis sejati. Dia ialah Try Soetrisno. Semua mereka menyerupai Wiranto, SBY, Agum Gumelar, AM Hendropriyono, Fachrul Razi, Ryamizard Ryacudu, Luhut Panjaitan; Sintong Panjaitan, Sutiyoso; Soebagyo HS ialah faksi Try Soetrisno. Hubungan Try Soetrisno dengan ormas islam terutama NU dan Muhamamdiah sangat kuat. Try Soetrisno mendukung lahirnya PKB, PAN, PK. Tujuannya supaya umat islam punya wadah usaha secara politik. Bagaimanapun islam ialah asset nasional yang harus menjadi kekuatan real dalam membangun bangsa dan negara. Namun konsesi politik dan proteksi ini dalam konsep faksi Try Soetrisno ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45. Artinya semua kekuatan yang ada di indonesia harus dalam bingkai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45. Posisi Try Soetrisno ini dibuktikan dengan terpilihnya Gus Dur sebagai presiden dalam Voting sidang Umum DPR/MPR. Di era Gus Dur, Tentara Nasional Indonesia di reformasi dengan kembali ke fungsinya sebagai prajurit profesional. Tentara Nasional Indonesia hanya patuh kepada UU. Tidak lagi berpolitik. Namun para purnawirawan Tentara Nasional Indonesia terus melanjutkan faksi itu dengan ikut mempengaruhi situasi politik dalam negeri. Semua faksi bersatu ketika terjadi konflik antara Gus Dur dan DPR. Apalagi dikala Gus Dur menerbitkan dekrit wacana pembubaran MPR/DPR serta pembekuan Partai Golkar. Ini sama saja perang kepada semua faksi yang ada di TNI. Walau sudah ada UU Tentara Nasional Indonesia yang tidak berpolitik dan patuh kepada UU, namun Tentara Nasional Indonesia tidak mau loyal kepada Gus Dur untuk mengamankan Dekkrit Presiden itu. Gus Dur di jatuhkan alasannya ialah murni problem politik. bukan alasannya ialah problem skandal Bulog.
Tahun 2004 SBY terpilih sebagai presiden lewat Pemilu pribadi sesuai Undang-Undang Dasar 45 yang sudah di revisi di era Megawati. Semua grand design Try Soetrisno untuk membangun kekuatan islam , nasionalis dan demokrasi dalam bingkai NKRI dan Pancasila jadi berantakan. SBY memakai kekuatan akar rumput islam dan Golkar yang selama beliau menjabat Kasospol dan Menko Polkam sangat dikuasai orang orangnya, dan tentu sudah beliau bina tahunan sesuai potensi mereka. Darimana dananya ? Mantan Diplomat H Cholid Mawardi dan analisis Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), AC Manulang yang kini dikenal sebagai pengamat inteljen di Asia. Menurut Cholid yang juga mantan Ketua PBNU itu, Amerika sangat berkepentingan dalam pesta demokrasi pemilihan presiden pribadi di Indonesia. Mereka telah menurunkan tim dengan proteksi dana yang tidak terbatas. Amerika, lanjut Cholid, dinilai telah bertransaksi dengan salah seorang calon presiden untuk mengamankan kepentingan negerinya di Indonesia.
"Bayangkan, Collin Powel ke Jakarta hanya menemui SBY, menghadap presiden Megawati juga tidak. Ini mengandung makna tertentu,"katanya. Ia juga mensinyalir telah terjadi deal ekonomi dan politik untuk kepentingan Amerika di Indonesia menyerupai Freeport, Mobil Oil dan pengamanan selat Malaka. Desas-desus juga menyebutkan, Amerika melalui SBY akan menimbulkan sebuah pulau di barat Padang sebagai pangkalan militer menggantikan Pangkalan Subik. Sementara itu, AC Manulang mengatakan, Amerika Serikat (AS) telah jauh-jauh hari menyiapkan calon presiden (capres) dari militer, Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono. Karena itu, pemilihan presiden secara pribadi yang untuk pertama kali digelar di Indonesia, tak lepas dari campur tangan Amerika Serikat (AS). Melalui biro intelijennya, CIA, AS ingin supaya presiden Indonesia mendatang berasal dari purnawirawan militer.
Menurut mantan Direktur Bakin ini, capres berlatar militer dianggap bisa menjalankan grand strategy global AS, yaitu memberantas terorisme. "Sipil dianggap tidak bisa menindak tegas kelompok Islam radikal, yang oleh Amerika disebut sebagai geng teroris di Indonesia. Manullang menambahkan, pada pemilu presiden putaran pertama lalu, CIA dihadapkan pada dua pilihan yang imbang, yaitu Jenderal (Purn) Wiranto dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keduanya dianggap memahami grand strategy global AS tersebut. Namun belakangan, sebelum masa pencoblosan 5 Juli lalu, Wiranto lebih cenderung mendekati kelompok Islam garis keras. Karena itu, kesudahannya CIA mendukung SBY.
"Kenapa Wiranto nggak didukung CIA? Dia itu erat dengan kelompok Islam, yang oleh Amerika dicap sebagai separatis. Kita lihat hasil pemilu di Pesantren Al-Zaytun, kemudian hasil musyarawarah para habib dan kiai dari FPI dan MMI di Gedung Joeang beberapa pekan sebelum pemilu presiden. Jelas sekali, mereka menolak SBY dan mendukung Wiranto. Ini semua dilaporkan anggota CIA ke CIA Pusat di Amerika. Lalu pimpinan CIA menginstruksikan supaya Wiranto jangan didukung," ujarnya. Dengan demikian, tambah Manullang, siapa yang harus didukung CIA sudah jelas, alasannya ialah tinggal satu calon. Megawati tidak mungkin, alasannya ialah dianggap telah gagal menjalankan misi CIA. Amien Rais niscaya tidak akan didukung CIA, alasannya ialah dianggap salah satu pimpinan Islam garis keras. Sedang Hamzah Haz, tak pernah masuk pilihan alasannya ialah niscaya tidak akan menang. "Jadi Amerika itu sudah mempersiapkan SBY semenjak jauh-jauh hari untuk jadi presiden," katanya. Doktor sosiologi politik lulusan Universitas Mainz Jerman ini yakin, bahwasanya siapapun yang didukung CIA niscaya akan memenangkan pemilu di Indonesia.
Alasan dia, kerja AS sangat profesional. Untuk menjalankan misinya di Indonesia, CIA telah menyusupkan 60 ribu intelijennya di Indonesia semenjak sebelum pemilu legislatif 2004 lalu. Mereka ialah warga Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan intelijen di luar negeri. Karena itu, keberadaannya sulit dikenali. "Soal ini kan pernah diakui oleh KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, bahwa ada sekitar 60 ribu intelijen ajaib di Indonesia," ujarnya. Lebih lanjut Manullang menilai, siapapun capres yang didukung CIA niscaya akan memenangkan pemilu presiden putaran kedua. "Siapa yang akan jadi presiden Indonesia ke depan, bahwasanya namanya sudah ada di tangan Amerika. Kan mereka yang men-setting. Bahkan bukan hanya Indonesia, CIA juga berperan dalam suksesi kepemimpinan nasional di beberapa negara di dunia," ujarnya. Setelah itu, masih berdasarkan Manullang, presiden yang didukung CIA akan dikendalikan oleh AS jikalau sehabis terpilih. Agendanya ya Agenda AS.
Tahun 2009. Megawati mencalonkan diri sebagai Presiden dan berpasangan dengan Prabowo. Secara tidak pribadi Megawati mencoba menarik proteksi dari Tentara Nasional Indonesia Faksi Cendana dengan menimbulkan Prabowo sebagai Cawapres. Namun kekuatan ini tidak significant untuk menghadapi SBY yang justru didukung oleh barisan islam yang berhasil dikendalikan lewat silent revolution. Nah Tahun 2014, SBY tidak lagi dilirik oleh AS. Karena kekuasaan ada pada Partai Demokrat. Sementara koneksi SBY ada pada partai Republik. Partai Demokrat AS inginkan pemilu berlangsung tertip dan demokratis tanpa ada rekayasa apapun. Megawati terpaksa tidak lagi maju sebagai capres. Namun Mega butuh PDIP menjadi partai penguasa dan karenanya beliau butuh figur yang disukai rakyat. Pemilihan Jokowi sebagai Capres lebih alasannya ialah Jokowi ialah satu satunya calon yang tidak bersinggungan dengan faksi politik nasional. Karenanya Akan gampang menarik faksi Tentara Nasional Indonesia bergabung. Makara beban sejarah atau masa kemudian hampir tidak ada. Tentu dengan rekam jejak menyerupai itu akan memudahkan Jokowi menghadapi konstelasi kekuatan dalam negeri maupun luar negeri kelak bila beliau terpilih sebagai presiden
Namun ketika proteksi Faksi Tentara Nasional Indonesia Try Soetrisno kepada PDIP atas Capres Jokowi, partai lain yang merasa punya relasi dengan faksi Tentara Nasional Indonesia Try Soetrisno merasa ditinggalkan. Mereka tidak bisa menerima. Mengapa harus PDIP? mengapa bukan Partai islam yang terang jelas punya sejarah erat dengan TNI. Mengapa bukan Golkar yang terang didirikan oleh TNI. Tetapi Try Soetrisno tetap dengan sikapnya. Bahwa beliau ingin PDIP yang maju dan capresnya didukung. Semua Elite Tentara Nasional Indonesia binaan Try Soetrisno tentu ada dibelakang Jokowi. Mereka ialah Wiranto, Agum Gumelar, AM Hendropriyono, Fachrul Razi, Ryamizard Ryacudu, Luhut Binsar Panjaitan; Sintong Panjaitan, Sutiyoso; Soebagyo HS. Bahkan termasuk SBY ialah pihak yang secara tidak pribadi mendukung Jokowi. Tentu dengan cara yang rumit dan memilih sekali. Mengapa begitu solid proteksi itu ? alasannya ialah yang dihadapi ialah Prabowo Soebianto yang terang lawan faksi Try Soetrisno. Sebetulnya antara Tentara Nasional Indonesia dan ormas Islam tidak punya masalah. Yang punya problem itu ialah PDIP dengan ormas islam. Mungkin relasi yang mesra antara PDIP dengan NU. Mungkin faktor sejarah dimasa kemudian dimana NU berhasil menciptakan pecahnya barisan islam dalam Masyumi. Kemudian bergabung dalam barisan nasional yang dibuat oleh Soekarno : NASAKOM.
Kemenangan Jokowi atas Prabowo dalam Pilpres 2014, telah menciptakan faksi Tentara Nasional Indonesia Pro cendana dan kelompok islam meradang. Khususnya ada ormas islam menyerupai FPI, FUI yang punya koneksi dengan jaringan islam international menyerupai HT, Al Qaida, Ikhwanul Muslim (IM)) sangat mengenal erat siapa itu Wiranto. Karena dulu mereka berdiri atas prakarsa Wiranto. Era SBY mereka berperan sebagai pressure group yang sering dimanfaatkan oleh Faksi Tentara Nasional Indonesia Try Soetrisno. Bahkan HRS pernah masuk penjara di era SBY. Tidak sedikit orang FPI yang meninggal di penjara di era SBY. Saat kini ormas islam yang anti Jokowi /PDIP ialah mereka yang tadinya dibina oleh TNI. Para PATI yang turut membina itu semua ada dikubu Jokowi sekarang. Hanya saja ormas islam itu kini mereka tidak diposisi Jokowi tetapi di posisi Prabowo. Antara Prabowo dan kekuatan islam, punya agenda yang berbeda. Saat kini mereka bersatu untuk mencapai sasaran ganti presiden. Kalau tercapai sasaran ini maka selanjutnya bicara konsesi politik yang tentu berujung konsesi bisnis. Apakah mudah? tidak juga. alasannya ialah sistem negara kita menganut trias politika. Presiden tidak otomatis berkuasa penuh. Tanpa proteksi dewan perwakilan rakyat , Presiden tidak akan bisa melaksanakan fungsi UU nya. Prabowo akan melaksanakan hal sama menyerupai mertuanya. Islam hanya dimanfaatkan untuk naik tangga. Setelah hingga diatas , maka islam ialah pihak pertama yang akan di kebiri. Mengapa? apapun faksi Tentara Nasional Indonesia itu, idilogi mereka terang ialah Nasionalis. Makara islam dan komunis itu tidak ada kamusnya dalam dokrin TNI. Dokrin Tentara Nasional Indonesia ialah PANCASILA. Itu final!
Jadi semenjak jatuhnya Soeharto ritme politik ditentukan oleh tiga orang jenderal , WIRANTO, PRABOWO dan SBY. Sampai kini mereka eksis. Kalau mereka bertiga bertemu, maka semua hal yang rumit sanggup menjadi mudah. Makara problem politik negeri ini engga juga ruwet. Hanya tiga orang duduk bareng minum kopi , selesai dah urusan. Makara damai sajalah. Semua akan baik baik saja. Yang terang Jokowi bukan lawan bagi siapa saja, bukan pula musuh bagi partai manapun. Jokowi hanya profesional untuk melaksanakan amanah UU dan memastikan elite politik dan elite ormas tetap bisa ha ha hi hi, disuasana mendung masih bisa memetik buah dan membaginya.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/