Showing posts with label ZONASI. Show all posts
Showing posts with label ZONASI. Show all posts

Pro Dan Kontra Sistem Zonasi Ppdb Belum Layak Diterapkan. ?

Assalamu'alaikum wr.wb. selamat tiba di website infokemendikbud.web.id dan salam sejahtera untuk rekan-rekan guru semua...

Simak informasi terbaru yang sangat penting berikut ini tentang DPRD : SISTEM ZONASI PPDB BELUM LAYAK DITERAPKAN.

Anggapan sekolah favorit dan tidak favorit kerap kali muncul dikala Penerimaan Siswa Didik Baru (PPDB). Dikotomi antara favorit dan tidak favorit berdampak merugikan sekolah tertentu, dan di sisi lain menguntungkan salah satu sekolah.

Kendati demikian, kondisi itu tidak berlaku bagi kedua siswa kelas X asal Sekolah Menengan Atas Negeri 4 Kota Cirebon. Menurut mereka, intinya setiap sekolah menerapkan kurikulum yang sama sesuai aba-aba dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendiknas) Republik Indonesia.

Seperti diungkapkan, Nabila, siswa gres X MIPA 1 itu mengaku tak diterima di sekolah tujuannya, meski Nilai Hasil Ujian Nasional (NHUN) mencukupi. Menurutnya, adanya sistem zonasi membuatnya harus mendaftarkan diri di sekolah akrab dengan rumahnya, di Jalan Perjuangan, Kelurahan/Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.

Tak mau ikut larut meributkan PPDB yang memberlakukan sistem zonasi, Nabila pun tak berkecil hati. Bahkan, ia merasa beruntung alasannya yakni SMAN 4 Kota Cirebon unggul di bidang ekstrakulikuler kewirausahaannya.

"Ceritanya dulu ramai PPDB. Karena Sekolah Menengan Atas Negeri 2 itu melebihi kuota, tapi ada sekolah-sekolah lain yang justru kekurangan siswa. Jadi, yang rumahnya jauh itu harus pindah. Termasuk saya," ujarnya kepada JawaPos.com, Jumat (27/7).

Nabila mengatakan, dirinya bahagia bisa diterima di Sekolah Menengan Atas Negeri 4 Kota Cirebon. Karena ia mempunyai kegemaran di bidang kewirausahaan. Sekolah yang ia pilih dikala ini, imbuhnya, sangat unggul di bidang ekstrakulikuler, baik olahraga maupun ekstrakurikuler lain.

Ia pun tidak sepakat dengan anggapan antara sekolah favorit dan tidak favorit. Karena sekolah unggulan itu bagaimana kreativitas dan kemampuan siswa. Adanya sistem zonasi PPDB, berdasarkan Nabila, hal itu sangat baik untuk pemerataan pendidikan sekolah.

"Kalau siswa-siswinya bisa berprestasi di sekolah, bisa membawa nama baik sekolah. Kalau jadi siswa baru, harusnya semangat belajar. Bukan gaya-gayaan bisa bersekolah di sekolah yang bagus," tutur Nabila.

Senada dengan Nabila, rekan satu kelasnya, Arif pun mengatakan, bahwa sistem zonasi tujuannya semoga tidak ada sekolah favorit dan favorit. Karena calon siswa diperkenankan untuk mendaftar di sekolah terdekat.

Meskipun ia tidak diterima melalui sistem zonasi, Arif mengaku bisa mendaftar melalui jalur unggulan Nilai Hasil Ujian Nasional (NHUN). Warga Watubelah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon mengatakan, sekolahnya menampung 50 persen dari jalur PPDB sistem zonasi, dan 50 persen lain dari jalur unggulan.

"Kalau saya pakai jalur unggulan. Makara bisa diterima. Sebenarnya sekolah sama saja sih, yang terpenting mau semangat belajar," kata dia.

Salah satu poin krusial terkait sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yakni ihwal pengaturan jarak kediaman calon siswa ke sekolah. Terkait hal ini, Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerahkannya kepada tempat masing-masing.

Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Hamid Muhammad, pengaturan jarak rumah memang tak diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 wacana PPDB.

"Karena masukan dari lapangan, maka tidak memungkinkan bagi kita untuk memasukkan poin wacana jarak dalam peraturan ini. Mengingat kondisi geografis di Indonesia yang beragam," tutur Hamid.

Dilanjutkan Hamid, hal terpenting di dalam penerapan PPDB yakni menciptakan anak mendapat layanan pendidikan yang terdekat dari rumah atau tempat tinggalnya.

Sumber : JawaPos.com


Demikian isu dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspagenya dan tetap kunjungi situs kami di website infokemendikbud.web.id Kami senantiasa memperlihatkan isu dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari aneka macam sumber  terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.

Ppdb Ricuh, Mendikbud Bakal Hentikan Sistem Zonasi Sekolah?

INFOKEMENDIKBUD--Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengharapkan penerimaan peserta didik gres pada tahun-tahun depan lebih aman dibandingkan dengan pada 2018.

"Kebijakan zonasi ini terintegrasi dan ke depan ini masih terus akan kita tata, termasuk nanti sehabis kita petakan berapa jumlah siswa di setiap zona, nanti sistem penerimaan siswa gres kita harapkan di tahun depan tidak lagi ribut-ribut menjelang tahun pedoman gres tapi jauh hari sudah sanggup dilaksanakan," kata ia Jakarta, Rabu (18/7/2018).

Dia menyampaikan dengan penerapan zonasi tahun ini, maka telah sanggup diketahui jumlah siswa yang ada di suatu zonasi sehingga memudahkan untuk penempatan siswa ke jenjang SMP (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Begitu siswa masuk kini ini, kita sudah tahu sebenarnya berapa yang akan masuk SMP di zona itu, ialah merujuk dari kelas VI SD yang sekarang, jadi tidak perlu lagi daftar nanti, lalu cukup di penempatan saja sehingga nanti jika ada orang bau tanah protes tidak menjelang siswa gres tetapi sanggup setiap dikala jika memang mau protes," tuturnya.

Begitu juga untuk siswa Sekolah Menengan Atas yang akan diterima pada tahun pedoman gres tahun depan, sudah sanggup diprediksi dengan melihat jumlah siswa kelas IX SMP dikala ini. Pihaknya berencana mengundang seluruh Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia untuk membicarakan pemantapan zona sehingga sanggup dihitung jumlah siswa di satu zona dan pemerataan distribusi guru.

Sebelumnya, ada kegaduhan dalam PPDB Tahun Ajaran 2018/2019. Siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, masyarakat, dan dunia pendidikan di Tanah Air dibentuk gaduh sebab penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa gres di sekolah negeri.

Sumber : Warta Ekonomi.co.id

Demikian isu dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspagenya dan tetap kunjungi situs kami di website infokemendikbud.web.id Kami senantiasa menunjukkan isu dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari banyak sekali sumber  terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda biar informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.

Efek Aktual Dari Zonasi, Mengakhiri Kastanisasi Pendidikan

Assalamu'alaikum wr.wb. selamat tiba di website infokemendikbud.web.id dan salam sejahtera untuk rekan-rekan guru semua...
Simak informasi terbaru yang sangat penting berikut ini tentang EFEK POSITIF DARI ZONASI, MENGAKHIRI KASTANISASI PENDIDIKAN

Beberapa tahun lalu, dalam beberapa kali diskusi akademik, salah seorang guru besar bidang pendidikan dan genetika di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Malang dengan tegas menyampaikan bahwa sistem pendidikan (khususnya terkait dengan kebijakan sekolah) telah jauh melenceng dari relnya. Adanya dikotomi sekolah, antara sekolah favorit dan tidak, telah menjadi fakta bahwa arogansi dan ketidakadilan telah berkembang begitu pesat di Indonesia. 

Bagaimana mungkin bangsa ini membiarkan keadaan dimana satu sekolah dengan egois hanya mendapatkan siswa cerdas (dan mungkin juga dengan dana kuat) dengan nilai rerata minimal delapan koma, sementara sekolah lain mendapatkan siswa dengan nilai tertinggi tujuh koma? Anak-anak berakal dan kaya kumpul di sekolah favorit, belum dewasa kurang bisa dan kemampuan akademik biasa-biasa saja kumpul di sekolah pinggiran/non-favorit. 

Kini, beberapa tahun kemudian sehabis pernyataan guru besar itu, kebijakan benar-benar muncul. 

Sistem zonasi mulai diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). 

Sebagaimana pernyataan dalam release Kemdikbud. Kebijakan ini membawa misi yang sangat mulia. 

Sistem zonasi dalam proses penerimaan peserta didik gres (PPDB) di sekolah bertujuan untuk pemerataan hak memperoleh pendidikan bagi belum dewasa usia sekolah (Warta Ekonomi/13/07/2018). 

Kebijkan ini ialah upaya menjamin layanan susukan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan diskriminasi di sekolah (khususnya sekolah-sekolah negeri), upaya meningkatkan prasarana sekolah ataupun peningkatan tenaga pendidikan, dan mendorong kiprah serta masyarakat dalam kiprah serta kualitas pendidikan.

Mengakhiri Dikotomi
Dikotomi sekolah favorit dan non favorit sejatinya telah belangsung  dan berkembang semenjak lama, bahkan sanggup dengan tegas disampaikan bahwa pembedaan ini merupakan  “warisan kolonial 

Belanda”. Menurut Purbajati (2017) teori pendidikan yang kita pelajari selama ini tidak pernah mengenal sistem pengelompokan siswa atau sekolah menurut kapasitas otak (kecerdasan) semata. 

Pola ini terang telah melanggar kodrat dan anugerah dari Tuhan. Bukankah masing-masing  mempunyai talenta atau kecerdasan alamiah yang merupakan bab dari karunia Tuhan?

Langkah “kapitalisasi” sekolah dengan menambah label favorit, jadwal plus, esktensi, kurikulum luar negeri, menjadi tren yang kita temukan. Sekolah (sejatinya pihak-pihak dengan kepentingan pribadi dan sesaat), menikmati label “sekolah favorit”. Bukankah dengan mendapatkan siswa berkemampuan tinggi sekolah-sekolah relatif tidak perlu bekerja keras mendidik dan mengajar? 

Maka yang muncul ialah adanya kastanisasi pendidikan. Sekolah-sekolah berlabel favorit itu ialah pemilik kasta tertinggi. Maka berikutnya, guru-guru dan siswa di sekolah tersebut otomatis menjadi bab pemilik kasta tertinggi. 

Harus diakui bahwa dengan mendapatkan siswa-siswa yang mempunyai nilai rerata delapan koma, guru menjadi lebih gampang mengajar. Bahkan, bila siswa-siswa itu hanya diberi kiprah membaca dan secara berdikari saja, mereka sudah mempunyai nilai bagus. Bukankah hanya butuh satu hingga dua point semoga mereka mempunyai nilai sangat baik dan sempurna? Bayangkan bagaimana beratnya usaha guru yang bukan sekolah favorit? Bukankah guru-guru di sekolah yang awalnya berlabel favorit dan non-favorit itu sama-sama digaji dari pajak yang dibayarkan oleh  masyarakat? Bagaimana dan atas dasar apa guru kemudian melaksanakan riset-riset pendidikan semisal Penelitian Tindakan Kelas (PTK), quasi-eksperimen, dan penelitian pengembangan? Toh, bahwasanya siswa-siswa mereka cenderung tidak mengalami masalah, apalagi bila melihat hasil (learning outcome). 

Bisa jadi, label dan pencitraan favorit itulah yang mendorong runtuhnya pendidikan huruf bangsa ini, alasannya ialah pendidikan tidak lebih hanyalah mengakibatkan anak didiknya “eksklusif, elitis, dan jauh dari realitas”. Mereka menjadi generasi bangsa yang tidak terbiasa berempati dan hidup bersama dengan sahabat sebaya yang mempunyai kemampuan beragam, dengan latar belakang ekonomi beragam, dan aneka macam bentuk heterogenitas lainnya.

Auliya (2007) telah memperingatkan bahwa boleh jadi tanpa disadari, konsep sekolah favorit selama ini memberi peluang besar akan kecenderungan berbangga diri (baca: angkuh) peserta didi, meski tentu tidak adil jikalau kita menyampaikan “semuanya”. Bisa jadi para siswa akan merasa diri lebih jago alasannya ialah ternyata ia bisa bersekolah di kawasan favorit yang tidak semua orang bisa memasukinya.

Sementara pada siswa yang berguru di sekolah biasa bisa akan menjadi minder alasannya ialah tidak bisa menyerupai teman-teman mereka yang lainnya yang bisa menikmati kemudahan sekolah favorit. Kondisi tersebut akan semakin menjadi manakala didukung perilaku orang bau tanah yang juga berbangga diri dengan anaknya yang bisa menembus sekolah favorit. Bukan mustahil bila ini menjadi salah satu pemicu  ‘tumbuh-suburnya’ karakter-karakter negatif.

Dalam konteks ini, kita tentu sependapat dengan Weber (2011) bahwa pendidikanlah yang bisa membantu kita melenggang secara nyaman di zaman modern ini. Namun senada dengan Nanang 

Martono (2017) menunggangi pendidikan dengan tujuan pragmatis merupakan upaya mengganjal atau kontra reformasi pendidikan yang secara pelan-pelan merusak kualitas pendidikan Indonesia. 

Oleh alasannya ialah itu, sudah sepantasnya (dan seharusnya begitu) kita mengakhiri kesalahan yang selama ini dilakukan tersebut. enata ulang distribusi guru.

Sejalan dengan konteks kebijakan zonasi ini, sejatinya permasalahan dan tantangan distribusi guru. 

Sudah saatnya pemerintah memberlakukan prinsip keadilan dalam tugas, distribusi guru, dan perhatian yang sama terhadap guru, dimanapun mereka mengajar. Hal ini mendesak perlu disikapi pemerintah. Merujuk pada data PGRI (2018) selain ihwal kompetensi guru yang masih beragam, sebaran dan jumlah guru juga masih jadi masalah. Distribusi/rotasi dan jumlah guru yang bermasalah menciptakan peningkatan kualitas pendidikan masih jauh dari harapan. 

Akhirnya, marilah kita sama-sama mendukung kebijakan mulia pemberlakuan zonasi pendidikan (PPDB) ini. Semoga kebijakan ini benar-benar bisa memenuhi sasaran tujuannya. Meminjam statemen Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar Bali, Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si, beberapa tahun kemudian (BaliPost/2013), “Dengan contoh rekrutmen siswa menyerupai itu, kita optimis fenomena penumpukan siswa-siswa pandai di satu sekolah tidak akan terjadi lagi. Kebijakan itu secara otomatis akan mempercepat pemerataan kualitas pendidikan”. Kita juga terus mendorong pemerintah jeli, tepat, dan segera menerapkan kebijakan rotasi guru. Semoga. 

Sumber : www.malang-post.com

Demikian informasi dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspagenya dan tetap kunjungi situs kami di website infokemendikbud.web.id Kami senantiasa memperlihatkan informasi dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari aneka macam sumber  terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.

Mendikbud : Sistem Zonasi Demi Pemerataan Guru.

Assalamu'alaikum wr.wb. selamat tiba di website infokemendikbud.web.id dan salam sejahtera untuk rekan-rekan guru semua...
simak informasi terbaru yang sangat penting berikut ini tentang MENDIKBUD : SISTEM ZONASI DEMI PEMERATAAN GURU.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan sistem zonasi akan mendorong pemerataan distribusi guru di sekolah-sekolah di Indonesia.

"Guru itu biasanya mengumpul di beberapa sekolah, tapi ada sekolah yang tidak kebagian guru bahkan ada sekolah itu yang kepala sekolahnya saja yang pegawai negeri sipil sisanya honorer," katanya dalam jumpa pers bertema Zonasi Sekolah untuk Pemerataan di Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu.

Sistem zonasi sekolah itu akan membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru sebagai upaya untuk mendorong pemerataan kualitas pendidikan.

Sistem ini juga merupakan upaya mencegah penumpukan sumber daya insan yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu dan mendorong pemerintah kawasan serta tugas serta masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

"Guru juga kita rotasi dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan zonanya masing-masing," tambah mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad menyebutkan sesuai dengan undang-undang, para guru harus dirotasi.

Dengan demikian guru-guru terbaik juga harus disebarkan ke semua sekolah dalam satu zonasi atau di luar zonasi semoga tidak terjadi kesenjangan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah.

"Sekarang kan sudah ada Undang-undang Aparatur Sipil Negara, tidak sanggup lagi seorang guru apalagi PNS itu ada di satu tempat bila sudah lebih dari lima tahun," ujarnya.

Pemerintah kawasan juga harus memastikan rotasi guru terjadi.

"Undang-undang itu berlaku untuk semuanya. Sekarang tidak ada lagi alasan pemerintah kawasan untuk tidak meredistribusi guru," tambahnya.


Pihaknya juga akan menata pembinaan bagi guru-guru sehingga ada perubahan yang lebih baik untuk menunjang kualitas pendidikan di sekolah-sekolah ke depannya.

Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 telah mengatur penerimaan peserta asuh gres (PPDB) lewat sistem zonasi pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas negeri.

Jarak tempat tinggal peserta asuh dengan sekolah menjadi kriteria pertama penentuan dalam PPDB. Sekolah yang diselenggarakan pemerintah wajib mendapatkan calon peserta asuh yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah.

Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) dalam permendikbud tersebut sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah kawasan wajib mendapatkan calon peserta asuh yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta asuh yang diterima.

Sumber : Warta Ekonomi.co.id

Demikian gosip dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspagenya dan tetap kunjungi situs kami di website infokemendikbud.web.id Kami senantiasa memperlihatkan gosip dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari banyak sekali sumber  terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.